[Year 4] Chapter 2. Tahun yang Tak Pernah Tenang

1.8K 326 66
                                    

Draco harus menunggu sampai keesokan paginya untuk mengetahui alasan kenapa dia harus buru-buru pulang. Dia sampai tidak bisa tidur, tidak tenang karena hatinya tak enak. Saat Draco sarapan, Ibunya sudah duduk di meja makan, membaca koran Daily Prophet. Wajahnya begitu serius saat menatap mata Draco, membuat Draco menghentikan langkahnya karena takut.

"Ada apa?" tanya Draco cepat, lupa untuk memberi salam sopan pada Ibunya.

"Berjanjilah pada Mother untuk menjaga amarahmu," ujarnya.

"Ada apa?!" suara Draco makin meninggi, terlalu tegang untuk bersikap sopan.

Ibunya menghela napas lalu memberikan koran tersebut pada Draco, tampak menyerah.

Draco buru-buru membaca judul berita utamanya dan memucat. Terdapat foto besar bergambar Tanda Kegelapan di langit malam pada halaman utamanya, dan judul di bawahnya seakan mencekiknya.

TEROR DI PIALA DUNIA QUIDDITCH

Draco menatap ngeri untuk sesaat, tidak berani untuk membaca seluruh beritanya, sebelum akhirnya memandang Ibunya.

"Dia ada di sana kan?"

"Draco," katanya menghela napas. "Kita sama-sama tidak tahu soal ini."

"Berhenti!" sentak Draco. "Aku sudah bukan anak kecil lagi dan aku juga tidak bodoh! Dia menyuruh kita pulang kemarin malam, lalu sekarang ini? Aku tidak percaya kalau ini kebetulan, Mother!" saat Ibunya tidak menjawab, dirinya memicingkan mata, lalu mendesis. "Mother tahu kalau ini akan terjadi, kan?"

"Yang benar saja Draco," Ibunya memutar mata. "Mother memang punya firasat dia sedang merencanakan sesuatu, tapi tidak tahu apa itu. Kupikir lebih baik kita jauh-jauh dari apapun yang sedang direncanakannya, itu saja. Mother tidak menyangka rencananya ternyata sebesar itu, kalau tahu, pasti sudah kucegah."

"Teman-temanku kemarin malam ada di sana!" Draco mengingatkannya, nadanya begitu tinggi. "Oh, Merlin! Bagaimana kalau mereka terluka?! Bagaimana jika orang-orang itu menangkap teman-temanku?!"

"Draco, sepertinya—"

"Sebelum ini dia sudah pernah melakukannya, Mother! Ingat buku harian yang dia berikan pada Ginny Weasley?!"

"Sayang, kumohon—"

"Aku harus memeriksa mereka," ujar Draco, menjatuhkan korannya dan berbalik untuk berderap keluar dari ruangan itu.

"Draco!" panggil Ibunya. "Ini masih sangat pagi, mereka pasti belum sampai ke rumah—"

Namun Draco tidak peduli apa yang Ibunya katakan karena dia sudah tidak bisa berpikir jernih. Sebagai gantinya, dia langsung menuju perapian terdekat, mengambil segenggam bubuk Floo dan melangkah ke dalam.

"The Burrow!" ujarnya, membuatnya langsung terserap ke dalam api hijau sebelum siapapun bisa menghentikannya.

Draco terhuyung di perapian lain, terbatuk-batuk keras, yang segera di dengar oleh Nyonya Weasley. Wanita tersebut tergopoh-gopoh masuk ke dalam ruangan sambil berkata, "Arthur, apa itu—" namun langkahnya terhenti saat melihat Draco, wajahnya begitu pucat dengan mata yang melebar.

"Maaf saya tiba-tiba datang tanpa memberitahu," ujar Draco tercekat. "Saya ingin memastikan—oh, apa mereka belum pulang?"

Nyonya Weasley menggelengkan kepalanya, membuat Draco hampir terisak. Hal itu membuat Nyonya Weasley menegakkan tubuhnya. Mungkin insting keibuannya menang, membuatnya berusaha tersenyum menenangkan pada Draco, sebelum akhirnya mendekat ke arahnya.

"Ini kan masih pagi, mungkin saja area keberangkatannya masih penuh," ujarnya menenangkan. "Mungkin butuh waktu sampai mereka datang. Kenapa kamu tidak duduk dulu dan menunggu bersama denganku? Apa kamu lapar, Draco?"

Do It All Over Again (INA Trans)Where stories live. Discover now