A L A M 12

1K 150 5
                                    

Ting tong

Dasha menekan bel untuk kesekian kalinya. Raut wajah gadis itu sarat akan kebingungan dengan sedikit kekesalan di dalamnya. Mereka sudah berdiri hampir 30 menit lamanya di sini, namun tidak ada siapapun yang membukakan pintu.

"Kak, beneran dosennnya ada di dalam?" tanya Leonor meragukan.

"Beneran loh, katanya dia lagi ada di kamar 1011. Benerkan ini?" Dasha menatap sekali lagi plat yang tertempel di pantu. Dan nomor itu sama dengan nomor yang diberi tahu dosen itu.

"Terus gimana dong Kak? Masa kita berdiri teru-"

Ceklek

Belum sempat Leonor menyelesaikan ucapannya, pintu apartemen itu terbuka lebar. Sosok jangkung dengan tubuh proporsional yang hanya menggunakan kaos tanpa lengan dan celana pendek berdiri tegak di pintu. Dasha menelan ludah susah payah melihat pemandangan indah di depan matanya. Sedangkan Leonor terpaku melihat sorot mata tajam bagai elang yang siap menelan mereka berdua tanpa sisa.

"Ada apa?" suara berat itu keluar tanpa ada ramah-ramahnya. Saat itu juga Dasha berhenti memuja lelaki dewasa itu. Gadis itu berdehem sambil memasang senyum manis di balik rasa dongkolnya. Masih bertanya ada apa? Padahal ia sudah memberi tahu maksud kedatangan mereka di message.

"Mau ngajuin judul, Pak." jawab Dasha.

Sosok itu terdiam sebentar.
"Saya sibuk." ujarnya.

Dasha maupun Leonor menganga tak percaya.
"Loh Pak, kan Bapak bilang boleh datang malam ini." protes Dasha.

"Saya berubah pikiran. " jawab enteng lelaki itu tanpa beban. Mulut Leonor sendiri sudah gatal untuk mengumpat dosen Dasha yang tidak ada akhlak itu.

"Ya jangan gitu dong, Pak. Nanti nasib saya bagaimana?" ujar Dasha dengan wajah memelas.

"Itu urusan kamu, bukan urusan saya." balasnya lagi.

"Pakkkkkk." Mata Dasha sudah berkaca-kaca. Bagaimana nasib skripsinya nanti? Tidak bisa lagi mengganti dosen pembimbing karena itu sudah ketentuan kampusnya. Lalu bagaimana? Tidak mungkin mengulang satu semester lagi bukan? Dirinya tidak punya uang untuk membayar biaya untuk satu semester lagi.

Dosen itu menutup pintu tanpa merasa bersalah. Namun lihat yang apa yang akan dilakukan Loenor, gadis itu menekan bel dengan brutal tanpa jeda. Gadis itu merasa kesal karena kelakuan semena-mena dosen itu. Ia merasa kasihan dengan Dasha yang mulai menangis tanpa suara. Gadis yang tua beberapa tahun dengannya itu berjongkok di depan pintu, sambil menyembunyilan kepalanya di atas lututnya. Pikirannya kusut untuk mendapatkan uang untuk satu semester lagi. Bahkan uang disemester ini saja belum dibayar.

Leonor tak mengalah sebelum lelaki itu membuka pintu. Dan benar saja, usahanya tak sia-sia karena berikutnya pintu itu terbuka. Terpampang lagi wajah dosen dengan raut jutek dan terganggunya.
"Ada apa? Sangat tidak sopan menekan bel apartemen saya." sungutnya menatap tajam mata amber yang sama dengannya.

Leonor berdecak lalu menarik Dasha agar berdiri di sampingnya. Gadis itu menghunuskan tatapan tak kalah tajam untuk dosen itu.
"Bapak itu yang nggak ada sopan-sopannya. Kakak saya datang setelah mendapatkan izin dari Bapak. Apapun alasan Bapak nolak Kakak saya ngajuin judul, Bapak yang salah di sini. Kelakuan Bapak yang semena-mena ini ngerugiin Kakak saya! Bapak kira dapet uang biat bayar uang semester itu gampang?! Nggak! Karena Kakak saya bukan orang berada kayak Bapak! Harusnya Bapak jadi laki-laki tuh harus gantle, nggak usah ngingkar omongan dong! Tanggung jawab bisa kan?! Kalo Bapak bukan banci, izinin Kakak saya ngajuin judul malam ini!" cerca Leonor dengan tajam. Bahkan Dasha di sampingnya terbelalak menyaksikan nyali Leonor itu. Dalam hati gadis itu meringis takut. Takut jika setelah ini mereka langsung di depak dari lantai ini.

A L A M [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang