37. Mencair

381 49 114
                                    

Jangan lupa vote, comment and share!

Minimal 20 vote ya?

Ikuti saja dulu alurnya.

Terima kasih banyak untuk yang selalu mendukung tanpa menuntut ini itu.

Bab ini semoga bisa bikin kalian nyengir dikit.

Selamat membaca.

***

Keesokan harinya,

Thea melirik arloji di pergelangan kirinya. Waktu sudah menunjukan pukul 08.15 WIB. Itu artinya David sudah terlambat 15 menit. Kemarin laki-laki itu berjanji untuk menjemputnya pada pukul 08.00 WIB guna mengantar Thea mengambil ijazah SMA.

Deringan telepon dengan nama yang tertera 'David' tidak lagi Thea hiraukan. Ia melesat untuk keluar dari rumah. Kebetulan saudara-saudaranya sudah pergi duluan.

David mengalihkan atensinya dari telepon begitu mendapati sosok yang ia cari tengah berdiri di depannya. "Maaf telat 15 menit. Kok nggak diangkat teleponnya?"

Thea mengangguk. "Kayak sama siapa aja. Santai aja kali. Soal telepon, gue sengaja nggak angkat soalnya tau kalo lo udah sampe." Ujar Thea sambil tertawa.

"Hmm Thea."

Thea mengangkat sebelah alisnya. "Kenapa?"

"Sorry ya. Sebenarnya hari ini gue harus ke Bandung. Maaf mendadak padahal kemarin gue udah janji untuk nganterin lo." Ujar David merasa bersalah.

"Oh gitu ya."

Thea tampak berpikir sebelum berucap. "Ya nggak apa-apa sih. Mungkin lo kan ada urusan juga. Jadi gue bisa pergi sendiri kok. Aman." Ujar Thea meyakinkan. Jujur, ia sama sekali tidak keberatan akan hal itu.

David menggeleng. "Oh nggak. Lo tetap berangkat sama gue aja."

Thea mengerutkan alisnya. "Emangnya nggak jadi ke Bandung?"

"Jadi. Tapi nanti setelah anterin lo ke sekolah. Gue juga harus ngurus beberapa hal di sana, dan sekalian ambil ijazah SMA juga. Tapi itu masalahnya gue nggak bisa untuk nganterin lo balik." Jelas David.

Thea mengangguk mengerti. "Ih tapi nanti repot Vid. Mending ke Bandung sekarang aja biar urusannya juga bisa lebih cepat selesainya. Gue bisa pergi sendiri kok. Lo lupa gue bisa melesat?"

"Ya masa gue lupa. Tapi nggak apa-apa kok. Serius. Gue anterin lo dulu." Ujar David sambil tersenyum menatap Thea.

"Lagian gue yang nawarin berarti gue siap untuk direpotin." Ujar David.

Thea mengangguk seraya berucap, "Yaudah kalo maksa." Kemudian menaiki motor David dan keduanya berangkat menuju sekolah.

***

Galang terduduk di taman sekolah. Jika biasanya ditemani oleh Thea, kini ia ditemani oleh hembusan angin yang meski tidak berbentuk, tapi dapat dirasakan. Sejak tadi ia sudah tiba bersama Tobi, tapi ia memilih untuk menyendiri ke taman. Kebetulan suasana taman sedang sepi, karena kegiatan belajar mengajar sudah dimulai.

Bagi Galang, tempat ini cukup berarti. Demikian juga sekolah ini. Sekolah ini menjadi saksi perjalanannya; bersama Nayla ataupun Thea. Sampai saat ini pun masih menjadi saksi bahwa Galang perlahan kehilangan keduanya.

Ucapan-ucapan David semalam juga terus memenuhi pikirannya. Sedikit lagi. Galang akan benar-benar kehilangan Nayla.

Flashback on

KITA YANG BEDAWhere stories live. Discover now