A L A M 17

1K 142 2
                                    

"Leo! Leo!"

Joy berlarian masuk ke dalam kelas. Dipersekian detik ia terdiam kaku. Di depan sana ada William yang sedang memperhatikan Leonor yang terlelap damai di bangkunya. Lelaki itu tidak melakukan apapaun selain bersandar pada pembatas balkon kelas. Joy mengepalkan tangan tanpa ia sadari. Tidak ada siapapun di sana selain mereka bertiga.

William kemudian menatapnya. Tatapan itu justru membuat Joy tidak berdaya. Dengan penuh keberanian yang dipaksakan, gadis itu mendekati lelaki itu.
"Will." panggilnya.

"Kenapa?" William mengangkat sebelah alisnya.

Joy menggigit pipi bagian dalamnya. Entah kemana keberaniannya tadi, sekarang setelah berhadapan langsung, nyalinya menciut tak tersisa. Gadis itu mengangkat kepalanya agar bisa leluasa menatap wajah lelaki itu.
"Aku eh maksudnya gue emm nggak jadi." Joy memperlihatkan kekacauan pikirannya yang tidak bisa merangkai kata.

William yang terus menatapnya membuat gadis itu menjadi semakin tak berani. Apalagi saat lelaki itu menepuk-nepuk bahunya. Joy menegang hanya karena sentuhan tidak berarti itu.
"Jadi teman yang tulus." William berujar sebelum pergi dari sana, meninggalkan Joy yang masih terpaku dan tak paham dengan yang dikatakan lelaki itu.

Lama berkutat dalam pikirannya. Setelahnya, gadis itu memukul-mukul kepalanya.
"Lo kenapa nggak jujur aja tadi Joy? Tinggal dikit lagi tadi tuh. Aissss kalo gini terus gue nggak bisa tenang." monolognya pada diri sendiri.

Joy menolehkan kepala untuk melihat Leonor. Gadis itu mulai bergumul lagi dalam pikirannya beberapa saat.
"William kira-kira suka sama Leo nggak ya? Gimana kalo dia nembak Loe terus Leo nya nerima? Otw sad girl gue aishhh." gadis itu bergumam dengan risau. Jujur saja ia tidak mau membenci Leonor. Dirinya sudah menganggap gadis itu teman baiknya. Tapi disatu sisi ia akan membenci Leonor jika melihat William yang berinteraksi dengannya. Perasaannya memang tidak bisa diragukan lagi untuk William.

"Pikiran lo nggak bakalan terwujud."

Joy mengerjap. Sejak sibuk dengan urusannya, ia tidak sadar jika Leonor sudah bangun dan mendengar gumamannya.
"Gue nggak bisa percaya gitu aja." ujarnya jujur. Joy memang sedikit berbeda, ia tipe blak-blakan tentang pendapat dan perasaannya pada orang terdekatnya.

"Gue nggak nyuruh lo percaya, percaya atau nggak itu urusan lo." Leonor berkata dengan enteng. Walaupun ia menyukai William, ia tidak terlalu mempermasalahkan perasaannya. Dirinya memang tidak terlalu penasaran ke arah sana. Pantas saja hidupnya begitu monoton dan membosankan. Ia menyadari itu. Lagipun ia hanya menyukai, bukan mencintai. Untuk kata yang satu itu, Leonor belum pernah merasakannya. Terlalu membuang waktu untuk dirinya yang fokus mencari uang.

Ekspresi Joy perlahan membaik. Wajahnya langsung cerah sama seperti sebelumnya saat ia memanggil gadis itu. Joy perlahan mendekat, lalu memeluk tubuh Leonor dari samping.
"Ayo kita keluar, waktunya  bersenang-senang. Lo harus ikut sama gue, di luar lagi ramai tahu. Lo nggak lupa kan kalo anak-anak fashion lagi fashion show di lapangan? Jangan tidur terus, lo harus nyari pacar." ujarnya.

Leonor berdecak lalu menggeleng.
"Gue nyari aman aja, kalo ketemu Shine bisa rugi gue." ujarnya berpikir kritis.

Joy mendelik.
"Tenang aja, ada gue. Kalo dia ngapa-ngapain lo, gue bisa hajar tuh cewek." serunya.

"Lo pikir gue nggak bisa hajar dia? Kalo aja dia nggak bawa-bawa status keluarganya, udah dari dulu gue smack down." celetuk Leonor malas.

"Ikut gue pokoknya, gue nggak punya temen selain lo doang. Soal Shine, kita harus usahain nggak ketemu dia." tanpa persetujuan, Joy menyeret Leonor ke tepi lapangan. Namun sebelum itu ia membawa gadis untuk mencuci muka. Dengan kesal Leonor membasuh wajah di wastafel toilet. Gadis itu juga memperbaiki ulang tatanan rambutnya. Ia  mengikatnya tinggi-tinggi.

A L A M [END]Where stories live. Discover now