36. Keresahan David

325 47 89
                                    

Jangan lupa vote, comment and share!

Kata aku sih dengan readers segitu,
minimal 25 vote bisa kali ya?

Bab ini yagitu deh.

Selamat membaca.

***

Keesokan harinya,

Digo duduk sembari memainkan gitar. Alunan nada Price Tag by Jessie J mengalun merdu dari mulut anak-anak Agra. Sayang, nyanyian itu terhenti ketika semua mendengar panggilan Agra.

"Ayah manggil." Ucap Tristan kemudian melesat mendahului. Diikuti oleh yang lain.

Digo meletakkan gitarnya pelan. Lalu menyusul saudara-saudaranya yang lain.

"Ada apa ayah?" Tanya Tristan.

Agra memandang lurus ke depan. "Ayah ingin mengundang pasangan-pasangan kalian untuk makan malam." Istilah makan malam yang Agra gunakan bukan berarti Keluarga Agra akan ikut makan, hanya saja menyuguhkan makanan.

Sontak ucapan Agra itu mendapatkan tatapan heran dari anak-anaknya.

Tristan menggeleng. Agra makin menjadi. Untuk apa sebenarnya semua ini dilakukan? "Buat apa ayah?"

"Termasuk bangsa serigala?" Tanya Thea ragu.

"Iya. Siapa pun yang kalian cintai." Ucap Agra mantap.

Yasha dan Liora saling tatap. Agra yang mati-matian menentang hubungan terlarang itu, kini terkesan membuka peluang.

Digo menggaruk kepalanya. "Ayah ini serius nggak sih? Bisa ajak Sisi?"

"Ajak saja Digo." Jawab Agra.

"Kenapa terlalu mendadak ya ayah? Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang sebenarnya ayah rencanakan?" Tanya Liora beruntun.

Agra tersenyum tipis. Ia sudah menduga hal ini. "Apa salah kalau ayah mulai memikirkan kebahagiaan anak-anak ayah? Ayah sadar, ayah selama ini terlalu terpaku pada hukum vampire. Ayah bahkan menomorsekiankan kebahagiaan kalian. Jadi, apa ayah masih bisa memperbaiki semuanya?"

Yasha menatap Agra sangsi, yang lain mungkin bisa tapi Aurel? Aurel tidak mungkin bersedia. "Yasha izin untuk nggak ikut makan malamnya ayah."

Agra menatap Yasha. "Ayah minta maaf untuk semua yang terjadi Yasha. Ayah mengerti kalau Aurel membenci ayah. Seandainya Aurel tidak bersedia, ikutlah meski tanpa Aurel."

Yasha mengangguk pelan, meski tidak yakin.

"Kalau begitu pergilah, sampaikan undangan ayah ini. Ayah harap semua bisa memenuhi undangan ini, karena ini pertama kalinya. Jadi ayah bisa semakin mengenal pasangan kalian."

***

Thea terduduk di kasur. Ia berpikir bahwa Agra tidak mungkin berubah secepat itu. Jujur, Thea tidak percaya, karena rasanya tidak mungkin mengingat selama ratusan bahkan ribuan tahun, hati itu membeku. Seandainya mungkin, kemungkinannya kecil.

"Ayah itu kenapa sih? Kok aneh banget." Tanya Thea pada dirinya sendiri.

"Pasti ada yang nggak beres ini."

Thea menatap telepon di tangannya ragu. Haruskah ia menanggapi serius permintaan Agra? Haruskah ia menelepon David perihal ajakan makan malam itu?

"Tapi itu artinya gue menyeret David untuk masuk sejauh ini ke Keluarga Agra? Ini bener-bener di luar nalar sih."

KITA YANG BEDAWhere stories live. Discover now