40 | Kahlil Mencari Keributan

1.6K 179 3
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Romi menatap ke arah Zulkarnain yang siang itu sengaja bertemu dengannya di depan kantor. Romi meminum kopi susu yang di pesannya, sementara Zulkarnain lebih memilih mendinginkan dulu kopi hitam miliknya.

"Jadi, kamu butuh bantuanku untuk mengawasi Mbah Tejo selama penyelidikan soal teror mawar berdarah itu masih berlangsung?" tanya Romi.

"Iya. Aku butuh kamu mengawasi Mbah Tejo selama dia ada di rumahnya. Rumahmu adalah yang paling dekat dari rumahnya. Jadi aku meminta bantuanmu," jawab Zulkarnain.

"Rumah Kahlil jelas jauh lebih dekat dari rumah Mbah Tejo. Rumahku masih terhalang rumah Kahlil kalau untuk memantau Mbah Tejo. Kamu enggak mau minta bantuan Kahlil?" saran Romi.

"Dan membuat Risa memusuhiku kembali, setelah susah payah aku mendapatkan maaf darinya? Jelas aku tidak akan pernah melakukan hal itu sampai kapan pun, Rom," tanggap Zulkarnain, dingin.

Romi pun tersenyum sambil kembali menyeruput kopi susu miliknya.

"Kamu takut dimusuhi kembali oleh Risa, atau takut Meilani akan menolak lamaranmu kalau kamu melamar? Mbahku mendengar kabar dari Mbahmu, kalau kamu ternyata menaruh hati pada Mei," goda Romi, sambil berusaha menahan tawa.

"Mm ... Mbahku ternyata punya bakat untuk menjadi penggosip di Desa kita. Aku baru tahu tentang hal itu," gerutu Zulkarnain.

Dandi dan Meilani berjalan bersama ke arah rumah Rumsiah. Mereka berdua sengaja akan pergi ke sana lebih dulu, karena Risa masih menyiapkan makan siang untuk Panji dan Kumala di rumah milik Nyai Kenanga. Rencananya mereka bertiga akan mengawasi Sutejo dari arah rumah Rumsiah. Risa akan menyusul nanti setelah selesai mengurus Panji dan Kumala. Wanita itu tidak mau membuat Panji dan Kumala terabaikan di rumah, hanya karena harus mengawasi Sutejo.

"Kamu dan Zul sudah sampai tahap mana, Mei?" tanya Dandi, tiba-tiba.

"Eh? Sampai tahap mana? Perasaan aku dan Zul masih biasa-biasa saja, kok, Mas," jawab Meilani.

"Tapi kata Risa kamu sudah hampir dinikahkan sama Zul oleh Mbah Yatno dan Mbah Asih," ujar Dandi.

Meilani pun seketika tertawa saat mendengar hal yang Risa sampaikan pada Dandi. Dandi pun akhirnya ikut tertawa bersama Meilani, karena sadar bahwa mungkin itu hanya ucapan main-main dari Risa saja.

"Dia itu yang menjadi Drama Queen saat aku dan Zul ada di hadapan Mbah Asih, Mas. Dia mengadu sama Mbah Asih, bahwa Zul baru saja marah padanya gara-gara bermain-main soal akan pulang ke rumah Nyai Kenanga atau tidak. Akhirnya Mbah Asih memarahi kami berdua dan tercetuslah ucapan bahwa Mbah Asih akan melapor pada Mbah Yatno agar segera menikahkan Zul dengan aku. Jadi itu bukan kabar betulan, Mas. Masih tidak ada apa-apa kok antara aku dan Zul," jelas Meilani, benar-benar tidak bisa menahan tawanya.

"Mungkin itu juga bagian dari harapan Risa agar kamu segera berlabuh pada seseorang. Usia kamu sudah cukup matang, jadi dia tentu saja khawatir kalau kamu tidak akan bisa menemukan jodoh sendiri kalau tidak dijodoh-jodohkan," tanggap Dandi, mulai merasa geli sendiri dengan ucapannya.

"Mas ... jangan ikut-ikutan sama kelakuannya, Risa, ya! Aku benar-benar bisa mengomel panjang dari minggu ke minggu loh kalau sampai merasa kesal," ancam Mei.

Kahlil--yang saat itu sedang berada di rumah sendirian--bisa melihat dengan jelas keakraban yang terjadi antara Dandi dan Mei. Ia pun tersenyum licik, lalu segera berjalan menuju ke arah pagar rumahnya.

"Wah ... wah ... wah ...! Kalian sedang main api di belakang Risa, rupanya," pancing Kahlil.

Meilani dan Dandi pun langsung berhenti di tempatnya ketika mendengar tuduhan itu. Dandi pun segera menyeberangi jalan kecil di Desa itu untuk mendekat pada Kahlil.

"Kamu bilang apa barusan? Kurang ajar sekali kamu, sehingga berani menuduh-nuduh hal yang tidak benar begitu!" tegur Dandi, merasa sangat marah.

"Loh? Salahku di mana? Aku lihat sendiri kok kalau kamu akrab sekali dengan Mei di belakang Risa dan bahkan sampai tertawa-tawa lepas seperti orang kasmaran. Mau mengelak apa lagi kamu?" tantang Kahlil.

"Heh! Jaga bicaramu itu, ya! Kalau tidak ...."

"Kalau tidak, apa? Kamu mau apa, hah?" Kahlil semakin menantang.

"Ada apa ini?" tegur Risa, yang melihat kalau Dandi sedang bersitegang dengan Kahlil.

Kedua pria itu kompak menatap kepada Risa yang sedang berjalan ke arah mereka. Kahlil pun merasa senang karena Risa akhirnya muncul, karena dirinya memang mengharapkan hal itu sejak tadi. Ia ingin sekali segera membuat nama baik Dandi menjadi rusak di hadapan Risa, sehingga Risa tidak akan lagi mempercayai Dandi seperti sebelum-sebelumnya.

"Ini, Sa, laki-laki yang selalu berusaha mencari perhatianmu hari ini baru saja kedapatan jalan bersama dengan sahabatmu sendiri dan terlihat begitu akrab. Dia mendekati kamu, tapi dia jalan sama sahabatmu dan terang-terangan mengumbar kedekatan di depan umum," jawab Kahlil, melamar api dengan cepat.

Dandi benar-benar kesal karena Kahlil harus mengatakan tuduhan itu di hadapan Risa yang pernah satu kali merasakan namanya dikhianati. Pria itu benar-benar tampak frustrasi ketika Risa tetap saja memasang wajah datar sambil terus berjalan pelan-pelan. Meilani justru tampak biasa saja dan sama sekali tidak panik. Kahlil jelas tidak peduli dengan ekspresi Meilani dan lebih peduli dengan reaksi yang akan Risa keluarkan.

"Demi Allah enggak seperti itu kejadiannya, Dek. Aku bisa jelaskan sama kamu secara rinci. Aku enggak mungkin mendekati Mei, padahal aku tahu kalau dia dan Zul sedang pendekatan. Demi Allah, Dek, jangan percaya ucapan laki-laki ini," mohon Dandi, usai memberi penjelasan.

"Halah, munafik! Di depan Risa kamu bertingkah seakan tidak terjadi apa-apa, padahal tadi di belakangnya kamu jalan bersama dan bahkan tertawa-tawa sama Mei! Dasar laki-laki bermuka dua!" umpat Kahlil.

Risa pun akhirnya tiba di hadapan Dandi dan Kahlil. Ia segera menggenggam tangan Dandi dengan santai, sehingga ekspresi wajah Kahlil yang tadinya penuh dengan harapan baru langsung berubah kecut dalam sekejap. Meilani sendiri kini sudah tersenyum miring ke arah Kahlil untuk mengejeknya tanpa ragu.

"Mas Dandi kenapa berhenti di sini? Harusnya Mas Dandi tadi langsung saja pergi ke rumah Mbah Rumsi bersama Mei. Menghiraukan laki-laki itu hanya akan membuat Mas Dandi buang-buang waktu," ujar Risa.

"Hei! Kamu tuli, hah? Aku sudah bilang kalau tadi dia itu ...."

"Iyalah, Mas Dandi jalan sama sahabatku. 'Kan aku yang menyuruh Mei untuk menjaga Mas Dandi dari bacotan laki-laki macam kamu, selagi aku tidak ada di sisinya," potong Risa dengan cepat. "Kenapa? Kamu iri, ya? Makanya ... jadi laki-laki itu jangan hobi selingkuh dan hobi meraba-raba tubuh perempuan murahan, agar aku tidak merasa jijik terhadapmu! Sekarang sebaiknya kamu mundur saja, dan berhenti bertingkah seakan-akan aku bisa memberikan kesempatan kedua untuk kamu! Kamu tidak akan pernah mendapatkan kesempatan dariku meski hanya seujung kuku!"

Risa pun kemudian langsung menarik tangan Dandi agar ikut bersamanya menuju rumah Rumsiah. Meilani langsung tertawa keras saat akhirnya Kahlil benar-benar dibungkam oleh Risa.

* * *

TEROR MAWAR BERDARAH (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now