33: Save me (2)

36 4 0
                                    

Dua pasang sepatu hitam mengkilap menyentuh lembut lantai granit mahal lobi rumah sakit. Si pria yang sepatunya lebih kecil tampak sesekali mengangguk sementara pria bersepatu lebih besar sibuk mengoceh soal tetangganya.

"Kalau boleh jujur, Yiseul itu cantik. Wajahnya kecil. Mungkin hanya sebesar telapak tanganku."

Dowoon memperhatikan telapak tangannya. Mencoba menempelkan wajahnya pada telapak tangan dan mengukurnya.

"Kepribadiannya sangat mengejutkan. Siapa sangka dibalik wajah dan badan kecilnya itu dia kuat sekali minum. Waktu pertama kali bertemu dengannya dia bisa menghabiskan 3 kaleng bir sendiri."

"Langsung minum? Di pertemuan pertama?"

"Tolong jauhkan pikiran apapun itu. Kami minum di apartemen Jae hyung jadi semua aman. Pokoknya di sana Yiseul mulai cerita kalau dia ini, dia itu. Oh, ya. Dia juga bilang pernah belajar biola di luar negeri. Boston kalau tidak salah. Makanya dia dan Jae hyung bisa berkomunikasi ...."

Suara Dowoon semakin kecil di pendengaran. Tingkah pria itu tidak mendapat perhatian Wonpil. Ia sendiri sedang mengamati seorang pria tua yang berdiri kebingungan di tengah lobi yang ramai. Karena baju yang dipakai berwarna kuning terang, pria tua di sana terlihat menonjol di antara yang lain.

"Kau suka dengannya?" tanya Wonpil masih dengan mata yang melekat pada pria di tengah lobi. Ia baru sadar pria itu punya masalah berjalan. Kaki kanannya tampak kaku.

Dowoon menggeleng. "Aku punya yang lain."

Wonpil langsung menoleh. "Siapa dia?"

Dowoon menatap Wonpil untuk waktu yang lama, hingga akhirnya berucap, "Tak akan kuberitahu."

Wonpil mendecak. Ia sangat penasaran kira-kira siapa yang bisa meluluhkan remaja berbadan pria dewasa itu.

"Suatu hubungan tidak akan berhasil jika kau memberitahunya pada orang lain."

"Sumber mana yang mengatakan itu?" Wonpil berucap ketus. Status remaja yang sering terpaku untuk Dowoon masih terlalu elit. Pria itu kadang bisa berpikiran seperti bocah yang belum lulus sekolah dasar.

"Tidak tahu. Aku membuatnya sendiri, baru saja."

Wonpil tidak sanggup untuk tidak memukul punggung berbalut mantel di sebelahnya. "Aku harap perempuan itu menolakmu. Aku kasihan dengannya."

"Seharusnya hyung kasihan dengan diri sendiri. Aku yakin tubuh ini belum berpemilik." Dowoon menggerakkan tangannya ke atas ke bawah, seperti memindai Wonpil dari kepala hingga kaki kemudian menjatuhkan telunjuknya di dada kiri, tepat di jantung.

Wonpil tersenyum sampai matanya melengkung. Dowoon ikut tersenyum namun tak lama kepalanya tersentak ke depan. Wonpil melakukannya tanpa rasa bersalah. Salah Dowoon sendiri karena mengatakan hal sensitif bagi pria berkepala tiga yang belum memiliki tambatan hati.

Pintu lift terbuka. Beberapa orang keluar dari kotak kaca hingga membuat isi di dalam kosong.

"Kau naik saja dulu. Aku ada urusan," kata Wonpil kemudian menjauh baik dari lift maupun Dowoon. Pria yang ditinggal pergi melenggang masuk ke dalam lift tanpa pikiran berarti.

Sementara itu kaki Wonpil bergegas berlari kecil ke arah pria paruh baya yang sedari tadi menangkap perhatiannya.

"Hm, permisi. Apa ada yang bisa kubantu?"

Days Gone ByWhere stories live. Discover now