64

6 0 0
                                    

"Permisi, apa diantara kalian pernah melihat seseorang yang sering bolak-balik keluar dari gedung itu?"

"Gedung mana pak?"

"Itu, gedung yang terbakar," tunjuk pria bertopi, bermasker dan ber-outfit serba hitam itu ke gedung yang terbakar dengan asap yang mengepul tebal. Warga disekitarnya panik ingin memanggil pemadam kebakaran namun dihadang semua pria berbaju hitam yang berpencar disetiap sudut daerah itu," apinya tidak merambat, biarkan gedung itu menjadi abu."

"Apa kalian pernah melihat seseorang keluar masuk dari gedung itu?" Tanya pria itu lagi.

"Tidak, gedung itu kosong pak sudah tidak terpakai 5 tahun. Memang ada apa dengan gedung itu? Apa dipakai untuk markas narkoba?"

"Yang lebih jahat dari itu, kalian tidak melihat ada pergerakan?"

"Sumpah pak, kami tidak melihat seorang pun."

"Apa ada cctv dekat sini?"

"Cctv? Tidak ada cctv di jalanan ini, mungkin ada satu di toko elektronik berjarak 2km dari tkp ini."

"Benar pak, jika kita mendapat informasi baru kami akan menyampaikan pada bapak. Penjahat ini pasti sangat berbahaya."

"Benar-benar."

"Kita harus menjaga anak istri kita baik-baik."

"Benar."

Pria itu menurunkan topinya lalu memasukkan kedua tangannya di saku celana," jika ada kabar terbaru, beri tahu kami."

"Baik-baik."

  Pria itu pergi meninggalkan 3 orang yang ia interogasi, penjual siomay, penjual bakso keliling dan pria tua lusuh. Ketiga orang itu saling melirik satu sama lain dan setelahnya pergi meninggalkan TKP tanpa ada yang menyadari.

  Di lain tempat pak Hakim yang sedang menjemput Reva dikejutkan oleh kabar dari anak buahnya kalau gedung kosong itu terbakar, beberapa tempat dan orang-orang sekitar diselidiki oleh bawahan Rheva langsung. Bahkan ia mendapat kiriman foto di sudut lain kalau Queen mafia itu juga ikut dalam penyelidikan, dengan ini pak Hakim merasa cemas jika membawa Reva pulang sekarang. Karena rumah Reva tidak jauh dari gedung tersebut, dan ia takut kalau Reva diselidiki.

  "Nak Reva mau mampir ke rumah paman tidak? Hari ini bibi membuat bubur kacang hijau yang banyak."

  "Ayo Rev, kita sudah lama makan bubur kacang hijau buatan bibi Melin," seru Aluna yang berada di samping pak Hakim dengan senang. Rheva yang mendengar di belakang hanya mengangguk mengetahui kalau Reva yang asli pasti menyukai bubur kacang hijau buatan istrinya pak Hakim, Melinda. Dan Reva juga mengetahui kalau pak Hakim pasti menjauhkannya dari penyelidikan yang Rheva sekarang lakukan. Bagaimana Reva tahu? Tentu saja hal sekecil itu ia ketahui sepenuhnya.

  "Turunin dia disini."

  "Gue ikut."

  "Tidak ada bantahan."

  Revan tetap meyakinkan pak Hakim agar dirinya ikut dan tidak perlu mendengarkan perintah Rheva. Karena pak Hakim juga senang jika Revan bisa ikut untuk meramaikan suasana, ia tidak menurunkan Revan dan berhenti mendengar perintah dari Rheva. Pak Hakim yakin, pasti Revan berusaha mendekati Reva dan ia harus membantunya hehe.

   Rheva hanya melihat keluar mobil dengan acuh, pasti ada sesuatu yang besar hingga membuat Revan menjauhi Reva. Bukan hanya tentang masalah pagi ini. Bahkan, Revan yang bodoh ini malah rela menitipkan motornya ke rumah teman dan malah ikut menumpang disini. Jika ditanya alasannya yaitu motornya perlu diperbaiki dan ayah temannya seorang montir. Tapi Rheva tahu kalau Revan hanya ingin bersamanya hari ini, menjauhi Reva untuk sementara.

  Drrtt

  Rheva langsung menatap layar ponselnya dan tersenyum miring ketika mendapati kabar kalau kelompok Queen mafia tengah bergerak dan membakar sebuah gedung yang kemarin malam ia intip. Namun dari kabar-kabar terbaru yang beredar, belum ada keterangan alasan sang Queen membakar gedung. Tapi Rheva tahu alasannya, ia harus memantau kabar ini secara up to date.

  "Paman, gedung itu kebakar?" Tanya Aluna pelan setelah dirinya dengan keras membunyikan radio mobil.

  "Tapi kita sudah dapat bukti," ujar pak Hakim dengan lirih, dapat Aluna tahu kalau pamannya ini sedang ketakutan tapi tidak diekpresikan saja.

  Mobil itu berjalan dengan kecepatan normal dan telah sampai di sebuah perumahan yang indah dan asri. Mobil mereka berhenti tepat di depan rumah minimalis bercat hijau yang memiliki banyak bunga mawar di halamannya, hanya saja beberapa mawar di pot bunga terlihat pecah dan berserakan di teras dengan pintu rumah terbuka lebar. Melihat itu, jantung pak Hakim langsung berdegup kencang dan berlari memasuki rumah.

  "Ada apa dengan pak Hakim?" Monolog Revan yang terkejut lagi melihat Aluna berlari dengan cemas memasuki rumah setelah mendengar seruan pak Hakim yang memanggil nama istri dan anaknya dengan keras sampai terdengar di luar.

  Karena Revan merasa ada yang janggal, ia memerintahkan Reva agar tetap berada di mobil dan ia langsung menyusul Aluna ke dalam. Dapat Revan lihat kalau seluruh perabotan rumah ini sudah hancur berserakan di lantai, dan yang lebih mengejutkan ada peluru yang tertancap di  tembok yang retak.

  "Kita cek cctv," seru pak Hakim yang keluar dengan laptop di tangannya menghampiri Revan dan Aluna yang masih berdiri di ruang keluarga.

  Disisi lainnya Rheva dengan perlahan keluar mobil dan mengedarkan pandangannya ke sekeliling rumah pak Hakim. Melihat dimana pot-pot bunga itu pecah di teras dan pintu terbuka lebar Rheva yakin kalau ini bukan perbuatan maling. Sedangkan ruangan dalam yang dapat terlihat dari luar porak poranda lebih meyakinkan Rheva kalau ini juga bukan penculikan biasa. Rheva beropini jika ada beberapa orang datang ke rumah ini dan bertemu dengan bibi Melin, mungkin karena apa yang dicari nya tidak ada ia mengancam bu Melin hingga terjadi perlawanan hebat. Mungkin bu Melin berusaha melawan dengan melempar semua perabotannya namun tidak berhasil, kemungkinan bibi Melin akhirnya dibawa keluar dengan paksa dan dibawa entah kemana. Bagaimana Rheva tahu kalau bibi Melin tidak ada? Tentunya setelah ia mendengar teriakan pak Hakim memanggil-manggil nama istri dan anaknya, berarti yang ia asumsikan benar.

  Rheva melangkahkan kakinya memasuki halaman dan mengedarkan pandangannya ke pojok-pojok teras dan langsung mendapati sebuah cctv masih utuh berada di pojok atas. Karena melihat ini, Rheva menyimpulkan kalau para penyergap ini tidak takut identitas mereka terbongkar. Berarti, identitas mereka tidak sesederhana itu.

  Sebelum Rheva memutuskan untuk masuk, ia melihat ke kanan kiri tetangga pak Hakim yang sunyi senyap tidak ada tanda-tanda kehidupan. Bahkan jika penyulikan biasa harusnya sekarang sudah ada polisi dan pak Hakim sudah diberitahu lebih dulu.

  "Cctv-nya tidak ada suaranya," seru pak Hakim frustasi.

  "Sekelompok orang telah menculik istri dan anak anda paman, tetapi ini bukan penculikan biasa melainkan penyergapan yang pada akhirnya membawa istri dan anak anda untuk dijadikan sandera. Para tetangga disini tidak ada yang keluar, berarti sekelompok orang itu telah mengancam mereka. Karena mereka meninggalkan cctv masih menyala, berarti mereka hanya ingin pak Hakim memeriksa dan mengetahuinya sendiri."

  "Disini tidak ada suaranya," ujar pak Hakim memperlihatkan layar laptopnya ke Rheva.

  Rheva melihat rekaman cctv itu dengan cermat. Dari rekaman itu dapat dilihat kalau sekelompok orang berjumlah 10  datang dengan baik dan bahkan sempat duduk di sofa ruang tamu sebentar. Setelahnya mereka menyecokkan sesuatu yang membuat istri dan anak pak Hakim ketakutan dan hendak masuk ke kamarnya kemungkinan untuk bersembunyi. Namun sekelompok orang itu tidak membiarkan hal itu terjadi, mereka berusaha menangkap ibu dan anak itu hingga terjadi acara perlemparan barang. Karena kesal, salah seorang dari mereka meluncurkan peluru yang hanya ditujukan untuk menakut- nakuti. Pada akhirnya ibu dan anak itu patuh karena takut, mereka pun menyerahkan diri mereka untuk mengikuti mereka keluar. Namun sebelum orang-orang itu benar keluar, seorang dari mereka memperlihatkan sebuah lambang ke cctv teras dan pergi begitu saja.

Behind The New LifeWhere stories live. Discover now