36: The truth

32 4 1
                                    

Pagi ini, di cuaca yang mendung, seorang pria mengusap telapak tangannya yang sedikit mati rasa. Jae mengamati telapak tangannya yang memerah. Ingatannya melompat pada beberapa hari yang lalu. Telapak tangan ini pernah digenggam oleh sebuah tangan kecil yang hangat.

Tangan hangat Yiseul kembali terasa di telapaknya. Semburat merah perlahan muncul. Jae mengelum bibirnya yang sedikit lagi menerbitkan senyuman. Bagaimana bisa tangan sekecil itu menyimpan begitu banyak kehangatan?

Jae ingat betul rasa tangan kecil Yiseul menggengam erat jarinya sambil berkata bahwa tanganmu hangat diiringi dengan senyuman manis. Ah, sekarang pria kepala tiga ini terlihat seperti remaja kasmaran, menangkup wajah sambil menggeleng kemudian menepuk pipi untuk menyadarkan diri.

"You can't do it now, Jaehyung."

"Do what?"

Jae gelagapan begitu setengah badan berlapis mantel kuning muncul tiba-tiba di hadapannya. Orang yang membuatnya kasmaran di pagi hari sudah datang.

"Kau baru mau berangkat?" tanya Yiseul dengan kepala yang dimiringkan dan juga mata besar yang berkedip penasaran.

Jae berdeham. Anehnya ia gugup. "Ya—ya. Kau sendiri belum berangkat?"

Yiseul menggeleng. Rambut panjang perempuan itu bergerak kanan kiri, menciptakan efek bergelombang yang entah kenapa terlihat lucu di matanya.

"Belum. Aku baru mau berangkat."

Yiseul melihat jam tangan.

"Sudah setengah tujuh. Aku duluan. Sampai jumpa!"

Yiseul sudah berjalan menjauhi gedung apartemen, menuju sebuah halte bus yang terletak tepat di depan apartemen. Jae mematung di tempat. Badannya bergerak maju mundur, seperti hendak menyusul. Hingga akhirnya ia berteriak.

"Yiseul!

Si pemilik nama yang berjalan sudah sedikit jauh menoleh ke belakang.

"Mau berangkat bersama?"

Teriakan itu berakhir menjadi kecanggungan di sebuah mobil sedan. Jae melirik perempuan di sebelahnya. Kondisi ini terakhir kali terjadi sekitar dua hari yang lalu, saat ia tak sengaja mengajak Yiseul pergi ke bengkel tempat Rust berada.

Mengingat hari itu membuat Jae menghela napas malu. Ia sungguh malu saat pemilik bengkel menunjukkan nominal tagihan karena terlambat mengambil mobil. Kertas tagihannya bahkan masih ada di saku salah satu mantelnya yang lain. Membuang kertas itu sama saja dengan melihat kembali nominal menginap Rust jadi Jae membiarkan kertas itu tetap di tempatnya, atau mungkin menyuruh seseorang untuk membuangnya nanti.

"Jaehyung. Aku mau tanya sesuatu."

"Hm?"

Jae menoleh sekilas. Yiseul tampak ragu untuk berbicara.

"Merek hot pack apa yang kau beli waktu itu?"

"Hot pack?"

Jae menoleh dan mendapati Yiseul juga sedang menatapnya. Dengan segera pandangan diputus oleh Jae.

"Aku tidak merasa pernah membelinya."

"Waktu kau membawaku ke bengkel, aku sempat memegang tanganmu dan itu hangat. Aku bertanya-tanya merek hot pack apa yang bisa membuat tanganmu begitu hangat dan tahan lama ..."

Oh, ya Tuhan. Jae meremas setir mobilnya. Wajahnya merah padam. Dengan berani Jae melirik. Yiseul tampak menunduk. Wajahnya tenggelam dalam balutan syal yang melilit leher. Apa perempuan itu malu karena pertanyaannya sendiri? Di bagian mana? Pegangan tangan atau hot pack?

Days Gone ByWhere stories live. Discover now