13: Accident

180 37 4
                                    

Hari ini jadwal praktek Wonpil tidak terlalu padat. Antrian pemeriksaan ibu hamil bulan ini tidak sebanyak bulan lalu. Pemeriksaan bulan lalu benar-benar menjadi yang paling panjang dalam sejarah Wonpil bekerja. Padahal ia baru dipindahkan ke rumah sakit ini tapi pasiennya sudah seperti antrian konser.

Wonpil bersiap-siap menerima pasien baru. Pintu ruang praktek terbuka, menampilkan sepasang suami istri dengan pakaian serasi. Sudut bibir Wonpil terangkat karena pemandangan di depannya. Sudah lama ia tidak melihat pasiennya mengenakan baju couple saat pemeriksaan bulanan.

"Selamat pagi," sapa Wonpil.

"Pagi, Dokter."

Sepasang manusia itu tersenyum membalas sapaan Wonpil. Sang suami menuntun istrinya masuk dengan sangat hati-hati, layaknya barang mudah pecah. Sampai istrinya duduk pun, tangan si suami tidak beranjak dari punggung maupun pinggang istrinya.

"Sayang, duduk di sini."

"Tidak mau. Kau saja. Aku tidak bisa melihat layar monitor dari sana."

"Baiklah, aku yang di pojok. Kau tidak akan jatuh karena duduk di sana 'kan?"

"Tidak akan. Sekarang saja tanganmu memegangku erat. Bagaimana aku bisa jatuh?"

Wonpil dan Perawat Nam menyembunyikan senyum mereka kala melihat interaksi mesra dari pasangan yang segera menyandang status ayah dan ibu di depan mereka. Belum pernah Perawat Nam mendengar dan melihat pasangan berdebat tentang siapa yang duduk di dekat dinding dan siapa yang di ujung.

"Jadi, bagaimana keadaan calon anak kami, Dokter?" tanya pasiennya.

"Dari hasil pemeriksaan, kandungan Nyonya Cho sehat dan tidak ada masalah," kata Wonpil sambil melihat data hasil pemeriksaan USG dan kawan-kawannya. "Nyonya Cho juga sehat, tapi untuk berat badannya agak naik," lanjut Wonpil hati-hati. Ibu hamil berubah sensitif kalau mendengar komentar tentang berat badan mereka.

Wanita di depan Wonpil tertawa kecil sembari melambaikan tangannya ke depan. "Akhir-akhir ini aku memang sering makan. Dalam sehari saja aku bisa makan sampai empat piring nasi," katanya.

"Tapi itu hal yang wajar 'kan?" tanya sang suami dengan nada khawatir.

"Wajar kalau ibu hamil banyak makan. Kalau Nyonya Cho makan sedikit, baru bisa dicuurigai ada masalah," canda Wonpil. "Nyonya Cho boleh makan banyak tapi jangan terlalu banyak. Porsi dan gizi yang masuk harus pas," lanjutnya.

Wonpil juga memberikan beberapa saran lagi pada pasangan di depannya. Seperti hal yang boleh dilakukan dan tidak, serta makanan apa yang harus dihindari selama masa kehamilan. Tangannya kemudian menyodorkan secarik kertas yang berisi semua hal yang sudah disebutkan sebelumnya.

Saran Wonpil didengar baik oleh pasangan di depannya. Terkadang, sang suami mengomel pada istrinya dan mengadu ke Wonpil. Pria itu hanya menanggapinya dengan senyuman kecil. Harmonis sekali pasangan di depannya.

"Terima kasih waktunya, Dokter."

Wonpil tersenyum tulus mendengar ucapan terima kasih ibu hamil di depannya. Pasiennya sudah berjalan mendekati pintu keluar saat tiba-tiba saja Wonpil berteriak.

"Tunggu!"

Wonpil berdiri dari duduknya dengan tergesa-gesa lalu menghampiri pasien dan suaminya. Perasaan Wonpil tidak enak akan sesuatu, sesuatu yang bisa saja dapat menjadi masalah untuk dirinya dan rumah sakit.

Telapak tangan kanan dokter itu terbuka dan tangan yang satu menopang lengan kanannya. Tanpa berbicara, telapak tangan yang terbuka itu menunjuk ke arah kertas yang berisi resep obat untuk pasiennya tadi.

Days Gone ByOnde as histórias ganham vida. Descobre agora