A L A M 36

922 146 5
                                    

Semua berjalan seperti biasanya selama satu bulan. Semua berlalu begitu saja dengan cepat bagaikan kasek yang memperlihatkan kehidupan manusia. Ujian kelulusan juga ada di depan mata. Tinggal menunggu dua bulan lagi maka SMK Dandelion akan menjadi kenangan bagi setiap siswa-siswi tahun ketiga. Mereka memastikan jika mereka meninggalkan tempat ini, mereka harus menuntaskan semua misi-misi mereka di sekolah ini.

Dan salah satu dari mereka telah memulai. Franziska, gadis culun yang merupakan salah satu anak yang lahir dari sendok emas telah memantapkan hati. Maniknya menatap setangkai bunga mawar yang ada di genggamannya sebelum berpindah menatap ke depan, ke arah punggung lebar yang sedang duduk santai sambil mendengarkan musik. Dengan keberanian yang ia kumpulkan jauh-jauh hari, ia mengambil langkah untuk bisa berdiri di belakang sosok itu.

"A-alam."

Franziska gugup saat lelaki itu berdiri lalu berbalik. Tangkai yang berada di belakang punggungnya ia genggam erat-erat. Dengan kepala yang menunduk, ia menarik tangkai itu, menjulurkannya ke depan.
"Aku suka kamu." ujarnya dengan satu kali sapuan angin.

Franziska menelan ludah saat bunganya tak kunjung diterima. Apa pernyataan cintanya ditolak? Begitukah? Gadis itu akhirnya mengangkat wajah sembari memperbaiki letak kacamatanya. Ia menatap Alam dengan pandangan tak menentu.
"Aku suka kamu." ia kembali mengulang dengan harapan dia tidak kembali dengan tangan kosong.

Dan saat lelaki itu menerima bunganya, perasaan bahagia disertai rona merah di kedua belahan pipinya tak dapat dihindari. Tetapi kemudian ia kebingungan saat Alam meletakan bunga itu di satu blazer birunya. Franziska tercengang selama beberapa saat. Ia tidak mengerti apa yang lelaki itu lakukan.

"Gue juga suka lo."

Demi apapun gadis itu akan mendengar perkataan yang membuatnya melayang, dari suara serak dan sedikit berat milik sang empunya yang ia sukai. Tak dapat dicegat lagi jika sudut bibirnya tertarik ke atas, membentuk senyum manis.

"Tentu saja gue suka lo, lo teman gue." Alam menjelaskan.

Franziska tertegun. Rancangan demi rancangan masa depan yang sempat-sempatnya ia susun barusan, kini terhempas jauh seperti hatinya yang di dorong memasuki kubangan kekecewaan. Senyumnya yang sempat terpatri kini tenggelam seperti tidak pernah terjadi. Ia sudah terlalu berharap. Sehingga saat otaknya menelan penolakan, ia tak sanggup lagi untuk menerimanya.

Matanya memerah. Denyutan rasa sakit menyambar ulu hatinya.
"Kenapa?" ia mencicit kecil.

Alam tersenyum lalu menepuk-nepuk kepala gadis itu.
"Kenapa bagaimana? Gue udah balas ungkapan lo. Gue juga suka lo." ujarnya.

Franziska terdiam. Ya, Alam telah melakukan hal yang benar. Ia telah jujur jika ia juga menyukainya. Tetapi kata suka dari lelaki itu tidak seperti yang hatinya inginkan. Ia ingin menuntut lebih, tapi mulutnya terkunci tak bisa pikirannya kendalikan. Franziska hanya hanya memilin ujung blazernya, menelan sesuatu yang begitu tidak ia sukai menyapa dirinya, hingga terjadi keheningan beberapa saat.

"Apa gue nggak cantik?" pertanyaan beda topik tiba-tiba meluncur begitu saja dari cela bibirnya. Ia kembali menatap manik hijau emerald yang begitu ia kagumi.

Alam dengan santai memasukan kedua tangannya di saku blazernya.
"Lo cantik." jawabnya seadanya.

"T-terus kenapa lo nggak suka gue sebagai cewek, kenapa sebagai teman?" tanyanya mulai berani.

Alam tersenyum tipis.
"Karena lo Franziska. Hati gue bukan buat cewek dengan nama itu." ujarnya.

Franziska menggigit bibir bawahnya.
"Siapa? Leonor?" tidak ada lagi ucapan malu-malu dan gugup darinya. Ia tiba-tiba mendapatkan kepercayaannya diri. Saat Alam semakin melebarkan senyumnya, Franziska langsung mendapatkan jawabannya.

A L A M [END]Where stories live. Discover now