A L A M 44

902 129 6
                                    

"Kak Frey, Alam masih belum pulang juga?"

Freya mendongak menatap Leonor yang menduduki kursi meja makan. Gadis itu sudah rapi dengan seragam jurusannya lengkap dengan tas dan sepatu.

"Masih belum." Freya menjawab sembari meletakan semangkuk sup hangat dengan uap yang mengepul ke atas. Dasha yang sudah duluan duduk di kursinya ikut menyimak.

"Ini udah lewat seminggu. Biasanya paling lambat seminggu ilangnya tuh anak." imbuhnya keheranan. Leonor tampak terdiam. Setelah menghabiskan sarapannya, ia bergegas ke sekolah, siapa tahu lelaki itu tidak menginap di rumah Freya.

Tapi sepertinya ia salah besar. Sampai jam istrahat pun Leonor tak melihat batang hidung Alam. Bangku kantin yang biasanya ia duduki pun tetap kosong. Leonor menggigit ujung sendoknya dengan gelisah. Kemana Alam setelah delapan hari tak ada kabar? Gadis itu terus berperang dengan pemikirannya dan mengabaikan keributan Joy yang sedang tertawa dengan William dan Arsa.

"Leo, lo kenapa? Dari tadi gue perhatiin nggak tenang gitu." Joy tiba-tiba memecehkan pemikiran bercabang Loenor. William dan Arsa ikutan memperhatikan gadis yang banyak diam sedari tadi.

"Lagi mikirin apa?" tanya William.

Leonor menatap teman-temannya lalu menggeleng singkat.
"Nggak mikirin apa-apa. Nggak ada apa-apa." tuturnya.

Joy dan yang lain terpaksa mengangguk saja dan tak memaksa walaupun mereka tahu jika ada sesuatu yang sedang dialami gadis itu.
"Yaudah ayo lanjut makannya, bentar lagi bel." tutur Joy.

"Iya."

Leonor kembali menggigit biskuit yang ia beli dan mengunyahnya pelan. Ia menatap Arsa yang duduk di depannya, kemudian membuka suara.
"Seminggu ini Alam ngunjungin markas nggak?" tanyanya.

Tahu jika pertanyaan terlontar untuknya, Arsa langsung menelan makan siangnya dengan cepat. Lelaki itu menatap ke arah meja inti Star Gang yang tidak terlalu jauh dari tempat mereka.
"Belum, seminggu ini Alam belum pergi ke markas. Dia juga off di kegiatan rutin Gang." jawab Arsa.

"Kenapa?" tanya lelaki itu menambahkan. Leonor menggeleng dan tidak mengatakan apapun lagi. Arsa terdiam sebentar seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Alam terlalu tertutup, kalo dia menghilang selama beberapa hari bahkan sampe seminggu, dia bakalan pulang dengan kondisi nggak baik-baik aja. Setelah gue perhatiin, semakin lama dia ilang, semakin para kondisinya. Paling lama dia semingguan ilangnya terus kembali lagi." ungkap Arsa sembari memainkan bola-bola daging di atas mangkuknya.

"Dia ngapain aja sampe ngilang gitu, mana pulang-pulang udah kek gitu." Joy yang tertarik mulai bertanya. Dia panasaran dengan sosok yang selalu bebas dan ceria itu.

"Seperti yang gue katakan tadi, Alam cukup tertutup, jadi gue nggak bisa ngasih tahu lo dia ngapain aja." ujar Arsa.

"Maling kali ya." canda Joy yang langsung dihadiahi sentilan dari William. Ingin marah, tapi crush pelakunya. Joy menjadi malu-malu disaat Arsa menatapnya jengah lalu merotasikan matanya malas.

William sendiri yang tadi menyimak, kini memperhatikan Leonor yang berada tepat di depannya.
"Satu tahun lalu gue pernah liat Alam sama Sofia di dekat restoran Ayah. Waktu itu gue buang sampah di belakang tempat itu." ia mulai membuka mulutnya. Kalimat itu sukses membuat ketiga temannya menatapnya penuh.

Melihat raut-raut penasaran mereka, William mau tak mau melanjutkan.
"Gue sebenarnya nggak mau ngumbar, karena gue nggak suka ikut campur masalah orang lain, tapi karena gue udah duluan mulai dan kalian kepo, mungkin gue nggak masalah bagi cerita ini." ucapnya.

"Percaya atau nggak, tapi semua yang gue bilang ini adalah kenyataan, gue liat di depan mata gue sendiri. Lo mungkin bakalan nggak percaya kalo Sofia, anak fashion setingkat sama kita ngeludahin wajah Alam yang tergeletak mengenaskan di bawah kakinya. Gue nggak tahu apa kejadian sebelumnya, tapi nggak nyangka Alam bakalan diam aja walau kepalanya di tendang Sofia. Posisi gue yang stategis buat gue aman dan bisa dengan jelas nyaksiin kejadian itu. Gue niatan mau bantu cowok itu, tapi Sofia nggak sendiri. Ada beberapa pria yang tubuhnya besar-besar. Mereka bawa senjata api." tutur William dengan suara yang sangat kecil dan pelan agar hanya didengar oleh mereka-mereka saja.

A L A M [END]Where stories live. Discover now