35. Cinta atau Pengabdian?

395 47 77
                                    

Jangan lupa vote, comment, and share!

Bab ini sepenuh hati. Haha.
Padahal bab lain juga.

Minimal 25 vote bisa kali?!
Dengan readers segini, harusnya bisa ya.

Selamat membaca.

***

Thea menghampiri Tristan yang sedang merenung. Ia mengambil posisi duduk di sebelah Tristan. Setelah kembali dari ruangan Agra, Tristan tampak diam. "Lo kenapa?"

Tristan menatap Thea kemudian menggeleng. "Nggak. Gue baik-baik aja kok."

Thea menatap Tristan ragu. Ia mengenal Tristan bukan dalam waktu singkat, karena itu Thea yakin bahwa ada sesuatu yang sedang menggangu pikiran Tristan. "Apa ayah masih menekan lo untuk mengorbankan Nayla?"

"Gue nggak ngerti sama jalan pikiran ayah. Nggak ada satu pun yang bisa berubah secepat itu, Thea."

Thea mengerutkan alisnya. Ia masih belum paham akan arah pembahasan Tristan. "Maksudnya? Berubah apa?"

"Ayah meminta gue untuk menikahi Nayla."

Thea terdiam kemudian tertawa. "Ngaco lo. Ya nggak mungkin. Tapi bagus juga sih."

"Gue serius."

Thea menatap Tristan seolah mencari kebenaran. "Ya tapi gimana ceritanya? Bukannya selama ini ayah menentang?"

"Itu makanya Thea. Gue nggak tau harus bahagia atau apa, karena gue yakin ada yang nggak beres di sini. Mengizinkan gue untuk menikah dengan Nayla, dan memberi lampu hijau untuk kedekatan lo sama David. Itu apa maksudnya? Untuk kepentingan siapa?"

Tristan menatap lurus ke depan. "Lagipula, gue mencintai Nayla sebagai manusia. Gue nggak mau merubah takdir dia sebagai manusia dan membawa dia ke dunia kita. Dunia yang kelam, dan nggak menyenangkan."

Thea mengusap wajahnya pelan. Sedikit banyaknya ia paham dengan keresahan Tristan. "Tapi seandainya Nayla bersedia untuk menikah, berarti mungkin Nayla siap untuk menjadi vampire. Karena Nayla nggak mungkin mengandung dalam keadaan sebagai manusia. Apalagi mengandung anak vampire. Dia bisa mati."

Tristan mengalihkan atensinya pada Thea. "Maksudnya?"

"Ayah selalu mendesak Digo untuk meninggalkan atau menjadikan Sisi vampire. Itu bukan semata untuk keabadian. Bukan hanya karena manusia nggak bisa hidup lama. Tapi karena manusia nggak mungkin mengandung anak vampire."

"Ya sebenarnya bisa aja. Tapi dalam keadaan sebagai manusia, Sisi atau siapa pun bisa mati. Vampire itu menghisap darah dan kalo di dalam kandungan dia menggerogoti, dia menghisap darah ibunya, ibunya bisa mati karena kehabisan darah. Bayi vampire itu nggak sama kayak manusia pada umumnya."

Tristan menggaruk kepalanya mendengar penjelasan Thea. Penjelasan itu ada benarnya. "Jadi gue harus gimana Thea?"

Thea menggeleng. "Gue nggak tau Tristan. Apa lo berniat untuk menanyakan kesiapan Nayla tentang pernikahan? Untuk ukuran manusia, dia masih terlalu muda. Dia baru lulus SMA. Apa dia siap?"

Kini giliran Tristan yang menggeleng. "Gue nggak yakin juga. Tapi gue mau menyelidiki motif ayah. Kenapa ayah bisa berubah secepat ini? Ini nggak wajar."

Thea tampak berpikir mengenai kemungkinan yang mendorong keputusan Agra. Ia terbelalak dan menggeleng. Seolah menipis pemikiran itu. "Gue harap ini salah Tristan."

"Apa yang lo pikirin? Apa lo udah nemu jawabannya?"

Thea tampak ragu. Ia belum sepenuhnya yakin akan kemungkinan yang terlintas. Meskipun secara logika masuk akal. "Apa ini ada hubungannya dengan ayah yang akan naik tahta sebagai raja? Apa ini bagian dari strategi ayah menjelang peperangan? Ya meskipun kita belum tau kapan peperangan akan dimulai."

KITA YANG BEDAKde žijí příběhy. Začni objevovat