.36

11 2 3
                                    

OOO

Tokyo, 7.00 a.m

Suara alarm yang menggema satu ruangan membuat pemuda tampan dengan bulu mata indah tersebut membuka matanya.

Kedua bola mata langsung menuju jam dinding yang telah menunjukan pukul tujuh pas, ia kemudian beranjak dari posisi tidurnya, lalu mengambil ponselnya di nakas.

Baru saja memegang ponsel lipatnya, ia teringat acara pertemuan yang akan dimulai sekitar 30 menit lagi.

"Oh-God, i forgot." Ucapnya yang langsung menaruh kembali ponsel pada posisi awal. Ia kemudian bersiap-siap.

Tak butuh waktu lama untuk bersolek, ia langsung turun dari apartmentnya dan segera menaiki mobil yang sudah datang menjemput.

"Selamat pagi, tuan Atama." Seru sopir saat Samudra memasuki mobil.

Samudra mengangguk kecil, "Selamat pagi juga, pak."

Selama ia bersiap, ponselnya terus menimbulkan suara notifikasi pesan masuk, Samudra pun kini menekan satu persatu tombol kunci layar, sebelum menuju ikon pesan. Terdengar suara notifikasi yang beruntun, Samudra berasumsi isi pesan tersebut penting.

Dilihatnya notifikasi pesan dengan nama kontak familiar, jemarinya langsung membuka notifikasi pesan tersebut cepat.

Paman Kim.

[Samudra, jadwal Angga operasi dipercepat.]

[Dan hari ini Angga akan memulai prosedur pertamanya.]

[Seperti yang kau ketahui, operasinya akan berjalan cukup panjang. Jadi paman harap kamu ada disini saat hari operasi berlangsung dan mendampingi Angga.]

[Tapi jika kau tidak bisa, tidak apa-apa. Tidak usah memaksakan. Paman pasti akan terus memberikan kabar mengenai kondisi Angga.]

Hembusan nafas pelan terdengar setelah membaca isi pesan tersebut dan disusul kedua bola matanya memandang arah luar kosong.

Setelah pertemuan terakhirnya dengan Angga waktu lalu, semuanya menjadi semakin jelas. Kebencian Angga terhadapnya sudah tidak bisa Samudra tangani. Walau awal terasa pahit, tetapi Samudra sudah mulai menerima itu semua.

Dan setelah membaca semua isi pesan dari paman Kim, perasannya kini bimbang.

Kondisimu memburuk ya, Ga. Gumam Samudra.

Mobil yang kembali melaju setelah tadi sempat berhenti di lampu merah, kedua netranya masih tetap setia memandang arah luar kaca.

Tak berusaha untuk mengingat, tetapi satu memori melewat.

"Sa, Kakak janji akan selalu ada di sisi Samudra,"

"Samudra juga lakukan hal yang sama untuk Kakak, ya?"

"...janji?"

Samudra kini mengalihkan pandangannya kepada sticker beruang kecil di belakang casing ponselnya. Ia kemudian menyunggingkan senyum kecil.

"Pak, tolong putar arah menuju bandara." Seru Samudra.

Terdengar di kedua telinga sang sopir,  pak sopir pun langsung mengurangi kecepatan mobil, lalu bertepi.

"B-bandara?" Balasnya melihat Samudra dari kaca spion dalam, dengan wajah kebingungan.

Samudra tersenyum kecil lalu berbicara, "Iya, betul. Bandara, Pak."

"Kenapa tiba-tiba ke bandara, tuan?" Tanya sang supir yang masih dilanda kebingungan.

Ia bertanya kembali untuk memastikan jikalau ia salah dengar, karena jika dilihat dari jadwal, hingga dua bulan yang akan datang tuannya ini tidak memiliki jadwal penerbangan kemana pun.

No One Can Remove YouDonde viven las historias. Descúbrelo ahora