.30

6 2 2
                                    

OOO

Tak lama setelah Shasa dan Danny selesai berbicara, pengumuman boarding pesawat diumumkan. Pelukan dan perkataan perpisahan di layangkan dari satu per satu individu, dan Ajiel menjadi orang terakhir untuk memberikan salam perpisahaan kepada Shasa.

Mengetahui bahwa ini akan menjadi pelukan terakhir untuk waktu yang lama, keduanya pun memberikan pelukan terbaiknya satu sama lain dan pelukan yang semakin dalam itu membuat air mata kembali membasahi kedua mata Shasa.

This is the time,

Shasa yang memeluk erat Ajiel berkata. "Wait for me, ya...?"

Ajiel mengelus lembut kepala Shasa dan menghembuskan nafasnya pelan sebelum berbicara, "I will."

Bohong jika Ajiel sekarang tak sedih, ia hanya terus menguatkan dirinya untuk tidak rapuh di depan Shasa. Jika ia tak bisa menguatkan dirinya, bagaimana dengan Shasa? Bagaimana ia bisa membuat perpisahan ini lega disaat dirinya pun rapuh. Walau air mata ingin keluar dan jatuh, Ajiel dengan sekuat tenaga terus menahanya.

Sesaat keduanya hanya diam dan menikmati momen yang tersisa ini. Mereka saling bertukar perasaan dengan pelukan yang erat, hingga Ajiel berbicara.

"So, don't be afraid to be alone, ok? Karena aku akan selalu ada, nemenin kamu," tambah Ajiel membuat kening Shasa berkerut.

"H-how?"

"Because you have my heart, babe. And is always be here," ucap Ajiel melepas pelukannya lalu menunjuk sisi kiri dimana jantung berada, dan hal itu membuat Shasa terkekeh kecil. Ajiel pun tersenyum nelihat Shasa tertawa pada ucapanya. Melihat Shasa tertawa adalah hal yang lebih dari cukup untuk perpisahan ini.

Dan-ya, gombalan-gombalan Ajiel yang seperti itu lah yang akan membuat rasa rindu Shasa kepadannya menjadi lebih besar.

"Dan gelang perjanjian ini juga kan?" Balas Shasa sambil menunjukan gelang berwarna coklat dengan inisial nama mereka di masing-masing gelangnya. Terlihat cheesy, tetapi itulah yang menyatukan mereka dan membuat hubungan mereka langgeng.

Dilihat waktu yang tersisa tidak banyak, Ajiel mengecup pelan dahi Shasa. "Safe filght, babe. Don't forget to always read my email's when you're there, ok?" Shasa pun mengangguk mengiyakan ucapan Ajiel dan Shasa kemudian tersenyum dengan senyuman terbaik yang ia miliki.

Karena merasa sudah cukup berpamitan dengan orang tersayang dan waktu yang ia miliki juga sudah tidak banyak, Shasa pun melangkahkan kakinya masuk kedalam pesawat, hingga punggungnya tak terlihat lagi dari rekan-rekannya berdiri.

Air mata yang seakan habis tadi, kini kembali menggenang di kedua netra Kayla, "Safe light, Sha," ucap Kayla pelan.

Walaupun Yoga baru dekat dengan Shasa belum lama ini, rasanya ia pun merasa terenyuh melihat temannya itu pergi untuk waktu yang tak terhitung, apalagi jika ia di posisi Ajiel ataupun Kayla yang memang sangat dekat dengan perempuan riang itu. Ia mungkin tidak akan setegar mereka.

"Kay, lo pulang naik ojol kan?" Tanya Ajiel setelah beberapa saat.

Kayla mengangguk membalasnya dan kemudian Ajiel pun melakukan hal yang sama.

"Sip. Kalau gitu lo bareng gue aja, ok?" ucap Ajiel kembali, dan tentu Kayla langsung menolaknya sesaat Ajiel selesai bicara. Rasanya sudah cukup ia merepotkan Ajiel maupun Shasa selama ini, kini ia hanya ingin meringankan beban mereka yang selama dua tahun ini, mereka selalu ada disisinya membantunya.

"No...i'm okay, Ji. Lagian kalau lo anter gue, lo muter lagi untuk balik ke apartment lo, nanti lo nyampe apartnya terlalu malem" ucap Kayla mencoba meyakinkan Ajiel. Bukannya membuat Ajiel mengiyakan ucapannya. Hal tersebut malah membuat niat Ajiel mengantarkan Kayla semakin kuat.

No One Can Remove YouWhere stories live. Discover now