22. Menyusun Rencana

432 46 98
                                    

Jangan lupa vote dan comment.

Selamat membaca!

***

Setelah dari ruangan Agra, Thea mengajak saudara-saudaranya untuk berkumpul di kamarnya.

Digo meletakan kedua tangannya di atas kepala. "Gila. Gue nggak bisa kayak gini terus."

"Cuma ada satu cara..." Ucap Thea mengantung.

"Apa?" Tanya Tristan.

"Melenyapkan Venossa." Tegas Thea.

"Gue setuju." Ucap Digo tanpa pikir panjang.

Liora melirik ke arah Thea, kemudian menggeleng. "Lo jangan gila ya, itu terlalu beresiko. Kita nggak mungkin bisa." Sanggah Liora.

Yasha tampak berpikir, sebelum ikut angkat suara. "Tapi Venossa punya kekuatan luar biasa, gue ragu akan rencana ini. Sebagai bangsawan vampire, ayah juga pasti berpihak pada Venossa. Ayah akan menentang rencana kita."

"Venossa itu kuat, tapi bukan berarti nggak bisa dikalahin. Kita cuma perlu untuk cari celah dan titik lemahnya. Soal ayah, ayah nggak perlu tau soal ini." Ucap Thea pada saudara-saudarnya.

Tristan berdeham. "Gue setuju Thea. Tapi kita harus menyusun rencana yang matang. Jangan sampe rencana untuk melenyapkan Venossa ini justru membuat kita kehilangan nyawa."

Yasha menutup mata sejenak. "Seandainya Venossa berhasil kita lenyapkan, apa itu artinya pemimpin Keluarga Agra yang akan menggantikan tahta Venossa?"

Deg

Pertanyaan Yasha ada benarnya. Tristan mengangguk. "Iya. Secara otomatis, ayah akan naik menjadi raja atas bangsa vampire, karena keluarga kita telah berhasil melenyapkan Venossa."

Yasha berdecak. "Justru itu masalahnya Tristan. Lo semua paham kan maksud gue? Ini kayak buah simalakama. Melenyapkan Venossa berarti membuat ayah naik menjadi raja atas bangsa vampire. Itu artinya sama aja. Ayah tetap akan menentang kita, bahkan lebih keras dari apa yang ayah lakukan sekarang."

Thea memijat pelipisnya pelan. Semua makin pelik. "Yasha bener. Gue bener-bener bingung harus gimana. Seandainya pun ayah makin keras, kita nggak mungkin melenyapkan ayah kan?"

Digo mengepalkan tangannya. "Tapi gue merasa kita masih punya harapan. Ayah kayak gini, bisa jadi itu tekanan dari Venossa kan? Jadi menurut lo semua, kita harus gimana? Kita bicara buat sekarang dulu deh. Kita nggak mungkin biarin Venossa makin semena-mena sama kita."

Liora tertawa kecil. "Simpan harapan lo, Digo. Ayah itu nggak jauh beda sama Venossa. Ayah naik menjadi raja, juga akan menyulitkan kita." Ujar Liora realis.

"Tapi Digo ada benernya Liora. Ayah sekeras ini, karena Venossa juga menekan ayah. Apa yang ayah lakukan saat ini, meskipun salah, adalah upaya untuk memastikan keselamatan kita." Jujur Yasha.

"Gimana kalo kita tetap dengan rencana awal? Soal ayah, bisa kita pikirin lagi nanti." Ujar Tristan.

Thea mengangguk. "Iya, soal ayah. Gue udah punya rencana lain. Setidaknya, kita fokus ke Venossa dulu. Jangan sampe ayah tau soal ini."

"Jadi rencananya bakal kayak gimana?" Tanya Digo.

"Gue belum bisa ikut sama kalian. Terlalu berbahaya." Liora punya pertimbangan tersendiri.

Thea menghela nafas pelan. "Terserah lo. Kita nggak bakal maksa kok."

"Tapi kita juga belum akan jalanin ini dalam satu atau dua hari kedepan. Besok kan ada acara perpisahan sekolah. Harusnya setelah itu udah agak lowong, dan kita bisa jalanin rencana ini."

KITA YANG BEDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang