[Year 5] Chapter 5. Seperti Klub Baca Buku, Namun Lebih Ekstrim

1.5K 265 43
                                    

Selama beberapa hari kedepan, seolah ingin menakut-nakuti Draco, Umbridge seperti berada dimana-mana—misalnya menginspeksi kelas Snape saat ada Draco di sana, begitu pula dengan kelas Mantra dan Arithmancy—seolah hukumannya setiap malam tidaklah cukup bagi nenek sihir itu, Draco masih harus menahan diri untuk berada di dekatnya selama setidaknya sekali di dalam kelas yang tidak diajarkan olehnya selama seminggu penuh.

Sedangkan guru-guru yang lain, suasana hati mereka bervariasi mulai dari sekedar kesal, sampai benar-benar murka pada Inkuisitor Agung yang bau itu. Draco sangat terkesan karena wanita itu berhasil selamat dari kelas Snape, mengingat kesabaran Snape sudah sangat menipis menghadapinya.

Yang lebih ajaibnya, adalah Harry yang benar-benar dapat mengontrol emosinya saat pelajaran Umbridge. Draco tidak yakin bagaimana Harry bisa menahan emosinya, karena dia sendiri tidak satu kelas dengan Gryffindor, namun dari yang ia dengar lewat Hermione, Harry menahan mulutnya untuk tidak berkata apa-apa dengan memaksakan diri untuk selalu menatap bukunya.

“Kamu benar-benar berhasil membuatnya begitu,” ujar Hermione saat mereka berdua sudah duduk di ruang kelas Rune Kuno. “Dia benar-benar berhenti cari gara-gara. Pengaruhmu pada Harry itu benar-benar mengerikan.”

“Bagus deh kalau ada seseorang yang dapat mengambil hikmah dari luka sayatan di tanganku,” timpal Draco, mengepalkan tangannya. Kalimat di punggung tangannya memang susah untuk dibaca saking bertumpuk-tumpuknya. Umbridge pasti tidak puas melihatnya.

Well,” Hermione berkata hati-hati. “Sebenarnya ada sesuatu yang ingin aku bicarakan padamu. Atau, lebih tepatnya, sesuatu yang aku ingin kamu beritahu ke Harry agar Harry setuju melakukannya.”

“Oh?” tanya Draco, mengangkat satu alisnya. “Semoga sesuatu yang bagus, Hermione. Karena kalau tidak, aku tidak akan peduli.”

Hermione menatap sekeliling dengan sembunyi-sembunyi, memastikan bahwa tidak ada seorangpun yang mengamati mereka dan kelas masih belum dimulai. Hal itu malah makin membuat Draco penasaran. Saat Hermione menatapnya lagi, temannya itu sudah berbisik padanya. “Ini soal Umbridge yang tidak mau mengajari kita semua sihir Pertahanan.”

“Hal itu memang akan menjadi masalah,” Draco setuju. “Tapi memangnya kamu ingin Harry melakukan apa?”

Well,” timpal Hermione pelan. “Harry kan tahu soal sihir pertahanan jauh lebih banyak dari kita. Dan dia juga sudah memiliki banyak pengalaman kalau dibandingkan dengan anak seumuran kita.”
Draco menatapnya, pikirannya langsung paham kemana arah pembicaraan Hermione.

“Kamu mau Harry mengajari kita Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam tanpa sepengetahuan Umbridge?” tanya Draco.

“Benar,” Hermione mengedikkan bahu. “Soalnya aku pikir dia pasti bisa. Tapi Harry tidak terlalu setuju dengan ideku.”

“Tidak kaget,” ujar Draco datar.

“Dia selalu saja menolak mengakui bahwa dia itu spesial,” Hermione menghela napas. “Dia bilang, dia berhasil selamat dari semua kejadian membahayakan selama beberapa tahun terakhir cuma karena dia beruntung, bukan karena kemampuannya. Jadi dia tidak punya apa-apa untuk mengajari orang lain. Tapi kamu dan aku sama-sama tahu kalau itu tidak benar.”

“Memang,” Draco setuju. “Dia itu penyihir yang sangat kuat, walaupun dia tidak menyadarinya.”

“Tepat sekali. Dan kemampuannya akan bermanfaat jika dipakai untuk mengajar orang lain. Coba pikirkan saja semua mantra yang dia pelajari waktu tantangan terakhir Turnamen Triwizard!”

“Tapi sebentar deh,” Draco mengenyit. “Maksudmu ini, siapa saja yang akan dia ajar? Kamu, aku, Harry dan Weasley, atau masih ada orang lain?”

“Nah, begini,” ujar Hermione, terlihat khawatir. “Kurasa kita harus memberi semua orang kesempatan yang sama untuk belajar.”

Do It All Over Again (INA Trans)Where stories live. Discover now