[Year 4] Chapter 10. Lika-liku dari Sebuah Kepedulian

2.1K 315 107
                                    

Draco menghindari pergi Aula Utama sampai sarapan keesokan harinya, ketika dia sudah tidak kuat lagi untuk menahan rasa laparnya. Draco pergi ke Aula Utama sepagi mungkin, berharap belum ada seorangpun yang sudah ada di sana. Namun, ketika dirinya menggigit sepotong roti terakhirnya, Viktor duduk di depannya, mengamatinya dengan lekat.

“Halo,” kata Viktor. “Aku jarang sekali melihatmu setelah Tantangan yang kemarin.”

“Yeah, begitulah,” Draco mengedikkan bahu, tidak membalas tatapan Viktor.

“Kamu tidak apa-apa?” tanya Viktor.

“Tentu saja, seratus persen baik-baik saja,” Draco berbohong.

“Baiklah,” Viktor mengernyit. “Mau bergabung denganku dan Hermynni di perpustakaan nanti?”

Kata-kata Viktor mengingatkannya atas apa yang terjadi saat itu di danau, membuat hati Draco membeku kembali.

“Tidak, terima kasih,” jawab Draco, lalu bangkit. “Aku tidak mau mengganggu kalian.”

Dia dapat merasakan tatapan Viktor di punggungnya ketika dirinya pergi dari sana, namun dia sama sekali tidak berbalik untuk memastikannya.

.

Hermione menemukannya di sudut perpustakaan saat istirahat makan siang, lalu duduk di sebelahnya setelah sebelumnya menatapnya tajam.

“Berhentilah menghindari kami,” kata Hermione pelan.

“Kenapa?” tanya Draco heran. “Bukannya lebih baik kalau aku pergi?”

“Jangan konyol,” Hermione memarahinya. “Tidak ada yang senang melihatmu marah begini. Bukan aku, apalagi Harry.”

“Sayang sekali kalau begitu,” Draco mengedikkan bahu. “Untunglah dia punya Weasley, jadi nanti dia pasti lupa.”

“Ron mana bisa menggantikanmu,” Hermione bersikeras. “Dia tidak akan bisa, dan aku yakin, jauh di dalam hatimu, kamu juga pasti tahu.”

“Yang benar?” tanya Draco, berusaha seperti tidak ambil pusing. “Karena sungguh, aku tidak berpikir begitu.”

“Aku tahu kamu terluka, Draco,” Hermione menghela napas. “Dan aku paham, sungguh aku paham. Tapi kalau kamu pikir kamu akan bisa menghindariku dengan semua kalimat sarkasmu ini, maka kamu lebih bodoh dari yang kupikirkan.”

“Memang,” ujar Draco. “Kamu mana bisa berhenti ikut campur urusan orang.”

“Tahun lalu,” ujar Hermione, mengabaikan sindiran sarkas Draco. “Saat Harry dan Ron bahkan sama sekali tidak mau bertemu denganku, kamu selalu ada di sampingku. Aku selalu saja marah-marah padamu, memperlakukanmu dengan buruk, tapi kamu tetap berada di sampingku, tetap membelaku, dan selalu memaafkanku. Jadi, kalau kamu pikir aku akan diam saja dan meninggalkanmu saat kamu terluka begini, Draco, berarti kamu salah besar.”

Tenggorokan Draco tercekat begitu mendengarnya, membuatnya harus mengalihkan pandangan sambil menahan diri untuk tidak menangis. Dia menangis lebih sering dalam dua hari terakhir, dan kini dia berada di perpustakaan. Tempat yang terlalu ramai untuk menangis.

Hermione mengulurkan tangannya dan meletakkannya di atas tangan Draco yang terkulai di meja, raut wajahnya begitu lembut saat mengatakan, “Aku turut sedih melihatmu bersedih begini, Draco. Kamu benar-benar sahabatku yang paling baik dan rasanya sakit melihatmu seperti ini. Kumohon beritahu aku bagaimana membantumu untuk merasa lebih baik.”

“Kamu bisa berhenti membicarakan soal ini supaya aku bisa sedih sendirian, mungkin?” saran Draco.

Hermione meremas jemarinya lembut, lalu menambahkan, “Harry benar-benar luar biasa marah dengan dirinya sendiri, asal kamu tahu.”

Do It All Over Again (INA Trans)Where stories live. Discover now