41: Them

26 4 2
                                    

It's weird
My feelings toward you are
getting out of control

————————

Every day is a fight.

Kata-kata itu sudah menjadi bagian hidup dari seorang dokter. Bertugas dengan pasien yang nyawanya diujung tanduk adalah sebuah perjuangan.

Layaknya sebuah peperangan, seorang prajurit tentu membutuhkan perlengkapan seperti senjata. Namun di medan perang yang Wonpil hadapi sekarang tidak ada apa-apa selain otak dan tangan.

"Sudah pembukaan delapan. Kepala bayinya hampir terlihat."

Pagi hari ini Wonpil disibukkan dengan seorang wanita yang tengah merasakan kontraksi di depan apartemennya. Ya, Wonpil masih di depan gedung tempat tinggalnya.

Beberapa menit yang lalu saat ia hendak berjalan ke halte bus, seseorang dari bagian resepsionis apartemen menarik bajunya dan berkata mereka membutuhkan dokter. Awalnya Wonpil kira seseorang terkena serangan jantung. Namun saat sampai ke tempat yang ditunjukkan oleh resepsionis ternyata yang sedang membutuhkannya adalah seorang ibu hamil.

"Apa kau tidak bisa mengeluarkannya sekarang? Dia terlihat sangat kesakitan."

"Ya Tuhan. Tolong lakukan sesuatu. Sakit sekali ..."

Wanita yang kakinya sudah terbuka itu berteriak entah pada siapa. Wajahnya mengerut dan memerah, bukti rasa sakit yang luar biasa. Wanita itu terus menerus memukul-mukul sofa tempatnya duduk. Teriakannya menarik perhatian penghuni apartemen lain yang sedang berlalu di lobi. Wonpil sadar akan tatapan penasaran orang-orang sekitar.

"Apa tidak ada tempat yang lebih tertutup?" tanya Wonpil. Ia melepaskan mantelnya dan menyelimuti tubuh ibu hamil yang sedang menjerit kesakitan.

"Kami ada ruang staf tapi terkunci. Aku tidak memegang kuncinya."

Mendengar itu otak Wonpil bekerja lebih keras. "Sudah panggil ambulans?"

Pertanyaannya diberi anggukan oleh resepsionis. "Beberapa menit yang lalu."

"Ya Tuhan, Dokter. Tolong lakukan sesuatu!"

Kali ini Wonpil yang menjadi objek pelampiasan sang ibu hamil. Kemejanya ditarik-tarik hingga bentuknya tidak rapi lagi.

"Nyonya, tolong tenang. Aku ingin Nyonya menarik lalu menghembuskan napas pelan-pelan. Ikuti aku. Satu, dua. Satu, dua. Pelan-pelan."

Wonpil memberi instruksi pada ibu hamil itu agar tetap tenang dan mengatur napas. Ibu hamil ini tidak boleh membuang tenaganya untuk berteriak-teriak. Wonpil tidak punya obat bius dan dia ragu pihak apartemen memilikinya. Satu-satunya cara agar ibu hamil ini berhenti berteriak adalah membuatnya fokus pada pernapasan.

Kondisi yang hampir mendekati pembukaan sembilan pasti membuat kontraksi lebih sering datang dan ada keinginan untuk mendorong keluar. Untuk itu Wonpil harus menjaga ibu hamil ini tetap tenang selagi menunggu ambulans datang. Dia tidak mungkin melakukan persalinan di tempat seperti lobi apartemen yang terbuka. Tidak steril dan ramai. Sangat beresiko.

Tepat pada waktunya, Wonpil mendengar suara sirine ambulans. Wonpil berdiri ketika melihat dua petugas ambulans mendekati mereka sambil mendorong brankar. Salah satu petugas dibantu oleh resepsionis membantu membaringkan ibu hamil itu di atas brankar.

"Kami menerima laporan ibu hamil yang hendak melahirkan. Apa Anda walinya?" tanya seorang petugasnya lagi pada Wonpil.

Wonpil menggeleng sambil menunjukkan id card rumah sakitnya. "Aku dokter obgyn. Pasien sudah masuk pembukaan delapan. Kita bawa ke Rumah Sakit Geosan."

Days Gone ByWhere stories live. Discover now