[Year 5] Chapter 12. Sebuah Kebenaran

1.4K 246 18
                                    

Ketika Januari berganti menjadi Februari, akhir pekan kunjungan Hogsmeade selanjutnya pun tiba. Draco menunggu-nunggu hari itu untuk kabur dari kehidupan sekolahnya yang akhir-akhir ini terasa seperti neraka, namun saat dia menyinggung soal itu saat sarapan, satu minggu sebelum jadwal kunjungan itu, Harry langsung mengerjap padanya. “Aku belum bilang ya? Jadwalnya bertepatan dengan Hari Valentine, dan aku sudah janji untuk pergi kencan dengan Cho.”

“Oh,” cuma itu yang bisa Draco katakan. Hermione memandangnya penuh simpati di seberang meja, tapi itu tidak dapat menghentikan dadanya yang seperti jatuh ke lantai.

Malam itu, dia duduk dan menulis surat untuk Viktor. Terakhir kali Draco menulis surat adalah saat Natal, namun detik itu, dia benar-benar ingin bicara dengan Viktor daripada dengan temannya yang lain, jadi Draco berusaha untuk mencurahkan semua perasaannya di atas kertas, dan ketika dirinya melihat Aquila yang terbang membawa suratnya, Draco merasa sedikit lebih baik.

.

Namun begitu, saat Hari Valentine tiba, rupanya semua tidak berjalan seperti rencana. Di meja saat sarapan, Hermione mendapatkan surat yang membuatnya segera menghadap pada Harry, matanya berkilat tajam dan penuh tekad.

“Ini penting sekali,” katanya. “Kamu bisa bertemu di Three Broomstick siang nanti, tidak?”

“Aduh… gimana ya,” ujar Harry ragu-ragu. “Cho sudah berharap bisa bersama denganku seharian. Dan kami juga belum ada rencana mau kemana saja.”

“Ya sudah, bawa saja dia kalau memang perlu,” Hermione memaksa, dan Draco menatap Hermione dengan heran seolah gadis itu baru saja punya dua kepala. Apa-apaan Hermione ini? Kenyataan bahwa Harry ada kencan dengan Chang saja sudah membuat Draco sedih, apalagi harus melihat mereka berdua dengan mata kepalanya sendiri.

Namun Hermione sama sekali tidak bisa dibantah, jadi dia membuat Harry berjanji untuk tetap datang lalu pergi dari sana tanpa menjelaskan apa isi surat yang baru saja dia terima.

Harry meninggalkan mereka segera setelahnya untuk bertemu dengan Chang, menyisakan Draco dan Weasley yang tidak tahu harus mengobrol apa selama beberapa menit.

“Jadi,” ujar Weasley, setelah beberapa menit penuh kesunyian yang canggung. “Menurutmu, apa yang sedang direncanakan Hermione?”

“Aku juga tidak tahu,” jawab Draco jujur. “Semoga bukan kelompok pemberontak lainnya. Jadwal kita sudah penuh.”

“Semoga tidak,” Weasley setuju, dengan mata yang melebar.

Ternyata, Hermione mempunyai rencana yang lain dari perkiraan Draco, untungnya. Hermione menunggu mereka di gerbang depan, ditemani Luna Lovegood, dan mulai menjelaskan pada mereka.

“Setelah banyak buronan Azkaban kabur, aku memutuskan sudah waktunya orang-orang tahu apa yang sebenarnya terjadi,” ujar Hermione sambil berjalan menjauhi keramaian. “Harry butuh wadah untuk menjelaskan semua kebenarannya. Menyajikan pilihan lain bagi orang-orang yang mulai tidak puas dengan pernyataan dari Kementerian. Jadi, aku menghubungi Rita Skeeter.”

“Apa?!” suara Draco meninggi, rahangnya hampir jatuh. “Kamu sudah gila ya, Hermione?!”

“Aku benci harus setuju dengan Malfoy,” ujar Weasley. “Tapi dia benar, Hermione. Apa kamu lupa Skeeter lah yang pertama kali membuat Harry tidak dipercaya? Dia orang terakhir yang bisa kita percaya!”

“Tidak usah khawatir,” Hermione tersenyum puas. “Karena kalau dia tidak melakukan hal yang kuperintahkan, aku akan melaporkannya sebagai seorang Animagus ilegal. Gampang kan.”

Draco menatapnya sambil menimbang-nimbang.

“Kamu yakin itu akan berhasil?” tanyanya ragu.

“Yang Rita Skeeter pedulikan adalah pekerjaan dan ketenarannya,” Hermione mulai menjelaskan. “Dia tidak akan mau ambil risiko menghancurkan karirnya. Dia akan menurutiku, walau dia benar-benar membencinya.”

Do It All Over Again (INA Trans)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant