21 | Bukti Tak Sengaja

1.8K 194 7
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Risa pun kini menatap ke arah Dandi, setelah mendengar pria itu mengajukan pertanyaan sekaligus permintaan untuk menjelaskan kepada dirinya.

"Begini, Mas Dandi. Mas Dandi masih ingat saat pertama kali kita menemukan kebun bunga mawar putih yang begitu terawat di belakang rumah Nyai Kenanga?" tanya Risa.

"Iya. Aku masih ingat, Dek. Kita sama-sama tiba di kebun bunga mawar putih itu lebih dulu daripada Mei dan Zul. Kita juga sama-sama kaget karena melihat kebun bunga mawar putih yang begitu terawat di belakang rumah Nyai Kenanga. Padahal di seluruh rumah bagian lain, entah itu di halaman depan dan juga bagian dalam rumah, sama sekali tidak terawat. Sangat khas dengan ciri-ciri rumah yang sudah lama tidak ditempati, kecuali halaman belakang itu," jawab Dandi.

"Berarti Mas Dandi juga ingat soal aku yang menghirup aroma bunga mawar putih di halaman belakang itu sebanyak dua kali?" Risa kembali bertanya.

"Ya, jelas aku ingat soal itu. Aku bahkan sempat mengambil foto dirimu yang sedang menghirup aroma bunga mawar putih di halaman belakang rumah Nyai Kenanga secara diam-diam."

"Hm ..." kedua mata Zulkarnain langsung membola, "... sudah sampai ditahap ambil foto secara sembunyi-sembunyi rupanya kamu, Mas Dandi?"

Wajah Dandi pun langsung memerah saat Zulkarnain dengan sengaja menyindirnya di hadapan Risa. Zulkarnain kini berusaha menahan tawa, sementara Asih sudah mulai menegur Zulkarnain dengan pukulan-pukulan ringan pada lengan pria itu, dengan tujuan agar Zulkarnain tidak memperkeruh suasana di antara Risa dan Dandi.

"Mas Dandi sempat ambil foto? Boleh kulihat fotonya?" tanya Risa, sambil mengeluarkan ponsel miliknya sendiri.

"Bo--boleh. Ta--tapi jangan kamu hapus, ya," pinta Dandi, yang jelas takut kalau Risa akan menghapus foto yang diambilnya itu.

"Mana mungkin aku berani melakukannya, Mas? Itu ponselmu, bukan ponselku. Tidak sopan kalau aku menghapus foto itu dari ponselmu, meskipun Mas Dandi juga tidak sopan karena sudah mengambil fotoku secara diam-diam," tanggap Risa, benar-benar santai.

Ponsel milik Dandi pun kini berada di tangan Risa dan sudah memperlihatkan foto yang kemarin Dandi ambil. Namun Risa tidak langsung menatap foto itu, tapi justru menatap serius ke arah Dandi.

"Dengarkan aku baik-baik. Baik itu Mas Dandi ataupun Zul," pinta Risa.

Yatno, Rumsiah, dan Asih menatap ketiga orang itu dalam diam. Seakan mereka ingin memberi waktu agar satu-persatu hal bisa terjabarkan dengan jelas.

"Jadi kemarin saat aku menghirup aroma bunga mawar putih di halaman belakang rumah Nyai Kenanga, aku bisa melihat dengan jelas bahwa ada garis kecil kecokelatan pada salah satu kelopak bagian luarnya. Aku akan buktikan hal itu dari foto yang Mas Dandi ambil," ujar Risa, yang kemudian memperbesar resolusi foto yang Dandi ambil.

Risa pun menunjukkan soal garis kecil kecokelatan pada kelopak bagian luar bunga mawar putih tersebut. Dandi dan Zulkarnain pun bisa melihatnya dengan sangat jelas.

"Nah ... saat teror mawar berdarah itu terjadi lagi pada siang hari kemarin setelah kita makan siang, aku memeriksa bunga mawar putih berlumuran darah yang tergeletak di teras rumah Mbah Tejo dan mengambil fotonya beberapa kali. Sekarang lihat foto yang aku ambil ini."

Risa menunjukkan foto bunga mawar berdarah yang ada di ponselnya. Dandi dan Zulkarnain pun terkejut setengah mati, ketika melihat garis kecil kecokelatan yang ada pada bagian luar kelopak bunga mawar berdarah itu. Keduanya langsung tidak bisa berkata apa-apa lagi setelah melihat bukti yang sangat nyata itu. Ponsel milik Dandi dan Risa pun berpindah ke tangan Zulkarnain.

"Dan tadi pagi saat aku ke taman bunga mawar putih di belakang rumah untuk menyiram semua bunga itu, aku menemukan bahwa bunga yang kemarin aku hirup aromanya sudah tidak ada. Hanya tersisa tangkainya saja yang terlihat seperti baru habis dipotong oleh seseorang. Padahal kalian tahu sendiri bahwa tidak ada yang berani masuk ke area rumah Nyai Kenanga karena takut terkena kutukan. Dan ... yang lebih meyakinkan lagi bahwa teror itu datang dari Nyai Kenanga dan terhubung dengan buruknya hubungan Nyai Kenanga dan Mbah Tejo adalah, saat aku menghirup aroma bunga mawar putih tadi pagi di halaman belakang, aku mendapatkan sekelebat bayangan kejadian yang jelas tidak pernah aku lalui selama hidupku. Di dalam kelebatan bayangan itu ada seraut wajah yang masih muda dan aku melukiskannya saat berada di kantor, tadi."

Risa pun membuka kertas berisi gambar sebuah wajah yang ia lukis saat berada di kantor. Semua orang menatap gambar itu--kecuali Zulkarnain yang sedang fokus dengan ponsel milik Dandi dan Risa--lalu sebagian menghela nafas karena mengenali wajah siapa yang dilukis oleh Risa di atas kertas tersebut.

"I--itu ... itu wajah Mbah Tejo saat masih muda dulu. Mustahil kalau Nak Risa berbohong soal semua yang dia jelaskan, tapi kemudian dia bisa melukiskan wajah itu dengan sangat tepat. Dia jelas tidak berbohong sama sekali," yakin Asih, sambil memegangi dadanya yang agak berdebar-debar akibat kaget.

"Ya, itu benar. Lagi pula mana mungkin Nak Risa bisa menggambar secepat itu jika dia tidak benar-benar melihat sekelebat bayangan tadi pagi. Dia 'kan baru bertemu Mbah Tejo satu kali kemarin siang," tambah Rumsiah.

"Oh! Ya Allah!" seru Zulkarnain tiba-tiba, terdengar sangat kaget.

Semua orang pun langsung menoleh ke arah pria itu.

"Ada apa, Zul?" tanya Yatno.

"I--itu, Mbah ... i--itu ...."

"Bicara yang benar, Zul. Jangan sepotong-sepotong begitu," tegur Asih.

Zulkarnain pun langsung berdiri dan mendekat pada ketiga orang yang ada di hadapannya sambil memperlihatkan foto Risa yang sedang menghirup bunga mawar putih di ponsel Dandi. Ia memperbesar foto itu, lalu mengarahkan ke sudut halaman belakang rumah Nyai Kenanga, tepatnya di dekat pintu masuk bagian belakang.

"Itu ... Nyai Kenanga," ujar Zulkarnain, dengan kedua tangan gemetar.

"Ya Allah!!!" tanggap Yatno, Asih, dan Rumsiah.

"Itu benar-benar Nyai Kenanga, Pak. Nyai Kenanga yang dulu sering kita lihat di Desa ini," ujar Asih, sambil merangkul lengan Yatno erat-erat.

"Iya, benar. Nyai Kenanga kemarin memang berada di sudut halaman belakang dekat pintu masuk bagian belakang, ketika kami berempat tiba di kebun bunga mawar putih miliknya. Dia yang memanggil aku untuk masuk ke dalam rumahnya. Mungkin ... dia ingin menunjukkan bahwa pintu rumah bagian belakang itu tidak terkunci seperti pintu rumah bagian depan. Yang menandakan bahwa dia memang tidak pernah pergi dari rumah itu dan masih berada di sana. Aku hanya perlu menemukannya, agar dia tidak lagi terjebak di sana," ujar Risa, tampak benar-benar bertekad.

* * *

TEROR MAWAR BERDARAH (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now