Di pekarangan rumah Ken yang sangat luas, Julius mulai membangun istal sebagai tempat kudanya bernaung. Disanalah pertama kali Ken menerapkan saran yang mulanya terdengar konyol itu.

Kuda milik Julius dihajar dengan brutal. Kuda tangguh itu tak mati meski melewati penyiksaan selama tiga malam, namun salah satu kakinya pincang. Tak tahu akankah hewan itu sembuh atau cacat di sisa umurnya.

Kemudian Ken mendatangkan belasan kuda lain. Salah satunya—yang terbaik, diberikan kepada Julius sebagai ganti kuda cacatnya, sehingga sekarang Julius memiliki sepasang. Belasan lain yang tersisa dikuasai Ken sendiri sebagai instrument pemuas dahaga.

Kemudian Ken membangun istal terpisah dari Julius—yang bisa menampung belasan kuda.

Disanalah mereka dipecut, ditendang, dipukuli—dengan tangan kosong ataupun dengan benda dan alat perkakas. Ntah itu linggis, batu, anak panah bahkan stick golf.

Ketika Ken melakukannya, kuda-kuda lain ikut meringkik. Mereka seakan mengerti atas hal yang menimpa teman mereka.

Kuda yang mati lalu dikubur begitu saja. Sah-sah saja jika dagingnya mau diolah untuk kemudian disantap. Tapi Ken mengecam ide itu. Mengingat bagaimana kawanan kuda itu ia perlakukan membuatnya kehilangan selera.

Elsie menyebut pelampiasan tersebut sebagai strategi distraksi. Dia pun hanya bermaksud membuat Ken menjalaninya secara temporer, sebelum rencana sesungguhnya dijalankan.

Rencana sesungguhnya harus dilakukan tanpa sepengetahuan Ken, tetapi andil Naya akan sangat diperlukan disana. Pertanyaannya adalah, apakah Naya bersedia? Satu-satunya hal yang mungkin perempuan itu inginkan adalah membuat Ken menghilang. Dia tak akan peduli dengan urusan Ken dan mimpi buruknya.

Elsie harus memutar otak untuk menarik gadis itu. Jika sebelumnya dia berhasil membujuk Ken karena mengiming-imingkannya sesuatu, maka dia akan membuat Naya terbujuk dengan cara yang sama. Tentu dia tak akan menawarkan keberhasilan hubungannya dengan Ken, jelas Naya tak tertarik. Hal lain yang sangat Naya inginkan, cukup mudah ditebak.

"Pikirkan cara ini untuk mendapatkan kebebasanmu." Elsie berjalan ke sisi Naya dan merangkulnya, berusaha keras untuk meyakinkan.

"Aku tak yakin masih sanggup berpura-pura."

"Aku tak mengatakan kau harus berpura-pura. Dia sudah berubah. Dia berubah untukmu. Cobalah dengan kesungguhan. Beri dia kesempatan!"

Setelah semua yang terjadi, memaafkan saja sudah cukup berat untuk dilakukan, tapi memberi kesempatan pada Ken? That's too much to ask!

"Jika benar berubah harusnya dia tak akan menahanku disini." Naya tak bisa menahan emosinya lagi, jelas terlihat dari suaranya yang bergetar diujung kalimat.

"Dia menyukaimu, Naya. Tidak akan mudah melepas perempuan yang ia sukai begitu saja. Kau harus mengerti, Ken juga berjuang keras untuk berada di tahap ini. Dia dihantui rasa bersalah, tapi tetap dia memutuskan untuk memilihmu. Dia memilihmu!"

Ken memilihnya. Sungguh mendengar hal itu tak lantas membuatnya merasa tersanjung sedikitpun.

Mengapa Ken harus menyukainya? Dan bagaimana pula? Mungkinkah laki-laki itu tidak bisa membedakan antara rasa bersalah dan rasa suka? Tidak masuk akal. Sama sekali tidak masuk akal!

"Cobalah untuk memberinya kesempatan."

"Untuk apa dicoba lagi, jika sudah tahu tak mungkin berhasil. Lagipula, apa hubungan mimpi buruk Ken dengan hubungan kami?" Naya bertanya dengan heran.

"Biang mimpi buruk itu jelas terjadi karena rasa bersalahnya. Dia merasa bersalah karena menyimpan rasa terhadapmu sementara mendiang ibunya selalu mendoktrin kesalahan ibumu. Dan Ken sangat menyayangi ibunya. Kita semua pasti begitu. Jadi, jika kau bisa menumbuhkan perasaan Ken sedikit lebih banyak dari perasaan yang dirasakannya terhadap sang ibu, Jika kau bisa menyemai perasaan Ken, rasa bersalah itu akan memudar, mimpi buruk itu akan hilang dengan sendirinya."

Perlu jeda untuk mencerna semua ucapan Elsie sampai Naya benar-benar memahami maksudnya.

Elsie akan memaksa Ken berperang batin. Benci dan cinta sifatnya bertolak belakang. Jika Naya berhasil mengisi hati Ken dengan rasa cinta, kebencian itu akan pergi. Itulah yang dipikirkan gadis itu.

Sebuah konsep yang mencengangkan.

"Seberapa yakinnya dirimu bahwa cara itu akan berhasil?"

"Aku tak bisa menjaminnya. Tapi semua ini patut dicoba. Pikirkan lah. Memangnya kau tak ingin merasakan kebebasan keluar? Apa kau mau terpenjara seumur hidup?"

Kebebasan. Sudah berapa sering Elsie menggunakan kata itu untuk menjeratnya.

Tentu Naya ingin sekali bebas. Dia masih punya mimpi-mimpi yang menunggu untuk diraih. Tapi jika dia bebas dengan syarat harus menyerahkan dirinya untuk Ken,dia tak yakin, apakah itu artinya lebih baik dari memilih mati. Dia juga tahu, bebas yang dimaksud tak berarti dia bisa pergi dan menghilang dari Ken sesukanya. Tetapi artinya dia bisa menjalani hidup layaknya gadis normal bersuami. Pergi belanja, memanjakan diri di salon terbaik, bahkan mungkin menjalankan bisnis kecilnya.

Sekedar membayangkan dirinya bersama Ken saja sudah membuat perutnya bergejolak.

"Aku tak akan bisa menyukainya, Elsie."

"Kenapa tidak? Ken memenuhi semua hal yang kita idamkan dari laki-laki. Dia kaya raya! Dia bisa mewujudkan apapun keinginanmu. Dia juga tampan! Jauh dari deskripsi buruk rupa. Dan dia sudah berubah untukmu, nanti kau bisa menilainya sendiri."

Naya tahu betul hatinya tak akan jatuh pada Ken setelah apa yang menimpanya selama ini.

"he raped me!" Dia gagal menahan diri untuk tak membawa alasan itu.

Namun setelah mengatakannya, dia berharap Elsie terkejut, menabahkannya, atau setidaknya bersimpati. Naya baru saja menyadari selama ini Elsie tak benar-benar memihaknya begitu perempuan itu menanggapinya dengan komentar. "Dia pasti sudah menyesalinya."

Naya mengerjap-ngerjap, menatap langit-langit kamar sebagai usahanya menghentikan air matanya yang jatuh.

Betapa naifnya dia yang berharap Elsie adalah teman yang tulus. Walaupun selama ini dia menghibur dan menemaninya, membuatnya tetap waras, tetap saja dia ada disana karena dibayar Ken. Dia bekerja untuk Ken.

Elsie menangkap gurat kecewa itu dan memutuskan untuk tak mendesak lebih jauh. Dia akan mencoba lagi besok.

Tetapi semua percakapan itu sudah terlanjur mengusik Naya. Seharian gadis itu terus merenungkannya.

Berkat pengalaman, ia sudah bisa melihat seperti apa situasi yang menunggunya didepan. Tak lama lagi dia akan dipaksa untuk membalas perasaan Ken. Tak peduli sekeras apapun dia menolak.

Naya duduk di tempat tidur, menunggu Elsie kembali selepas menemui Ken. Gadis itu tampak terkejut ketika mendapati Naya yang masih terjaga.

"kau belum tidur?"

Naya menggeleng. "Aku memikirkan ucapanmu mengenai hubunganku dengan Ken."

"Benarkah?" Elsie naik ke tempat tidur untuk bergabung, tampak senang. "Bagaimana menurutmu? Tidak begitu buruk kan?"

"Jika. Jika aku sudah mencobanya, tetapi pada akhirnya tetap tidak merasakan apapun untuk Ken? Apa yang menurutmu akan terjadi?"

"Hm.., Sebenarnya masih banyak wanita yang hidupnya bahagia meski dipasangkan dengan orang yang tidak mereka cintai." Elsie tampak ragu meneruskan pendapatnya, tetapi tatapan Naya memaksanya untuk terus. "Mereka adalah para wanita yang dinikahi pria tua kaya raya. Kalau memang kau sudah berusaha, namun tetap tak merasakan apapun untuk Ken, hiduplah seperti wanita-wanita itu. Belilah kebahagiaanmu dengan uangnya. Setidaknya hidupmu lebih baik dari keadaanmu saat ini."

Dengan salah paham, anggukan kepala Naya diartikan Elsie sebagai bentuk pembenaran atas pendapatnya. Padahal Naya tengah membenarkan tuduhan dalam kepalanya.

Tepat seperti yang diduganya. Dia memang tak diberi pilihan lain.

"Tidak terlalu sulit bukan." Ujar Elsie dengan senyum cemerlang.

Naya mengepalkan tangan, menahan dorongan untuk memukul gadis itu. Namun alih-alih memukul, Naya justru balas tersenyum.

"Jadi? Kapan aku akan menemui Ken?"

KANAYANơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ