08: Moving

170 71 8
                                    

Chapter kali ini khusus buat si bontot & abang Jae

Check it out!
————————————————————

"Woon, barangmu sudah habis belum? Kenapa banyak sekali?"

Teriakan Jae bergema di basement apartemen yang sepi. Karena Jae memutuskan untuk menampung Dowoon sementara, ia terpaksa harus membantu pria ini membawa baju-baju yang banyaknya tidak terbayangkan. Awalnya ia menolak tapi Dowoon terus-terusan meneleponnya membuat Jae tidak tahan dan berakhirlah di sini.

"Selesai. Ini yang terakhir."

Dowoon datang dengan menyeret sebuah koper kecil. Jae yang berada di depan bagasi mobilnya terperangah melihat barang-barang yang dibawa Dowoon. Ia melihat bagasinya yang sudah terisi dengan dua koper besar. Sebanyak apa baju pria ini sampai butuh lebih dari satu koper untuk pakaiannya?

"Kau membawa isi satu apartemenmu?"

Usia mereka memang hanya terpaut tiga tahun namun terkadang tingkah Dowoon yang absurd membuat Jae tidak bisa menebaknya dan berakhir membuat kepalanya pusing sendiri seperti sekarang.

Dowoon yang duduk di samping kursi kemudi terus melirik khawatir kursi belakang, lebih tepatnya ke arah bagasi.

"Hyung, kopernya tidak akan jatuh 'kan?" tanya Dowoon khawatir.

"Kau pikir saja. Memangnya bagasiku bisa terbuka sendiri?" jawab Jae sinis.

Benar juga. Mana mungkin mobil yang Dowoon yakini harganya mahal ini punya bagasi rusak.

"Lagi pula kenapa barangmu banyak sekali?" tanya Jae heran. Matanya menyipit penuh selidik. "Kau tidak berencana pindah ke rumahku 'kan?" sambung Jae penuh curiga.

Dowoon menggeleng. "Koper merah untuk baju santai, koper merah agak gelap khusus untuk kemeja, dan koper kecil untuk keperluan kamar mandi. Tidak banyak 'kan?"

"Tidak banyak katamu! Sampai sana kau harus merapikan isi-isi kopermu itu. Aku tidak mau kamar tamu yang kusewakan berubah menjadi kapal pecah. Mengerti?"

"Ya, ya. Mengerti," jawab Dowoon malas. Yang tua memang cerewet.

Setelah memakan waktu sekitar beberapa menit, dua pria dewasa itu tiba di apartemen Jae. Bisa dibilang ini pertama kalinya Dowoon datang ke apartemen Jae karena memang tidak pernah ada niatan untuk datang ke sini.

Di sepanjang koridor menuju unit Jae yang berada di lantai lima, Dowoon menatap sekeliling. Tempat tinggal Jae lebih mirip hotel dibanding apartemen. Terlihat agak sedikit lebih mewah dari punya Dowoon. Setelah sampai di depan pintu berwarna coklat tua, Jae memasukkan password dan membuka pintunya.

Setelah terbuka Dowoon menyeret dua koper besarnya masuk. Ia berdecak kagum melihat isi unit minimalis Jae. Unitnya tidak terlalu besar, malah terasa pas untuk seseorang yang tinggal sendiri.

"Ini kamarmu."

Jae membuka salah satu pintu kamar yang berada di ujung dekat ruang tengah dan menaruh koper kecil Dowoon di dekat pintu.

"Tadinya ruangan ini akan kugunakan sebagai ruang ganti, tapi karena sudah tidak ada kamar lagi, terpaksa harus kuberikan sebagai kamar tidurmu," sambung Jae.

Dowoon memperhatikan penuh detail ruangan ini. Tempat ini cukup besar untuk sebuah ruang ganti. Ia kemudian mulai menarik masuk koper-kopernya.

"Lemarinya boleh kupakai?" tanya Dowoon sambil menunjuk lemari besar kosong di hadapannya.

Jae mengangguk sebagai jawaban. "Aku sudah mengosongkannya. Bisa langsung kau gunakan."

Dowoon kemudian membuka tiga kopernya. Koper besar berisi baju-baju santai dan pakaian dalam sedangkan koper yang berukuran sedang berisi kemejanya dan yang terakhir, koper kecil memuat keperluan tidur dan kamar mandi. Ada bantal leher, air humidifier mini, dan keperluan kamar mandi seperti sikat gigi dan kawan-kawannya.

Days Gone ByTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang