18. Jalan Keluar

388 44 46
                                    

Jangan lupa vote dan comment ya.

Your support means a lot.

Selamat membaca!

***

Nayla membelah kerumunan. Ia berlari memasuki rumah megah itu. Ia mendapati laki-laki yang ia cintai, terbujur kaku di sebuah peti mati.

Kedatangan Nayla sudah tentu menyita perhatian. Darah suci itu begitu menyengat.
Sementara, Sisi dan Galang mengikuti dari belakang.

Sisi langsung memeluk Digo. Untuk pertama kalinya, Sisi melihat sosok yang sering disebut tengil, songong, sombong dan kasar itu terlihat begitu rapuh.

"Tristan, bangun. Jangan tinggalin aku kayak gini." Ucap Nayla membelai lembut wajah Tristan.

"Ini pasti mimpi kan? Kamu nggak mungkin ninggalin aku. Aku percaya itu. Iya, ini mimpi. Ini salah satu mimpi terburuk dalam hidup aku, Tristan." Nayla menangis tidak percaya.

"Kamu janji kembali dengan selamat, tapi apa? Aku bakal tungguin kamu, pasti bentar lagi kamu bakal bangun kan? Bangun Tristan, udah ada aku di sini."

Nayla menggeleng dalam tangisannya. "Aku nggak bisa. Aku nggak bisa hidup tanpa kamu."

Galang merengkuh Nayla dalam pelukannya. Nayla juga memeluk Galang, seolah menyalurkan rasa sakitnya. "Sakit banget, Lang. Sakit."

Galang menutup mata dan mengusap lembut kepala Nayla. "Masih ada gue."

Thea mengalihkan pandangannya. Ia paham, ini bukan kondisi yang tepat untuk cemburu. Tapi rasa sakitnya jadi berkali-kali lipat.

"Thea."

Tepukan pada bahunya membuat Thea membalikkan badan. "Ayah mau bicara."

Thea mengangguk dan menyusul Agra yang melesat.

"Mau bicara apa ayah?" Tanya Thea.

"Apa kamu mengenal David, dan berhubungan baik dengan dia?" Tanya Agra to the point.

Thea mengerutkan alisnya. Ia cukup heran dengan pertanyaan Agra. "Thea kenal David, tapi hanya sebatas kenal ayah. Jadi kalo ayah tanya soal hubungan baik, mungkin masih terlalu dini untuk disimpulkan. Karena kita baru saling kenal." Jujur Thea pada Agra.

"Ayah sudah menemukan penyebab kematian Tristan."

Pernyataan yang satu itu berhasil menyita perhatian Thea. "Apa penyebabnya ayah?" Tanya Thea penasaran.

"Tristan masih punya harapan. Kematian ini disebabkan karena raga yang terpisah dari jiwa. Yang kembali ke rumah ini hanya raga. Bagi bangsa vampire, selama belum menjadi debu, sekat antara kematian dan kehidupan itu sangat tipis. Jadi, seperti yang ayah katakan di awal, Tristan masih punya harapan."

Thea jadi bingung sendiri. Kenapa Agra hanya menyampaikan hal ini pada dirinya? "Maksud ayah, jiwa Tristan terperangkap di suatu tempat, dan satu-satunya cara untuk menghidupkan Tristan adalah dengan menyatukan raga dan jiwa itu?"

Agra mengangguk. "Iya. Itu satu-satunya cara. Darah suci memang bisa mengobati hampir semua penyakit. Tapi ini kasus yang berbeda. Meneteskan darah suci, tidak akan semerta-merta membuat jiwa Tristan kembali."

"Thea rasa jiwa Tristan terperangkap di istana Venossa, karena itu tempat terakhir yang Tristan singgahi kan ayah?" Tanya Thea memastikan.

"Iya, besar kemungkinan di istana Venossa. Mungkin, David bisa membantu kamu untuk pergi ke sana." Ucap Agra.

KITA YANG BEDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang