[Year 5] Chapter 9. Kerentanan Sebuah Pikiran

1.4K 235 34
                                    

Waktu sudah bergulir ke bulan Desember saat Harry dan Draco baru sempat bertemu lagi untuk latihan Occlumency. Dengan Quidditch, tugas-tugas sekolah, pertemuan Laskar dan tanggung jawab Draco sebagai Prefek yang meningkat mendekati hari natal, mereka benar-benar tidak punya waktu untuk bertemu. 

Namun malam ini, di hari Senin malam yang dingin dan berangin setelah latihan Quidditch, Draco menyeret dirinya sendiri ke Ruang Kebutuhan. Dia sudah mandi dengan air hangat di kamar mandi ruang ganti Quidditch setelah latihan, namun setelah dia kembali ke kastil, dia sudah kedinginan lagi. Jadi, ketika dia membuka pintu Ruang Kebutuhan dan mendapati Harry di depan perapian yang hangat dengan secangkir coklat panas dan selimut yang menunggunya, Draco benar-benar ingin mengecup bibir Harry.

Well, sebenarnya dia selalu ingin mencium Harry sih. Cuma terkadang, keinginannya begitu intens dan membuatnya kesulitan bernapas. Harry, tentu saja, sama sekali tidak sadar soal apa yang tengah Draco rasakan.

“Aku meminta tolong Dobby soal ini,” seringainya pada Draco, lalu menyodorkan secangkir coklat panas ke tangannya. “Aku tebak kamu pasti butuh ini, cuaca lagi parah-parahnya di luar. Maaf loh, habis latihan Quidditch masih harus bertemu denganku begini. Padahal kamu pasti punya agenda lain yang lebih penting.”

“Harry,” Draco memutar matanya. “Mengajarimu cara melindungi pikiranmu dari serangan adalah prioritasku. Aku pasti akan menyisihkan waktuku untuk itu.” Harry tersenyum, sambil memasukkan kakinya yang dingin di dalam selimut yang besar, yang kini juga tengah digunakan Harry untuk menyelimuti kaki Draco. Rasanya Draco ingin meledak saja. Kenapa sih Harry selalu saja melakukan hal-hal yang lembut macam itu.

“Jadi,” lanjut Draco, menghela napas dulu untuk menenangkan diri, “sudah berhasil mengatur sistem pikiranmu?”

“Sudah,” Harry mengangguk. “Dan aku sempat mengubah beberapa. Semoga tidak apa-apa.”

“Tentu saja tidak apa-apa,” jawab Draco seketika. “Memang harus berdasarkan apa yang menurutmu benar.”

“Oke,” Harry mengangguk lagi lalu mengambil sebuah kertas perkamen yang berisi coret-coret seperti denah. Draco awalnya tidak bisa memahaminya. Gambar dan tulisan Harry, dan pribadinya sendiri memang biasanya tidak rapi.

“Jadi,” jelasnya. “Di sisi ini, aku mengatur laci berdasarkan orang-orang karena lebih gampang untukku, tapi aku juga menambahkan kelompok-kelompok sesuai dengan suatu topik? Misalnya, berhubungan dengan Hogwarts, atau Laskar. Waktu itu kita juga sempat bahas.”

“Aku ingat,” Draco setuju.

“Jadi hal baru yang kutambahkan,” lanjut Harry, menunjuk pada sisi sebelah kanan kertas perkamennya. “Adalah laci dengan suatu periode waktu di hidupku. Satu laci untuk ingatan sebelum orang tuaku meninggal. Satu laci untuk ingatan sebelum aku tahu kalau aku adalah seorang penyihir. Kemudian laci untuk setiap tahun yang aku lewati selama aku ada di Hogwarts.”

“Oke,” Draco mengangguk. “Dan kamu masih mengelompokkan lagi di setiap laci-laci ini soal kejadian-kejadian tertentu yang kamu alami?”

“Sepertinya begitu,” jawab Harry tak yakin.

“Kamu harus tahu dengan pasti,” Draco memberi saran. “Soalnya kalau kebanyakan yang kamu letakkan pada suatu laci tanpa kamu tata lagi lebih dalam, akan lebih sulit. Kalau lacimu berantahkan, maka tidak akan bisa tertutup rapat, dan kamu jadi tidak bisa melindungi pikiranmu.”

“Oh gitu,” komentar Harry. “Walau itu cuma bayangan-bayanganku saja?”

“Justru bayangan itu yang paling penting, Harry,” Draco menekankan. “Kalau kamu tidak hapal diluar kepala soal bayangan laci-lacimu itu, setidaknya sampai kamu benar-benar menguasai ilmu Occlumency, kamu tidak akan bisa melakukannya. Aku tahu, pasti ada bayangan lain yang bisa dipakai selain laci, tapi tetap saja, itupun kamu harus membayangkannya dengan sama seriusnya.”

Do It All Over Again (INA Trans)जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें