A L A M 24

932 133 4
                                    

"Bencana!" Leonor masuk dan meraba-raba dinding di samping pintu. Ia mencari sakelar, supaya ruangan gelap itu bisa terang.

"Jangan! Nggak usah dinyalain." suara Alam tampak sedikit panik. Kemauan lelaki itu semakin membuat Leonor keras kepala.

"Sera, jangan." Alam kembali bersuara.

"Lo apa-apaan sih? Gue mau liat lo." celetuk Leonor tepat saat permukaan tangannya menyentuh sakelar. Rasa penasarannya sangat besar saat ia tidak bisa melihat wujud lelaki itu.

"Jangan, lo bisa liat gue dengan cara lain. Gue mohon jangan dinyalain. Lo liat gue pake penerangan dari luar aja." Alam menjawab sambil membuka jendela kamarnya.

Sinar dari bulan purnama langsung masuk ke dalam kamar. Perlahan Leonor bisa melihat sosok Alam yang duduk di atas ranjang menghadap ke arah jendela. Walaupun ia masih heran kenapa lelaki itu melarangnya menyalakan lampu, gadis itu mengabaikannya lalu mendekat dan naik ke atas ranjang.
"Bencana...." panggilnya.

Alam menoleh menatapnya. Saat itu juga napas Leonor tercekat. Walaupun cahaya bulan tidak terlalu terang, namun penglihatannya yang bagus bisa langsung melihat wajah lelaki itu.
"I-ini..." Leonor tak bisa berkata-kata. Wajah Alam yang mengeluarkan darah membuatnya tertegun. Tubuh gadis itu gemetar.

"Lo..."

Alam menyengir.
"Maaf, gue ganggu lo ya? Gue bising pasti, makanya lo bangun." celotehnya mengabaikan ekspresi Leonor.

"Lo kenapa?! Kenapa bisa kek gini?!" antara marah dan sedikit khawatir, Leonor berteriak. Ia juga kesal saat Alam memberikan respon yang begitu santai. Apa ia masih sesantai itu dengan penampilannya sekarang?! Sial, Leonor yang melihatnya saja hampir pingsan.

"Tunggu di sini! Gue ke kamar dulu." Leonor berlari menuju kamarnya. Ia membuka lemarinya, mengeluarkan tisu basah dan obat luka. Setelah itu ia kembali meleset masuk ke kamar Alam. Lelaki itu masih tetap di posisi yang sama.

Leonor mengambil tempat di depan Alam. Angin malam yang datang berkabar dari jendela di samping mereka, mengantarkan suasana mencengkam. Leonor menarik tisu basah, lalu mulai mengelap darah di wajah lelaki itu. Satu kali usapan ringan ia berikan di pipi Alam. Leonor mematung, darah yang keluar bukan disebabkan dari sebuah luka. Gadis itu kembali mengusap di tempat yang sama agar ia bisa melihat akar masalahnya. Hingga ia tidak bisa berkata apa-apa setelahnya. Ini kenapa?! Kenapa darah keluar dari pori-pori kulit?!

Mata gadis itu langsung menatap mata Alam yang juga sedang menatapnya sejak tadi.
"I-ini kenapa?" Leonor bertanya tergagap. Seumur hidup, ia baru melihat darah keluar dari sana. Seperti keringat!

Dengan polos Alam menggeleng, kemudian menyengir lagi. Lelaki itu tanpa izin membuka kaosnya, membuat Leonor refleks memejamkan mata.
"Lo ngapain?" gerutunya.

"Jadi lo nggak mau bantu gue?" tanya Alam. Karena Leonor tak kunjung membuka mata, lelaki itu berinisiatif menarik tangan gadis itu, meletakannya di dada kanannya. Kening Leonor langsung mengerut. Benda lengket apa yang menyentuh tangannya? Bahkan bau amis secara tiba-tiba menyerang dirinya. Karena rasa penasaran yang tinggi, perlahan ia membuka matanya.

Leonor tertegun. Yang ia sentuh adalah darah. Ia tersentak bukan main. Bukan hanya di wajah, ia baru sadar jika seluruh tubuh Alam seperti itu. Gadis itu menarik tangannya lalu kembali menatap Alam.
"Jawab gue, ini kenapa? Lo kenapa?" tanyanya panik.

Alam menggeleng acuh tak acuh.

"Kita kerumah sakit!" Leonor segera bangkit, namun lelaki itu menarik tangannya hingga duduk kembali.

"Nggak usah, cuman hal sepele." ujar lelaki itu tanpa beban.

"APA LO BILANG? Hal sepele? Lo gila ya?! Nggak ada manusia sehat yang darahnya keluar dari pori-pori kayak keringat!" protes Leonor. Ia tak habis pikir dengan lelaki itu.

A L A M [END]Where stories live. Discover now