3 | Memilih Diam Saja

2.8K 255 6
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

"Oh ... ada yang sudah memperlihatkan wujud, rupanya. Bagaimana yang kamu lihat? Apakah ... menyeramkan?" tanya Meilani, sangat ingin tahu.

"Mana mungkin aku senyum kalau yang aku lihat menyeramkan? Sosok penunggu rumah itu sangat cantik dan tampaknya dia sangat ramah. Dia senyum padaku, makanya aku membalas senyumnya. Kalau yang aku lihat menyeramkan, maka aku akan memberi tahu kamu supaya berhati-hati. Soalnya yang menyeramkan biasanya cukup jahat dan bisa merasuki tubuh manusia," jawab Risa.

"Oke. Aku akan mendengarkan kamu kalau memang itu adalah peringatan penting. Enggak lucu dong, kalau sampai aku harus kesurupan gara-gara kemasukan makhluk halus yang menyeramkan," tanggap Meilani.

"Iya, enggak lucu. Kamu enggak kesurupan saja tingkahmu terkadang seperti orang kesurupan. Entah bagaimana kalau kamu sampai kesurupan betulan," sahut Risa.

"Risa!" omel Meilani.

"Kalian sedang membicarakan apa? Kenapa sepertinya pembicaraan kalian seru sekali?" tanya Dandi, yang entah sejak kapan sudah berada di belakang kedua wanita itu.

Meilani dan Risa jelas langsung terdiam di tempatnya, saat melihat wajah Dandi yang mendadak muncul secara tiba-tiba. Mereka merasa sangat kaget karena tidak menduga kalau pria itu akan muncul di belakang mereka, padahal tadi Dandi masih bersama dengan Zulkarnain.

"P--Pak Dandi? Sejak kapan Pak Dandi ada di belakang kami?" tanya Meilani, agak terbata-bata.

"Baru saja aku sampai di belakang kalian. Kenapa? Apakah kalian sedang menggosipkan aku?" duga Dandi.

"Astaghfirullah," sahut Risa dengan cepat sambil mengusap dadanya. "Mohon maaf, Kang Mas Dandi Satriaji. Sampeyan tidak perlu khawatir sampai sejauh itu. Mulut kami berdua ini selalu jauh dari yang namanya gosip-menggosipkan orang lain. Insya Allah yang akan selalu keluar dari mulut kami ini hanyalah fakta," jelas Risa, agar Dandi tidak salah paham.

Dandi pun tertawa pelan, setelah Risa mengeluarkan unek-unek terpendam secara terbuka di hadapannya. Hal itu jelas membuat Risa dan Meilani merasa sangat lega, karena Dandi sepertinya benar-benar baru tiba di belakang mereka dan tidak mendengar sama sekali soal pembicaraan mereka mengenai makhluk halus yang bisa dilihat oleh Risa. Sejak dulu, Risa memang selalu menyembunyikan kemampuan kedua matanya tersebut. Hanya kepada Meilani wanita itu berani terbuka dan berkata jujur soal dirinya yang memang seorang indigo sejak lahir.

"Terima kasih loh, Dek Risa, karena kamu bersedia memanggilku 'Kang Mas'. Tapi sebaiknya cukup panggil 'Mas' saja. Biar tidak terlalu kebangetan sopan kedengarannya," saran Dandi.

Risa ternganga usai mendengar tanggapan Dandi soal panggilan yang ia sematkan. Ia pikir Dandi akan segera berhenti memanggilnya 'Dek', jika ia menyematkan panggilan 'Kang Mas'. Tapi harapannya jelas tidak berlabuh pada posisi yang tepat, karena Dandi justru merespon hal tersebut dengan positif dan hanya memintanya meralat sedikit panggilan terhadapnya. Meilani tahu dan sadar diri kalau akan terjebak di antara Risa serta Dandi. Untuk itulah ia segera angkat kaki dan berjalan menjauh dari kedua insan tersebut secepat mungkin.

"Wah ... tampaknya ada yang salah dengan diri anda hari ini, Pak Dandi," ujar Risa, langsung mengeluarkan asumsinya sendiri.

Tawa di wajah Dandi pun seketika meredup dan berganti dengan ekspresi gemas.

"Kenapa panggil 'Pak' lagi, sih, Dek Risa? Tadi sudah benar loh kamu panggil aku 'Kang Mas'. Hanya perlu dikurangi saja sedikit menjadi 'Mas'. Jangan malah kembali lagi memanggil 'Pak', dong," protes Dandi.

Risa mengerenyitkan keningnya selama beberapa saat, namun segera sadar bahwa mood Dandi harus selalu dijaga agar pria itu tidak merasa sebal terhadapnya. Saat ini mereka tengah bekerja di luar kantor, dan menjaga mood Dandi agar tetap bagus adalah hal yang jelas harus Risa usahakan. Maka dari itulah Risa pun akhirnya hanya bisa mengangguk setuju saja dengan permintaan dari Dandi saat itu.

"Iya ... iya ... oke. Aku akan memanggil Mas Dandi, selama kita berada di luar kantor. Tapi janji, tolong jangan minta yang aneh-aneh lagi," pinta Risa.

"Oke. Setuju. Insya Allah aku enggak akan meminta yang aneh-aneh lagi sama kamu, Dek Risa," janji Dandi, tampak begitu senang dengan senyum yang baru saja kembali menghiasi wajahnya.

Risa pun segera berbalik untuk menghindari tatapan Dandi. Ia tersenyum diam-diam selama beberapa saat, lalu kembali mengendalikan dirinya agar tak ketahuan merasa senang oleh pria yang notabene adalah atasannya di kantor. Ia tidak peduli jika ada yang ingin menggosipkannya. Ia hanya tidak mau jika ada yang menggosipkan Dandi, karena hal itu akan berimbas buruk pada karir Dandi yang sangat cemerlang di kepolisian selama ini. Hal itu akan menjadi coreng hitam bagi Dandi, jika sampai ada yang menggosipkannya menyukai bawahan sendiri.

Dandi pun mengikuti langkah Risa sambil sesekali menoleh ke arah rumah kosong yang tadi juga ia lewati. Ia sengaja tidak mengatakan yang sebenarnya pada Risa ataupun Meilani, tentang dirinya yang mendengar semua pembicaraan kedua wanita itu soal kemampuan mata Risa yang selama ini dirahasiakan. Ia sebenarnya merasa kaget akan hal tersebut. Namun sebisa mungkin ia mencoba bungkam agar Risa tidak menghindarinya. Karena saat itu adalah pertama kalinya ia bisa benar-benar berada di dekat Risa dan tidak mendapat sikap yang dingin dari wanita itu. Jelas Dandi tidak ingin merusak keadaan itu dengan menanyakan soal kelebihan mata Risa yang dirahasiakan oleh wanita itu.

Meilani tampak sedang mencoba menekan-nekan bel di depan pagar sebuah rumah yang masih terpasang bendera kuning. Namun sayangnya meski telah beberapa kali Meilani menekan bel tersebut tetap saja tidak ada orang yang keluar untuk membukakan pagar. Risa dan Dandi pun tiba di tempat Meilani berada tak lama kemudian. Risa langsung berdiri di samping Meilani yang masih berusaha menekan bel rumah.

"Mungkin yang punya rumah belum pulang," ujar Risa.

"'Kan lagi dalam kondisi berduka. Masa iya sih, anggota keluarganya malah pergi-pergi dan bukannya diam di rumah selama masa berkabung," balas Meilani.

"Mei, cara orang menghadapi duka itu ada banyak. Enggak semua orang menghadapi duka cita dengan cara berdiam diri di rumah sambil menangisi yang sudah meninggal. Sah-sah saja jika orang yang sedang berkabung pergi dari rumah untuk mencari penghiburan atas rasa dukanya. Kita sebagai manusia harus bisa memaklumi hal tersebut, bukan malah menghujat atau memikirkan hal yang aneh-aneh. Itu loh, ada tetangga di sebelah rumahnya. Ayo, kita coba tanya saja sama tetangganya," ajak Risa, sambil merangkul Meilani agar bisa lebih bersabar.

Dandi pun lagi-lagi tersenyum setelah sejak tadi hanya mendengarkan Risa menasehati Meilani. Ia benar-benar bahagia saat melihat apa yang dilihatnya hari itu.

"Kamu yang ada di masa lalu dan yang ada di masa sekarang benar-benar tidak ada bedanya. Aku bangga padamu dan akan selalu begitu, Risa," batin Dandi.

* * *

TEROR MAWAR BERDARAH (SUDAH TERBIT)On viuen les histories. Descobreix ara