A L A M 29

922 132 0
                                    

Leonor saling meremas telapak tangan untuk melampiaskan rasa gelisah, khawatir, dan takut yang bercampur aduk sejak tadi. Gadis itu harap-harap cemas di depan pintu yang tertutup rapat. Di dalam sana, Alam sedang ditangani oleh dokter. Setelah hampir satu jam menunggu, pintu terbuka lebar. Sosok wanita berjas putih keluar.

"Bagaimana Dokter?" tanya Leonor.

Wanita di depannya memberinya senyum tipis nan formal.
"Maaf Nona, Anda bukan keluarga Tuan Alam. Jadi kami tidak berhak mengatakannya pada Anda, mengingat ini adalah privasi pasien." tuturnya.

Leonor tertegun. Kenapa? Kenapa dirinya tidak boleh tahu? Dia hanya ingin tahu agar rasa khawatir dan penasarannya pergi. Lalu, kenapa juga dokter itu mengetahui nama Alam?

"Lebih baik Nona pulang saja karena kami akan memindahkan Tuan Alam ke kamar khusus." lanjut sang dokter.

Leonor masih tidak mau bergeming dan mengindahkan perkataan wanita itu.
"Dokter, apa tidak bisa saya tahu? Saya temannya." ujar gadis itu masih berharap.

Dokter itu membalas dengan gelengan.
"Maaf sekali Nona, saya tidak berani." ujarnya mantap.

Mata Leonor bergerak liar. Ia ingin melihat keadaan Alam sekarang, namun ia terang-terangan di usir.
"Apa dia akan baik-baik saja, Dokter?" tanya gadis itu. Ia ingin memastikan agar hatinya sedikit tenang.

"Jika takdir berkata, maka akan baik-baik saja." sahut wanita itu dengan tenang.

Leonor yang mendapatkan jawaban yang tidak tepat itu hanya bisa menarik napas. Setelah berpamitan, gadis itu berbalik pergi dengan bahu yang merosot turun tanpa semangat. Kepalanya tertunduk dalam memberi tanda jika ia sedang tidak baik.

Leonor mendongak sedikit saat matanya menangkap dua pasang kaki berpas-pasan dengannya, di susul oleh beberapa pasang kaki lainnya. Gadis itu berhenti lalu menolehkan kepalanya ke belakang. Matanya menelisik orang-orang itu. Dari penampilan mereka, mereka bukan orang biasa. Dan saat mereka berhenti di depan dokter tadi, raut wajah Leonor langsung berubah. Apa itu keluarga Alam?

Terlihat pasangan yang ia yakini adalah bos dari orang-orang berbadan kekar itu berjalan di belakang sang dokter, yang akan mengantarkan mereka ke suatu tempat. Sedangkan tak lama kemudian, sebuah brankar keluar dari dalam kamar. Dari kejauhan Leonor melihat langsung tubuh tak berdaya Alam di dorong ke lorong yang berbalik arah dengannya, yang dilakukan oleh orang-orang berbaju hitam dan sangar itu.

Leonor bergegas ingin mengikuti kemana dokter dan pasangan itu pergi, namun belum satu langkah ia bergerak, tangannya sudah dicegat dari belakang. Gadis itu tersentak dan langsung menoleh.
"Lo ngapain di sini?" tanya Leonor pada Kaiser yang entah datang dari mana.

"Pulang." bukannya menjawab, Kaiser malahan menarik tangannya. Tentu saja Leonor tak terima karena menurutnya urusannya masih belum selesai. Gadis itu menghempas tangannya hingga genggaman tangan kembarannya itu terlepas.

Kaiser menatapnya tajam namun Leonor tidak gentar sama sekali.
"Pulang." ucap lelaki itu untuk kedua kalinya mengulang kata yang sama. Leonor menggeleng.

"Gue masih ada keperluan. Lo duluan aja." ujar gadis itu.

Kaiser tidak menanggapi. Lelaki itu menarik tangan Leonor, kali ini lebih erat hingga gadis itu tidak bisa lepas darinya. Melihat ketidakberdayaannya, Leonor menggeram kesal. Kakinya terseok-seok mengikuti langkah lebar Kaiser.

"Lo apa-apaan sih? Gue nggak mau pulang sekarang!" marahnya.

"Jangan pernah penasaran sama Alam."

Manik Leonor bergetar bingung. Gadis itu mencerna lamat-lamat apa yang dikatakan lelaki itu. Tubuhnya bahkan terasa ringan bagi Kaiser karena kebingungannya, yang membuat tubuhnya tidak melakukan pemberontakan. Kaiser menbawanya menuju motornya yang berada di parkiran rumah sakit. Leonor yang sudah sepenuhnya kembali sadar pada kenyataan langsung merengut kesal.

A L A M [END]Where stories live. Discover now