[Year 5] Chapter 4. Si Merah Muda yang Begitu Keji

1.8K 262 66
                                    

“Jadi,” Hermione berkata saat Draco duduk di sebelahnya di kelas Rune Kuno setelah makan siang. “Harry sudah cerita semuanya?”

“Benar,” jawab Draco, berusaha agar nadanya tidak terdengar kesal.

“Maafkan aku, Draco,” bisik Hermione, menatap matanya. “Bukan maksudku tidak menyertakan kamu. Kami cuma diperingatkan oleh Profesor Lupin musim panas kemarin kalau informasi apapun yang kami berikan padamu dapat digunakan untuk menyakitimu,” Hermione menelan ludah, matanya sedikit berkaca-kaca sembari melanjutkan. “Kupikir, kalau kamu tidak tahu apa-apa, kamu akan aman.”

“Hermione,” Draco menghela napas. “Aku hargai kekhawatiranmu, tapi ada risiko yang lebih baik diambil. Aku sudah terima bahwa nasibku akan selalu dalam bahaya saat aku memilih berpihak pada Harry dan melawan Ayahku. Aku sudah tahu apa yang akan aku hadapi.”

“Harry yakin kamu pasti akan bilang begitu,” ujar Hermione, nadanya begitu menyesal.

“Ya memang,” Draco mengedikkan bahu. “Harry paham rasanya bahwa tidak tahu apapun itu jauh lebih parah daripada segala hal yang akan terjadi jika aku tahu sesuatu.”

“Tapi berada di samping Harry akhir-akhir ini susah sekali,” jawab Hermione, ada ketegangan dalam nadanya.

“Maksudnya bagaimana?” kejar Draco, dahinya mengernyit.

“Kamu lihat sendiri tadi dia bagaimana padaku,” Hermione mengingatkan. “Dan dia sering sekali marah-marah pada kami sekarang. Aku paham dia sedang frustrasi, sungguh, tapi aku sudah mulai capek diperlakukan seperti itu.”

“Hermione,” panggil Draco, mulai kehilangan kesabaran. “Harry sudah melakukan banyak hal berat untuk semua orang, tapi kalian malah merahasiakan semuanya pada dia sepanjang musim panas. Ditambah, dia diserang oleh Dementor dan hampir dikeluarkan dari sekolah. Menteri Sihir sekarang ikut-ikutan tidak suka padanya, dan separuh dari dunia sihir berpikir dia orang gila, termasuk orang-orang yang ada di sekolah ini. Harusnya kamu paham kondisinya kan?”

“Tapi aku tidak melakukan apapun kecuali—” Hermione bersikeras. “Percuma juga aku jelaskan, kamu tidak mungkin paham. Soalnya kalau sama kamu dia selalu beda.”

Well, mungkin sikapnya denganku berbeda karena cuma aku satu-satunya yang tidak memperlakukan dia seolah dia tidak bisa melindungi diri sendiri,” Draco mengingatkan. “Jadi kalau mau diperlakukan sepertiku, ya kamu harus mengubah dirimu.”

“Aku tuh—” Hermione mulai menjelaskan, namun lagi-lagi menghentikan dirinya. “Lupakan deh.”

“Kamu yang awalnya mengangkat topik ini!” Draco mengingatkan. “Dengar, kalau kamu ada masalah dengan sikap Harry, terserah kamu mau memilih berbicara dengannya atau dipendam dalam hati. Tapi jangan mengeluh padaku dan berharap aku bisa menyelesaikan semuanya.”

“Tapi justru itu masalahnya, kan?” desis Hermione, mulai kesal lagi. “Kalau aku bilang padanya, nanti aku kena marah. Tapi kalau kamu yang bilang hal yang sama, dia pasti mau mendengarkan. Masa kamu mau menyalahkanku yang mengeluh padamu padahal selama ini cuma kamu satu-satunya orang yang mau didengarkan oleh Harry?”

“Tidak ada bedanya siapa yang menyampaikannya, Hermione,” Draco berdebat. “Cuma tinggal bagaimana cara kita menyampaikannya pada Harry.”

“Sayangnya bukan begitu, Draco,” Hermione menggelengkan kepalanya. “Awalnya aku pikir, mungkin karena dia masih syok atas pertengkaran kalian tahun lalu makanya dia mendengarkanmu, tapi kalau dipikir-pikir, dari awal sudah seperti itu. Dia akan selalu mau mendengarkan kalau kamu yang bilang. Aku tahu itu, Ron juga tahu, bahkan Ginny pun juga tahu. Dan semakin cepat kamu menerima fakta itu, semakin mudah bagi kami semua melewati semua ini. Karena kami butuh seseorang yang bisa menenangkan Harry dan menasihatinya yang akhir-akhir ini gampang sekali meledak.”

Do It All Over Again (INA Trans)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang