47 | Tak Lagi Berpikir Jernih

1.6K 188 35
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Risa mengangkat telepon dari Zulkarnain setelah memperlihatkan ponselnya pada Meilani yang masih memasak di dapur. Ia menekan tombol loudspeaker ketika mengangkat telepon itu, agar Meilani juga bisa ikut mendengarkan pembicaraan mereka.

"Halo, assalamu'alaikum Zul. Ada apa?" tanya Risa.

"Wa'alaikumsalam, Sa. Kamu ada waktu pagi ini? Aku ada di rumah Romi dan sedang membicarakan sesuatu. Romi punya bukti yang tidak akan terbantah, yang terhubung dengan perbuatan Mbah Tejo terhadap Nyai Kenanga," jawab Zulkarnain.

"Oh, ya? Kamu sudah lihat bukti yang Romi punya itu, Zul?"

"Sudah, Sa. Makanya aku langsung telepon kamu. Kamu bisa datang ke sini? Aku dan Romi menunggumu di halaman rumah Romi. Kalau mau bawa Mei juga ...."

"Mei masih memasak, Zul. Aku ke sana sendiri saja. Tunggu, ya. Aku jalan sekarang. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Setelah sambungan telepon itu terputus, Risa pun langsung menyimpan ponselnya ke dalam saku jaket yang ia pakai.

"Aku langsung ke rumahnya Romi, ya, Mei," pamit Risa.

"Iya, Sa. Maaf ya, aku enggak bisa menemani kamu pagi ini. Masakanku belum beres gara-gara tukang sayurnya terlambat lewat," balas Meilani, sambil memasang ekspresi sedih.

Risa pun terkekeh saat melihat ekspresi Meilani yang sejak semalam masih saja berupaya menghibur dirinya.

"Enggak usah memasang wajah begitu, Mei. Aku cuma mau ke rumahnya Romi, bukan ke sarang macan. Lagi pula di rumahnya Romi 'kan ada calon Suamimu yang akan memantau aku selagi kamu tidak bisa memantauku," goda Risa, dengan sengaja.

"Aduh! Sudah sana cepat pergi! Jangan bikin wajahku memerah seperti kepiting rebus pagi-pagi buta begini!" omel Meilani.

Risa pun tertawa lepas saat berhasil menggoda Meilani soal Zulkarnain. Pria itu semalam sudah mengukuhkan diri sebagai calon suami Meilani di depan semua orang, ketika makan malam berlangsung. Jadi Risa jelas kembali memiliki bahan baru untuk menggoda Meilani, dan Meilani jelas tidak bisa menghindari itu. Risa pun segera keluar dari rumah Nyai Kenanga dan berjalan santai menuju ke arah rumah Romi. Ia sama sekali belum memakai seragam Polisi yang biasa ia pakai, meski saat itu ia sudah mandi. Ia sengaja membiarkan rambutnya kering lebih dulu, karena tidak mau bagian belakang seragamnya terkena tetesan-tetesan air yang masih tersisa pada rambutnya.

Baru berjalan tidak seberapa jauh dari rumah Nyai Kenanga, seseorang mendadak membekap mulut Risa dari belakang secara tiba-tiba. Risa jelas merasa kaget dengan kejadian itu, membuatnya mulai meronta-ronta meski tubuhnya saat itu tengah diseret oleh orang yang membekap mulutnya.

"MMM!!! MMM-MMHHH!!!"

"Diam, Risa! Kalau kamu tidak mau diam, maka akan kupatahkan lehermu sekarang juga!" ancam orang itu.

Risa jelas mengenali suara itu. Itu adalah suara Kahlil dan ia jelas tidak mungkin salah memperkirakan, meski saat itu Risa tidak bisa melihat ke arah belakang. Kahlil terus menyeret tubuh Risa yang meronta-ronta dengan seluruh kekuatan yang dimilikinya. Kahlil membawa Risa menuju ke sebuah kebun kosong yang tidak seberapa jauh dari rumah-rumah warga. Kahlil membawa Risa ke kebun kosong itu karena tahu bahwa tidak akan ada yang menolong Risa meski berteriak meminta tolong. Para warga yang tinggal di dekat kebun kosong itu notabene bekerja di sawah dan selalu pergi pagi-pagi sekali. Jadi meski Risa berteriak sekalipun, jelas tidak akan ada yang datang untuk menolong.

Setibanya di kebun kosong itu, Kahlil pun langsung membanting tubuh Risa ke atas tanah berbatu dan rerumputan dengan sangat keras. Risa bahkan sempat menjerit saat merasakan sakit yang mendadak menjalari seluruh tubuhnya ketika Kahlil membanting dirinya. Kaki Kahlil menginjak paha kanan Risa hingga wanita itu terkunci di tempat. Risa benar-benar kesakitan karena paha bawahnya kini terasa seperti tertusuk oleh sesuatu yang tajam. Kahlil menatap wajah Risa dengan penuh nafsu, lalu mulai membuka kancing dan resleting celananya. Risa berusaha menutup kedua matanya agar tidak perlu melihat ke arah Kahlil yang saat itu baru saja akan menurunkan celananya.

"LEPASKAN AKU KAHLIL!!! LEPASKAN AKU!!! TOLONG!!! SIAPAPUN, TOLONG AKU!!!" teriak Risa sekencang mungkin.

Kahlil pun tertawa mengejek kepada Risa yang terus menutup kedua matanya karena tak mau melihat ke arah Kahlil.

"Kamu itu bodoh sekali, Sa. Di Desa ini semua orang sudah berangkat pagi-pagi sekali ke sawah. Jadi meski kamu teriak, tidak akan ada yang datang menolongmu. Ayo, teriak saja! Buktikan kata-kataku barusan!" tantang Kahlil.

Risa berusaha bangun dan mulai memukuli kaki Kahlil dengan tinjunya yang memang selalu menyakitkan. Kahlil pun tahu kalau Risa memiliki pukulan yang sangat menyakitkan jika tidak segera dihentikan.

"Kurang ajar kamu, Kahlil!!! Manusia sinting!!! Lepaskan aku!!! Lepaskan, sialan!!!" Risa memaki-maki Kahlil sambil meronta-ronta lagi seperti tadi.

PLAK-PLAK-PLAK!!!

Kahlil sudah kehilangan kesabaran dan menampar wajah Risa berulang-ulang dengan sangat keras.

"ARGGHHH!!! KAHLIL SIALAN!!!" teriak Risa, sambil menahan rasa pusing yang begitu dahsyat pada kepalanya akibat menerima tamparan keras.

Kahlil pun tidak lagi ingin buang-buang waktu. Ia segera berlutut sambil tetap menginjak paha Risa. Kali ini kedua paha Risa diinjak menggunakan kedua lutut laki-laki itu. Kahlil memaksa menahan kedua tangan Risa sampai wanita itu benar-benar merebah di tanah berbatu.

"ARGGHHH!!! TOLONG!!! SIAPAPUN, TOLONG AKU!!! TOLONG!!!" Risa berusaha teriak sekali lagi, karena dirinya sudah benar-benar tidak bisa melawan.

Kahlil kini menahan kedua tangan Risa dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya ia gunakan untuk membuka celana training yang Risa kenakan. Sosok Nyai Kenanga muncul di tempat itu dan menatap marah ke arah Kahlil yang sedang mencoba melakukan hal yang sama, seperti yang pernah Sutejo lakukan padanya. Nyai Kenanga pun membuat suara teriakan Risa terdengar oleh seseorang, sehingga orang itu segera berlari ke arah kebun kosong tempat Kahlil berusaha memperkosa Risa.

"JANGAN KAHLIL!!! JANGAN PERKOSA AKU!!! TOLONG!!! TOLONG AKU!!! SIAPAPUN, TOLONG AKU!!!" teriak Risa, yang kini mulai menangis hebat.

Kahlil tidak peduli. Tali celana training yang Risa kenakan baru saja terbuka. Laki-laki itu akan menurunkan celana training tersebut, agar dirinya bisa melampiaskan nafsunya pada Risa. Namun sayang, hal itu jelas tidak bisa terjadi.

BUGH!!!

Seseorang datang dan memukul kepala Kahlil dengan batang kayu yang cukup besar, sehingga Kahlil pun terkapar seketika di atas tanah berbatu. Risa menangis hebat saat akhirnya ia terbebas dari kungkungan Kahlil yang hampir memperkosanya. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi pada hidupnya, jika Kahlil sampai berhasil melakukan hal bejat itu.

"Romi! Di sini, Nak! Cepat ke sini!" seru Rumsiah, orang yang memukul kepala Kahlil.

Romi dan Zulkarnain tiba di lokasi beberapa saat kemudian. Mereka begitu terkejut saat melihat Risa yang wajahnya sudah dipenuhi memar dan bahkan berdarah pada sudut bibir kirinya.

"Astaghfirullah, Risa!!!" Zulkarnain begitu shock.

Pria itu langsung meraih tubuh Risa dan menggendongnya. Dengan sigap, Zulkarnain segera mengeluarkan Risa dari kebun kosong itu dan membawanya ke rumah Nyai Kenanga bersama Rumsiah. Romi dan Siti tetap di kebun kosong itu untuk mengikat tangan Kahlil dan menyeretnya ke Kantor Polisi.

Saat Zulkarnain tiba di depan rumah Nyai Kenanga, Meilani yang sejak tadi sudah berusaha menghubungi Risa tampak sangat terkejut. Ia mendekat dengan wajah panik karena Risa terlihat sangat lemas dan mengalami memar serta luka pada wajahnya.

"Astaghfirullah!!! Risa kenapa, Zul??? Risa kenapa???" tanya Meilani, dengan nada yang tinggi.

"Kahlil berusaha memperkosanya di kebun kosong, Mei. Mbah Rumsi yang mendengar suara teriakan minta tolongnya. Sekarang cepat, sebaiknya kita bawa dia ke rumah sakit agar bisa menjalani visum," jawab Zulkarnain, to the point.

* * *

TEROR MAWAR BERDARAH (SUDAH TERBIT)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora