XVIII.2

191 106 6
                                    

Brandy membelalak. "Dari mana kau tahu?"

Scar tidak menjawab, tapi matanya berkilat-kilat. "Berarti itu benar."

Brandy mengangguk. "Gemma bunuh diri setelah mendapatkan surat ketiga."

"Apa sebenarnya isi surat ketiga?" tanyaku.

"Hanya satu kata," kata gadis berbulu mata tebal.

"Mati," tambah Brandy dengan suara lirih. "Hanya itu. Diketik dengan huruf kapital berwarna merah, memenuhi satu halaman kertas HVS. Bagi kami yang membacanya, satu kata itu tak berarti apa-apa, tapi tidak demikian halnya bagi Gemma. Dia sudah terpengaruh oleh kedua surat sebelumnya, jadi mendapatkan satu kata itu lebih dari cukup untuk mengacaukan kestabilan emosinya."

"Yang memang sudah tidak stabil," tambah Selena.

"Kalian tahu, seperti benang yang putus," tukas gadis berbulu mata tebal. Dia menjentikkan jari. "Ketika Gemma membacanya, aku dapat membayangkan seolah ada 'benang' yang putus di kepalanya. Sisa-sisa kewarasan yang berusaha dia pertahankan sirna dalam sekejap."

"Kami sudah menyarankan agar dia mengabaikan surat-surat itu, tapi Gemma tak mau mendengarkan kami," kata Brandy dengan raut penuh sesal. Untuk sesaat, kesedihan menyapu wajahnya.

"Dan kalian pikir Pembawa Pesan adalah Nick?" tanyaku. Nick merupakan senior kami. Salah satu bajingan lainnya, tapi dia tidak pernah merundung Mike ataupun Ian. Jadi dia tidak memenuhi syarat sebagai Pembawa Pesan.

"Siapa lagi memangnya kalau bukan dia?" tukas Selena dengan nada sengit. "Nick memang kekanak-kanakan seperti itu. Setiap kali bertengkar, dia pasti menyuruh Gemma untuk mati."

Jadi itu kekanak-kanakan, tapi menghancurkan orang lain melalui kata-kata tidak? Sungguh lelucon. Masalahnya, mendiang Gemma pun kerap melakukan hal yang sama ke orang lain, meski dengan cara berbeda. Cassie adalah salah satu korbannya. Dia memang tidak menyuruh Cassie mati, tapi apa yang dia lakukan sama saja buruknya--jika bukan jauh lebih parah.

Gemma-lah yang pertama kali memberitahu seantero sekolah bahwa ayah Gemma adalah mantan kriminal.

Itu bukan fakta baru, sebetulnya. Seisi kota tahu ayah Gemma adalah mantan kriminal. Hanya saja, tidak ada murid SMA Gateaway yang mengurusi itu. Tidak ada yang tahu kalau si mantan kriminal memiliki hubungan keluarga dengan Cassie. Hingga Gemma menyebutkan kalau lelaki itu ayah Cassie. Nah, itu masalah berbeda. Berteman dengan putri dari mantan kriminal bukan hal yang terdengar bagus sama sekali. Dan lagi, ada pepatah yang mengatakan kalau 'buah jatuh tak jauh dari pohonnya'. Mereka pikir karena ayah Gemma seperti itu, maka putrinya tidak akan jauh berbeda.

Jadi, begitulah cara Gemma menghancurkan kehidupan sekolah Cassie.

Itu hanya satu contoh. Gemma memang tidak pernah melakukan kekerasan fisik, tapi dia melakukan banyak kekerasan verbal. Dan percayalah, itu sama saja buruknya. Kekerasan verbal meninggalkan luka di dalam. Luka yang tidak terlihat. Dan bagaimana caramu menyembuhkan luka yang bahkan tidak terlihat?

"Menurutmu, Nick adalah Pembawa Pesan?" tanya Scar, beberapa saat kemudian. Kami meninggalkan kafe setelah tidak ada lagi informasi yang bisa kami dapatkan dari teman-teman Gemma. Yang jelas, orang itu juga meninggalkan surat-surat itu di loker, sama seperti pada kasus Ian Davis. Itu semakin menambah kecurigaan kami kalau dia merupakan murid SMA Gateaway juga.

Aku berpikir sejenak, kemudian menggeleng. "Nick memang bajingan, tapi dia tidak pernah berurusan dengan Sean. Dia juga tidak ada sewaktu peristiwa-peristiwa yang menimpa Mike terjadi. Kau tahu, peristiwa yang disebutkan Pembawa Pesan dalam suratnya. Memang banyak orang yang tahu soal kasus kue ulang tahun lantaran Sean mengunggahnya ke situs sekolah. Namun, kasus meminum soda itu tidak ada yang tahu selain kami yang berada di sana."

Scar menunduk, menatap bayangan kami yang menjulang di trotoar. Hari ini cuaca panas. Matahari bersinar terik. Cuaca yang cocok untuk pergi berenang--salah satu hal yang disukai Cassie. Itu salah satu dari sedikit hal yang membuatnya senang. Cassie selalu berkata kalau saat berenang dia dapat melupakan banyak hal yang menyedihkan. Seolah hal-hal buruk dalam hidupku melebur ke dalam air. Itu yang selalu dia ucapkan.

"Jadi sepertinya bukan sang pacar yang pemarahan," gumam Scar. "Coba kita analisa lagi para tersangka kita. Apakah Tom, Liam, dan Jude pernah bersinggungan dengan Gemma? Kalau pelakunya salah satu dari mereka, seharusnya mereka juga memiliki dendam terhadap Gemma. Hanya dengan begitu, barulah teori kita tentang pembawa Pesan bisa cocok."

Aku tercengang. Sejujurnya, aku tidak berpikir sampai ke situ tadi. Apa yang dikatakan Scar benar. Jika kami menganggap Pembawa Pesan adalah seseorang yang memiliki dendam terhadap Sean dan para senior yang ditembak Ian, maka dia juga haruslah memiliki dendam terhadap Gemma. Dan itu sebabnya dia juga mengirimkan surat kepada Gemma. Siapa pun orang itu, dia tahu kalau tidak perlu repot-repot menggunakan tangan orang lain untuk mengakhiri nyawa Gemma.

Mengacaukan kestabilan mental gadis itu jauh lebih mudah. Dan lebih cepat.

Siapa pun orang itu, dia cukup mengenal Gemma untuk mengetahui cara menghancurkan emosi Gemma.

"Tidak. Mereka tidak pernah bermasalah dengan Gemma, sebab Gemma hanya merundung murid perempuan," jawabku pelan. Itu salah satu fakta tentang Gemma. Dia tidak mau berurusan dengan murid laki-laki. Jangan tanya aku apa alasannya. Barangkali dia menganggap itu seperti pembagian kekuasaan. Sebagai contoh, Sean yang merajai perundungan terhadap murid laki-laki, sedangkan dia yang merajai perundungan terhadap murid perempuan.

Mendadak, Scar berhenti melangkah. Dia mendongak sedikit, menatapku tajam. Kau tahu apa artinya itu, Joseph? Berarti Pembawa Pesan bukan salah satu dari Liam, Tom, ataupun Jude."

The MessengerWhere stories live. Discover now