Gaura yang menoleh ke arahnya. "O-ouh s-sebentar mas."

"Masuk!"

Gaura terkejut, dan langsung menciut.

Melani sendiri pun ikut terkejut. "Eh, kok kamu galak gini sama Gaura!?"

Gafi berbuang muka.

"Hehe, m-mungkin mas Gafi lagi kesel dan capek sama pekerjaannya di rumah sakit, makanya bawaannya emosi," Gaura berusaha menenangkan Melani.

"Ya tapi kan gak gini juga, dari tadi loh mamih perhatiin mukanya di tekuuk .... Aja, gak nyenengin banget di liatnya," Kesal Melani.

"I-iya udah-udah mih, mungkin mas Gafi emang lagi kesel banget kali," Gumamnya pelan.

Melani mendelik sebal.

"Cepet masuk, Ra!"

"I-iya mas."

"Eh, bentar-bentar, mamih punya sesuatu buat kamu," Melani mendadak masuk kembali ke dalam rumahnya untuk meraihkan sesuatu.

Gaura memperhatikannya bingung.

Gafi terus memperhatikannya kesal, sembari menghitung waktu melalui jam tangan yang ia kenakan.

Hingga beberapa detik kemudian Melani keluar kembali dari dalam rumahnya.

Melani mendekati Gaura dengan buru-buru dan gugup." Nih, mamih kasih ini buat kamu, ini fitamin kesehatan nak, jangan lupa di minum terus, dan fitamin ini juga bisa membantu wanita agar cepat hamil," Ujarnya sembari menyerahkan paper bag untuk menantunya.

"Ya Allah, mamih repot-repot, makasih banyak ya mih."

Gafi yang tidak sabaran, ia pun terlihat semakin kesal pada Gaura yang kelamaan berdiskusi itu.

Hingga Gafi langsung menghampiri Gaura dengan jalannya yang di buat cepat dan kesal.

Saat sampai Gafi langsung menggami tangan Gaura dengan kasar. "Masuk!"

"I-iya, mas."

Dengan Gafi pun juga langsung merampas kasar paper bag yang ada pada genggaman Gaura, hingga ia melemparnya dengan kesal pada dekatan ibunya. "Jangan sembarangam kasih fitamin-fitamin yang gak jelas kek gini ke Gaura, belum tentu itu prduknya bagus!" Ucapnya memarahi ibunya.

"Tapi mamih tau betul kok bagusnya fitamin itu, mamih juga udah lama ngonsumsi fitamin itu dari sebelum hamilin kamu, produknya juga terbukti bagus."

Gafi tersenyum sinis. "Mamih minum aja sendiri!" Sinisnya, lalu ia dengan kasar menarik tangan Gaura, hingga membawanya berjalan ke arah mobil.

Saat sampai berjalan di dekat mobil, di situlah Gafi langsung mendorong kasar tubuh Gaura hingga masuk ke dalam mobil.

"A-awh!" Pekik Gaura.

"Gafi jangan kasar!" Sentak Melani.

"Diem! Gak usah ikut campur!"

"Heh!" Melani berjalan mengejar ke arahnya, namun Gafi sudah terburu masuk ke dalam mobil.

Lalu dengan cepatnya Gafi langsung melajukan mobilnya.

Saat mobil sudah melaju.

"High! Dasar, ya!" Kesal Melani.















•••••••••🌼🌼🌼••••••••••

Hingga sesampainya di rumah, dengan kini Gaura dan juga Gafi yang sudah berada bersama di kamarnya.

Rupanya Gafi tengah berlanjut menghardiki Gaura habis-habisan di kamarnya.

"Pasti kamu kan yang sering mempengaruhi mamih biar terus-terusan tertarik buat dan gak sabaran minta agar kita secepatnya punya mongmongan!"

"L-loh, e-enggak kok, mas."

"Gak mungkin! Mamih gak akan terus-menerus membicarakan hal itu, kalau bukan karena orang yang mempengaruhinya, kan kamu yang tiap hari telfonan terus sama mamih, dan pastinya itu kan ulah kamu!"

Gaura terus menunduk-nunduk ketakutan. "Ya Allah mas, Gaura gak pernah seperti itu."

"Bohong! Kamu ini memang orangnya pandai mempengaruhi orang lain, dari sebelum kita menikah, pasti kamu juga kan yang menghasut mamih biar semakin suka sama kamu, dan mempengaruhinya biar mau nikahin kamu sama saya!?"

"Ya Allah mas, Gaura gak pernah bernai mempengaruhi orang lain seperti itu, demi Allah, Gaura gak pernah mancing mamih biar suka sama Gaura, dan biar bisa nikahin kita berdua."

"Dasar cewek sok polos! Sok baik! Munafik!"

Mendengar ucapan suaminya, mata Gaura mulai berkaca-kaca, dengan ia yang semakin tersayat mendengar makian dari suaminya itu.

"Kamu itu udah bener-bener menghancurkan hidup saya, saya selalu tertekan karena ada kehadiran kamu dalam hidup saya!"

Gaura masih diam sembari menunduk.

"Cerdas ya kamu, pintar sekali, pintar licik!" Sarkasnya.

Gaura sudah hanya tinggal diam menahan rasa sakitnya.

"Saya tau, ini semua memang rencana kamu dari awal kan!? buat menarik perhatian mamih," Ucapannya pelan tapi terdengar pedas di telinga Gaura.

Gaura terus menggeleng.

"Kalau bukan karena kamu yang bertemu dengan mamih hingga kamu menikah dengan saya, mungkin nasib kamu sekarang masih jadi anak yang terlantar di jalanan, kamu gak akan merasakan kehidupan enak di yang sekarang ini!"

Gaura terus menahan air matanya agar tidak lolos dari klopak matanya.

"Gak usah nangis! Cengeng, saya gak suka cewek yang cengeng, manja seperti kamu ini!"

Gaura langsung gugup menghampur air matanya yang hampir menjatuh itu, hingga ia berusaha mengeringkan matanya.

Gafi menjalan mengelingi berdirinya Gaura dengan sikapnya yang menegangkan bagi Gaura. "Saya enggak peduli dengan seberapa nasib hidup kamu, saya gak peduli dengan kamu yang terlantar di jalanan itu, saya pun juga tidak peduli dengan yang katanya kamu ini korban perceraian dari kedua orang tua kamu, itu kan urusan kamu sendiri, kenapa saya harus terbawa dengan nasib hidup kamu ini.

Kamu ini benar-benar menyusahkan hidup saya, kalaupun bukan demi menuruti kemauan mamih, mungkin udah saya tinggalkan kamu," Ujarnya sembari berjalan pelan mengelilingi Gaura.

"M-maaf," Lirih Gaura menahan sesaknya perasaan.

"Kata maaf kamu, gak akan bisa merubah nasib hidup saya yang sekarang, menjadi seperti kehiduap yang dulu lagi," Tuturnya dingin.

Gaura terus bersikap ketakutan saat suaminya bersikap sinis seperti itu.

Gafi yang melangkah jalan ke arah depan dengan membelakangi Gaura. "Ouh iya, jangan harap kita bakal bisa punya anak, karena saya gak sudi punya anak dari perempuan seperti kamu," Begitu ucap sinisnya tertuju pada Gaura.

Sakit sekali hati Gaura mendengar perkataan itu. "I-iya mas, insyaallah Gaura memahami itu."










KALIMAT CINTA tak TertataМесто, где живут истории. Откройте их для себя