chapter 10

1.8K 177 23
                                    

Hai hai...
Halo sobat kesta yang sangat aduhai slebew...
Jangan lupa vote nya ya, biar semangat ngetiknya...





Happy Reading...

*****

"nah gitu dong, sekali-kali bantu-in Mama"
Itu suara Ainur. Wanita paruh baya yang tengah melihat anaknya sedang menyapu halaman dengan muka tertekan dan hati yang tidak ikhlas.

"jangan gitu dong mukanya, senyum dong, yang ikhlas" Seru Ainur yang membuat Kania semakin kesal.

Kania tersenyum dengan terpaksa.

"sip, tambah cantik" puji Ainur seraya mengacungkan ibu jarinya.

"yaudah, yang bersih ya nyapunya, nanti suami kamu brewokan kalau nggak bersih. Tata titi tutu... Mama kedalam dulu" setelah mengatakan itu, Ainur pun segera melangkah pergi.

"oh iya Kania, kalau ada orang anter roti, diterima ya, itu pesanan Mama"

"iya..."

Kania pun mulai menyapu halamannya yang terbilang cukup luas itu. Ia terus saja mendumel kesal didalam hatinya.

"kalau kaya gini, mending gue sekolah aja" gumam Kania yang kemudian membanting sapu lidi yang ia pegang.

Ting...tong...

Suara bel depan gerbang rumahnya itu mengalihkan perhatiannya, dengan langkah lunglai Kania menuju gerbang yang tertutup rapat itu.

"Assalamualaikum, Saya ingin menghantarkan ini pada-" ucapan orang itu tergantung tak kala melihat wanita dihadapannya itu.

"Ustadz?" Ujar Kania kaget.

"Astofirullah" gumam Ustadz Adam yang refleks menundukkan kepalanya. Mana mungkin ia menatap Kania yang bukan Mahramnya, ditambah lagi Kania hanya memakai T-sirt pendek berwarna putih, dan dipadukan celana pendek diatas lutut.

"ka-kamu ngapain disini?" tanya Ustadz Adam gugup, pandangannya masih saja menghadap kebawah.

"ih, Ustadz aneh, ini kan rumah Kania. Ustadz nggak inget apa, ken semalem ustadz nganter" balas Kania.

"jadi, Kamu anaknya bu Ainur?" tanya Ustadz Adam.

"iyalah, jadi Ustadz yang ngantar rotinya Mama?" Kania bertanya balik.

Ustadz Adam mengangguk.

"kenapa nggak bilang?"

"bilang apa?"

"bilang kalau yang jual kue itu Ustadz, kalau Kania tau kan mau borong"

Ustadz Adam menggelengkan kepalanya.

"jadi lupa, jadinya berapa Ustadz?" tanya Kania seraya menerima kue itu.

"jadi apa?" tanya balik Ustadz Adam.

"harga kue-nya, hayolo Ustadz mikir apa?"

"Astofirullah, Saya tidak berfikir seperti itu"

"yaudah, semuanya berapa?"

"500 ribu"

"bentar ya Ustadz" Kania pun langsung berlari setelah mengatakan itu untuk mengambil uang didompet Mamanya.

Setelah selesai mengambil uang, ia pun segera kembali untuk mengasihkannya pada Ustadz Adam yang masih diam termenung dengan pandangan tertunduk.

"nih Ustadz" ujarnya, seraya mengasihkan uang tersebut.

"ini banyak sekali, kenapa jadinya 550 ribu?" tanya Ustadz Adam bingung.

"nggak papa Ustadz, itu uang tip, soalnya yang nganter Ustadz" balas Kania dengan cengengesan.

"kalau begitu saya pamit dulu. Assalamualaikum"

"nggak mau mampir dulu Ustadz?, ketemu sama mamanya Kania alias, celon mertua Ustadz"

"tidak, terima Kasih, sampaikan saja salam saya dengan bu Ainur"

"bentar Ustadz, Ustadz boleh mundur dikit nggak?"

Ustadz Adam pun berjalan mundur satu langkah "kenapa?"

"gantengnya kelewatan"

Dengan pandangan yang masih tertunduk, Ustadz Adam tersenyum tipis, tapi sangat tipis,hingga tak terlihat jika ia sedang tersenyum. Entah mengapa, mulutnya berkedut untuk menampilkan senyuman. Uhuyy tersenyum apa nie?

"kalau begitu, saya permisi dulu, Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam, Hati-hati ya sayang, eh maksudnya Ustadz"

*****

"Assalamualaikum"

Suara itu pun mengalihkan perhatian Ustadz.Adam yang sedang membaca beberapa buku mengenai agama. dengan segera, Ustadz Adam pun melangkahkan kakinya untuk membuka pintu. Memang setelah mengatakan kue dirumah Kania, ralat, bu Ainur, Ustadz Adam langsung beranjak pulang.

"Waalaikumsalam" balas Ustadz Adam.

"Masyaa Allah, Abah, kenapa tidak bilang ingin kesini?" tanya Adam seraya langsung mencium tangan Abah Rahman.

"masuk dulu Abah"

Kedua pria itu pun segera masuk kedalam rumah, disana, Adam duduk berhadan dengan sang Abah.

"Adam, Abah ingin membicarakan sesuatu" ujar Abah Rahman memecah keheningan yang terjadi diantara mereka berdua.

"sesuatu apa Abah?" tanya Ustadz Adam yang mulai penasaran.

"soal perjodohan, apakah Adam siap menerimanya?" tanya Ustadz Adam.

Mendengar itu Ustadz Adam langsung menundukkan pandangannya.

"saya... Belum siap Abah"

Bersambung...

Uhuy lah...
Perjodohan kenapa nie ye?

Tinggalkan jejak bestieeee...








Lauhul Mahfudz ku [SUDAH PO]Where stories live. Discover now