Apa Eliza tak memikirkan perasaan nya? Tak memikirkan hidupnya kedepannya? Dan apa Eliza kira dia akan masih bisa hidup ketika nafasnya telah pergi meninggalkannya?

Terkadang Erland berpikir, apakah Eliza mencintai nya seperti gilanya dia mencintai Eliza?

Erland memejamkan matanya, menahan gejolak amarah bercampur sedih yang di rasakan nya saat ini.

Amarah karena dia merasa di posisi ini dia seperti tak bisa melakukan apapun, dan sedih mengingat bagaimana konsekuensi operasi yang akan istrinya lakukan.

Lama berada di posisi seperti itu, Erland dengan pelan membuka pintu ruang inap Eliza. Saat masuk, dia melihat Eliza yang kini sudah tertidur dengan lelap.

Kaki panjang Erland melangkah dengan pelan tak menimbulkan suara, dan saat berada di samping Eliza butiran air mata sudah tak dapat ia bendung ketika melihat bagaimana tenang nya wajah Eliza saat ini.

Erland bergerak mencium kening Eliza lama, kenapa, kenapa penyakit itu harus istrinya yang merasakannya, kenapa bukan dirinya saja yang merasakan itu. Jika bisa ditukar, Erland bahkan dengan senang hati menggantikan Eliza dari semua rasa sakit yang Eliza rasakan.

Saat Erland melepaskan ciuman di kening Eliza, lututnya terasa begitu lemas hingga saat ini lututnya bersimpuh di lantai dengan tangan yang masih menggenggam tangan Eliza lembut.

Sangat sulit untuk Erland bersikap biasa-biasa saja saat melihat istrinya kini sudah berada di ujung kematiannya, Erland tak ingin menemui Eliza karena dia tak ingin Eliza melihat betapa rapuhnya dirinya saat ini.

Disaat Eliza sadar, Erland hanya bisa menatapnya dari jauh. Dan di saat Eliza tertidur, disitulah dirinya datang dan menumpahkan segala apa yang di rasakan. Seperti saat ini, Erland menangis tanpa suara dengan bahu yang bergetar sangat hebat.

*****

Memasuki ruang NICU tempat khusus di mana bayi yang baru lahir di letakkan untuk mendapatkan pengawasan penuh dari tenaga medis, kini Erland melangkahkan kakinya berjalan pada dua tempat kaca yang berbentuk persegi yang memperlihatkan bayi yang berbalut kain berwarna biru dan pink kini memejamkan matanya.

Tangan Erland bergerak memegang dua boks kaca di depannya, ia menatap satu persatu anaknya dan Eliza yang tampak sangat menggemaskan.

"Erozalex."

"Eryischa."

Setelah mengucapkan dua nama itu, Erland langsung pergi meninggalkan ruang NICU tersebut.

Eliza tersenyum lebar mendengar ucapan Hendar barusan, kini ia menatap anak-anaknya dengan bahagia.

"Erozalex dan Erisyscha, itu nama yang sangat bagus!" Ucap Eliza.

Hendar menganggukkan kepalanya setuju.

"Erland memikirkan nama itu selama berjam-jam setelah tau anak kalian telah lahir dengan sehat." Ucap Hendar.

Eliza yang mendengar hal itu tiba-tiba melunturkan senyumannya.

"Dia, dia kenapa belum datang? Semenjak aku bangun, sampai sekarang aku belum pernah melihatnya. Apa dia benar-benar tak ingin melihat ku lagi, apa dia membenci ku, atau mungkin dia sudah jijik melihat istri berpenyakit nya-"

"Apa yang kau katakan El!" Potong Hendar tak suka mendengar ucapan Eliza.

"Kau sendiri tau betapa Erland mencintai mu, betapa dia menganggap mu hal yang paling dan sangat penting dalam hidupnya. Apa kau pikir Erland seperti yang kau katakan?"

The Antagonist's Perfect Husband [TAMAT]Where stories live. Discover now