07: Little story (2)

183 83 15
                                    

Jiho berjalan mundar-mandir dengan gelisah di luar ruang operasi. Sesekali ia melirik ke arah ponselnya. Dari tadi, dokter yang ia tunggu belum juga menunjukkan batang hidungnya. Kalau sampai Dokter Kim telat, bisa-bisa Jiho yang disuruh masuk dan melakukan operasi, dan Jiho tidak mau itu terjadi. Ia belum siap.

"Dokter Kim belum juga datang?" tanya seorang perawat yang keluar dari ruang operasi dengan mengenakan baju operasi lengkap tapi tanpa sarung tangan.

Jiho menggeleng. "Belum. Tadi sudah aku hubungi tapi belum datang."

"Aku di sini."

Suara yang tidak asing terdengar. Orang yang Jiho tunggu-tunggu datang. Dokter Kim Wonpil berjalan tergesa-gesa ke arah mereka sambil mengikat tali cap surgeon-nya.

Jiho langsung lega melihat dokter itu akhirnya datang. Tadinya jika Dokter Kim tidak kunjung datang, tangannya sudah bersiap-siap menelepon dokter lain. Tapi syukurlah hal itu tidak perlu.

"Terima kasih, Dokter Goo."

Wonpil menunjukkan senyum tipisnya. Setelahnya, Dokter Kim dan perawat tadi langsung masuk ke ruang operasi.

Pintu besi itu terbelah dua, memperhatikan seisi ruang operasi. Di dalam sana, Jiho dapat melihat seorang calon ibu sedang terbaring di meja operasi dengan raut wajah yang kesakitan.

Jiho yang masih berdiri di depan pintu operasi tiba-tiba saja meremas kuat bajunya.

"Aw ..." Jiho meringis ketika merasakan perut seakan-akan diremas begitu kuat dan rasanya sangat sakit.

Karena sakit yang semakin tidak tertahankan, Jiho pergi dari sana. Kakinya membawanya ke kantor perawat. Setelah masuk, Jiho langsung mengambil secangkir air putih dari dispenser dan meneguknya habis. Ia kemudian berjalan ke salah satu meja dan menekuk kedua lengannya agar menjadi bantalan dan menjatuhkan kepalanya di sana.

Rasanya sakit di perutnya datang setelah ia tidak sengaja melihat isi ruang operasi yang terbuka dan hal itu membuat perutnya terasa melilit dan kepalanya berputar-putar. Ingatan mengerikan itu kembali. Hari di mana Jiho gagal sebagai seorang dokter. Hari di mana–

"Dokter Goo ada di sini?"

Suara Perawat Nam terdengar di telinganya tapi Jiho tidak menjawab suara itu, bahkan mengangkat kepala saja tidak.

"Ada apa? Apa terasa sakit lagi?" tanya Perawat Nam khawatir. Ia memperhatikan perempuan di sampingnya dengan tatapan iba.

Jiho mengangguk. "Sepertinya."

Jiho enggan mengangkat kepalanya karena rasa pusing yang semakin menjadi-jadi jika ia mengangkat kepalanya.

"Sudah minum obat?"

Perawat Nam menepuk bahu Jiho pelan untuk menenangkannya.

"Tidak. Aku tidak bisa bergantung pada obat setiap kali ini kambuh."

Perawat Nam tahu betul apa yang sedang terjadi dengan perempuan di depannya. Kepala pusing dan perut sakit hanya salah satu gejala dari traumanya. Trauma yang membuatnya harus cuti beberapa minggu.

"Minumlah obatnya. Kau tidak bisa terus-terusan seperti ini. Lebih baik menghalaunya datang dari pada merasakannya bukan?"

Jiho mengangguk. Ya, benar. Lebih baik menghalaunya dari pada merasakan sakitnya. Jiho mengeluarkan satu tempat obat kecil dari saku celananya. Tempatnya sangat kecil hingga hanya muat satu pil saja. Pil itu kemudian diteguk habis bersama dengan air putih.

Jiho pikir traumanya sudah hilang karena selama mengambil cuti ia beristirahat dengan cukup. Tapi ternyata tidak.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Days Gone ByWhere stories live. Discover now