36 | Rencana Membuat Taman

1.6K 187 1
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Zulkarnain membuka ponselnya setelah bersiap-siap akan pergi ke kantor pagi itu. Sejak semalam ia menyimpan ponselnya di meja tulis, sehingga tidak bisa mendengar kalau ada pesan yang masuk. Pesan pagi itu hanya datang dari Romi, dan tampaknya pesan itu tidak hanya berisi kalimat namun juga berisi sebuah video. Setelah mengambil sepatu dari rak tempat biasa ia menyimpannya, Zulkarnain pun membuka pesan tersebut dan membaca isi pesannya lebih dahulu.

ROMI
Aku tidak tahu apakah video ini bisa membuktikan sesuatu atau tidak. Tapi sebaiknya kamu harus tahu soal video yang aku rekam sendiri ini. Karena entah mengapa, aku mendadak takut terjadi sesuatu pada Risa dan Mei di rumah Nyai Kenanga yang mereka tempati.

Isi pesan dari Romi jelas membuat Zulkarnain merasa kebingungan. Ia bahkan sempat mengerenyitkan keningnya selama beberapa saat, sebelum akhirnya mengeluarkan earbuds dari dalam tas kerjanya. Ia menyambungkan earbuds tersebut ke telinganya, lalu mulai menonton video yang dikirimkan oleh Romi. Meski keadaan di dalam video itu agak gelap, tapi Zulkarnain jelas bisa mengenali siapa sosok yang diikuti oleh Romi dalam video itu.

Kedua matanya membola. Ia tidak bisa berhenti menatap sosok Sutejo yang ada di dalam video itu. Ia menggeram pelan sambil mengepalkan tangan kirinya kuat-kuat. Ia merasa marah karena Sutejo telah begitu berani melangkahkan kakinya untuk masuk ke rumah milik Nyai Kenanga tanpa izin. Setelah selesai menonton video itu sampai selesai, ia pun segera membalas pesan dari Romi.

ZUL
Tapi si tua bangka itu tidak sampai menyentuh pintu rumah Nyai Kenanga, 'kan? Dia tidak terlihat akan menyakiti Mei atau Risa, 'kan?

Romi membalas beberapa saat kemudian, padahal dirinya saat itu sedang mengawasi Sutejo yang tampak sedang berusaha menjemur dirinya di bawah sinar matahari.

ROMI
Enggak sama sekali, Zul. Dia belum sempat sampai ke halaman belakang rumah, tapi sudah kejang-kejang duluan di jalanan samping rumah. Setelah itu dia langsung lari dari sana, dan ternyata dia menggaruk-garuk seluruh tubuhnya saat sampai di teras rumahnya sendiri. Dia terkena kutukan di rumahnya Nyai Kenanga, Zul. Saat ini pun aku sedang melihatnya berjemur di bawah sinar matahari dengan kulit penuh bisul dan nanah.

Romi mengirim pesan itu beserta sebuah foto yang baru saja ia ambil. Zulkarnain membaca pesan itu sambil melihat foto yang dikirimkan oleh Romi.

ROMI
Aku yakin sekali itu adalah akibat yang dia terima karena masuk ke rumah milik Nyai Kenanga tanpa izin. Aku juga ikut masuk ke sana karena harus mengikutinya, tapi aku meminta izin dulu sebelum masuk meski harus berbisik-bisik. Aku benar-benar tidak kena kutukan loh, Zul. Bersih sekali kulitku, sementara kulitnya Mbah Tejo mengerikannya minta ampun.

Zulkarnain pun seketika teringat dengan Risa saat pertama kali akan menginjakkan kaki ke halaman rumah milik Nyai Kenanga. Risa juga melakukan hal yang serupa dengan meminta izin terhadap pemilik rumah. Dan hal itu Risa lakukan sambil menatap ke arah jendela rumah Nyai Kenanga sambil menangkupkan tangan di depan dadanya dan juga menunduk dengan sopan.

"Assalamu'alaikum, Nyai. Aku meminta izin masuk ke dalam rumah milik Nyai untuk bertamu."

Itu adalah kalimat yang Risa ucapkan dan tentu saja masih diingat jelas oleh Zulkarnain. Pria itu pun segera mengetik pesan balasan kepada Romi setelah mengingat hal itu.

ZUL
Coba tuliskan, kamu meminta izin dengan kalimat seperti apa semalam?

ROMI
Semalam aku bilang begini, 'Assalamu'alaikum, Nyai Kenanga. Aku mohon izin masuk. Aku mau mengikuti Mbah-mbah tidak tahu diri itu'. Lalu saat akan keluar kembali dari sana setelah aku keluar dari bagian bawah mobilnya Risa, aku bilang 'Nyai Kenanga, aku permisi dulu. Maaf kalau aku bertamu dengan tidak sopan. Maaf. Assalamu'alaikum'. Tapi aku bicara begitu sambil bisik-bisik, Zul. Soalnya takut ketahuan sama Mbah Tejo kalau aku mengikuti dia. Aku malahan enggak takut kalau akan ketahuan oleh Risa atau Mei. Soalnya aku punya bukti, kalau aku memang sedang mengikuti Mbah Tejo.

ZUL
Tampaknya kamu benar, Rom. Yang masuk ke rumah Nyai Kenanga tanpa izin akan langsung terkena kutukan. Risa pernah mengatakan hal itu padaku, dan dia membuktikannya dengan meminta izin lebih dulu sebelum masuk ke halaman rumah Nyai Kenanga. Bahkan saat pertama kali itu, Risa juga bertindak sangat sopan sekali dengan menangkupkan kedua tangannya di depan dada dan menundukkan kepalanya.

ROMI
Aku maunya juga begitu, Zul. Cuma kalau aku semalam melakukan yang lebih lengkap seperti yang Risa lakukan, bisa-bisa aku keburu ketahuan oleh Mbah Tejo bahwa aku sedang mengikutinya. Makanya aku izin masuk sebisa yang aku mampu saja, karena keadaannya sedang darurat.

Di rumah Nyai Kenanga, Risa dan Meilani menyambut kedatangan Panji dan Kumala yang kembali datang bertamu. Kumala memeluk Risa begitu lama sambil terus memeriksa keadaan wanita itu, setelah kemarin dulu harus ia tinggalkan pulang padahal Risa masih belum sadar dari pingsannya. Risa benar-benar meyakinkan Kumala, bahwa dirinya baik-baik saja dan sama sekali tidak merasakan sakit pada bagian manapun di tubuhnya. Jawaban itu jelas membuat Panji dan Dandi merasa sangat lega luar biasa. Mereka jelas merasa sangat khawatir pada saat itu, namun tidak bisa banyak mengutarakan rasa khawatir itu seperti yang Kumala lakukan.

"Wah ... bunga mawar putihnya benar-benar selalu segar. Mbah jadi ingin juga punya taman bunga secantik ini. Tapi sayang, Mbah hanya bisa menanam dalam pot kalau di rumah," ungkap Kumala yang saat itu sedang melihat-lihat ke halaman belakang bersama Panji.

"Itu di teras depan juga tampaknya ada pohon-pohon bunga mawar, Bu. Ditanamnya pun pada pot," ujar Panji.

"Itu aku yang beli, Mbah Kakung. Aku belum sempat mau pindahkan langsung ke tanah, karena belum ada waktu untuk membuat taman di depan. Lagi pula, aku belum minta izin pada Nyai Kenanga. Takutnya Nyai Kenanga tidak suka jika aku membuat taman bunga mawar di halaman depan," jelas Risa, sambil tersenyum malu-malu.

"Pastilah Nyai Kenanga akan suka, Nak. Tidak mungkin Nyai Kenanga tidak suka jika kamu menanamnya dengan penuh cinta. Lihat taman bunga mawar yang ada di sini. Mereka tumbuh subur dan selalu segar karena Nyai Kenanga menanamnya dengan penuh cinta," Kumala meyakinkan Risa agar tidak merasa ragu untuk membuat taman di depan rumah.

Panji pun tersenyum saat mendengar bagaimana Kumala meyakinkan Risa soal rencananya. Ia yakin sekali kalau Nyai Kenanga juga setuju dengan keinginan Risa, karena mereka adalah dua orang yang sama-sama menyukai bunga mawar putih.

"Menurut Mbah Putri, begitu? Tapi nanti halaman depan rumah jadinya akan sedikit berubah dari keadaan awalnya. Soalnya aku butuh membongkar lantai halaman untuk menempatkan tanah yang subur di sana. Apakah tidak apa-apa, ya, Mbah?"

Risa tampak sedang berpikir keras.

"Ambil saja setiap bagian pinggir halaman, Nak. Jangan juga terlalu banyak, karena kamu akan butuh memarkirkan mobil serta menyediakan jalan masuk menuju rumah. Bagaimana? Mau Mbah Kakung gambarkan?" tawar Panji.

Risa pun tersenyum dan mengangguk penuh semangat.

"Mau, Mbah Kakung. Sebentar, ya, biar aku ambilkan dulu kertas dan pensil untuk Mbah Kakung."

Panji dan Kumala pun tertawa kompak saat melihat betapa semangatnya Risa soal ingin membuat taman bunga mawar di halaman depan.

"Dia itu benar-benar seperti Kenanga. Bahkan termasuk sifat dan tingkah lakunya," ujar Panji, apa adanya.

"Dan kalau Nyai Kenanga masih ada sekarang, mungkin orang akan mengira kalau Risa adalah Putri dari Nyai Kenanga," tambah Kumala, setuju dengan apa yang Panji katakan.

* * *

TEROR MAWAR BERDARAH (Proses Penerbitan)Where stories live. Discover now