II.1

468 146 12
                                    

Keesokan harinya dimulai dengan tidak menyenangkan. Aku terlambat bangun dan sebagai akibatnya harus pergi ke sekolah tanpa sempat sarapan. Untuk menghemat waktu, aku memutuskan mengambil jalan pintas melewati Pine Street--rute yang sebenarnya jarang kulewati lantaran jalanannya hanya cukup untuk dilewati dua mobil yang saling bersisian.

Masalahnya, terjadi sesuatu di Pine Street. Dengan kening berkerut, aku menatap ambulans yang diparkir di depan salah satu rumah. Sebagian besar penghuni Pine Street merupakan keluarga keturunan Asia, dan rumah yang di depan pagarnya juga dikerumuni oleh banyak orang itu ditempati oleh teman sekolahku yang bernama Michael Ahn.

Setelah memarkir mobil di pinggir jalan, aku menyeberang dan bergabung dengan keramaian. Dengan susah payah, aku berhasil menerobos dan tiba di barisan terdepan, tepat ketika paramedis keluar dari dalam rumah sambil membawa usungan. Seseorang terbaring kaku di atasnya, ditutupi oleh kain putih. Aku tak yakin itu siapa. Setahuku Michael Ahn tinggal bersama ayahnya. Dan aku tidak melihat keduanya.

"Sungguh kasihan. Dia masih sangat muda," ucap seseorang di sebelahku dengan nada prihatin.

Aku memutar kepala. Pemilik suara itu wanita paruh baya dengan aksen Jepang yang sangat kental. "Apa yang terjadi?" tanyaku, memanfaatkan momen untuk mengorek informasi.

"Anak muda yang tinggal di sini," ujarnya, menunjuk rumah di depan kami, "bunuh diri dengan cara menggantung diri."

Alisku berkerut dalam-dalam. Anak muda. Itu berarti... Michael Ahn? Dia salah satu korban perundungan Sean di sekolah. Salah satu yang paling parah. Aku sering mendengar kasus bunuh diri korban perundungan terjadi di sekolah-sekolah di ibu kota, namun tidak di Gateaway City. Umumnya, kami semua cukup termotivasi untuk bertahan, demi impian pergi ke Metropolitan. Harapan kami akan kehidupan yang lebih baik selalu lebih besar daripada keinginan untuk mengakhiri hidup. Biasanya seperti itu. Ditambah lagi, aku pernah mendengar Michael Ahn mengatakan kalau bunuh diri itu dosa.

Jadi ini tidak wajar.

Bagiku, kematian Michael berbeda dengan kasus bunuh diri Gemma Brown yang menggemparkan sekolah kami kurang lebih dua bulan silam. Tidak seperti Michael, Gemma merupakan gadis yang emosinya dikenal tidak stabil. Kudengar dia memang sering mengutarakan keinginan untuk bunuh diri setiap kali bertengkar dengan kekasihnya. Saking seringnya hingga lama kelamaan tidak ada lagi yang menganggap itu serius.

Hingga akhirnya dia benar-benar bunuh diri.

Ketika aku tiba di sekolah, rupanya ada hal lain yang jauh lebih menggemparkan daripada kasus bunuh diri Michael.

"Apa kau bilang?" tanyaku kepada Cassie selagi mengambil buku teks dari dalam loker.

Cassie menatap mataku lekat-lekat. Sorot matanya bersemangat. "Sean tewas. Dibunuh. Kau percaya itu?"

Aku menutup pintu loker. Kepalaku terasa penuh akibat dari pagi dijejali kabar-kabar tidak mengenakkan. Kendati tidak akrab dengan Michael, apalagi Sean, kabar kematian selalu tidak nyaman untuk didengar. "Kapan--tidak, dibunuh bagaimana?"

"Dia ditembak sewaktu membeli alkohol. Pagi ini." Cassie menyejajarkan langkah denganku sementara kami menyusuri koridor. Dia memeluk dua buku teks tebal dengan dua tangan. "Yang lebih mengejutkan, kau tahu siapa pembunuhnya?"

Kalau Cassie bertanya begitu, pelakunya pasti sangat tak terduga. Seseorang yang, menurut akal sehat, tidak mungkin melakukan hal keji semacam itu. Meskipun, aku tak yakin melenyapkan nyawa Sean akan dianggap 'keji' bagi sebagian besar orang. Para korban perundungannya mungkin malah akan menganggap pelaku sebagai pahlawan alih-alih penjahat.

"Siapa?"

"Michael Ahn."

Aku berhenti melangkah. "Apa? Michael... Ahn?" ulangku, tak yakin mendengarnya dengan benar. "Michael Ahn yang itu?"

Di depanku, Cassie berhenti melangkah, membalikkan tubuh, kemudian mengangguk. "Yup. Benar sekali. Michael Ahn yang kita tahu. Cowok yang kerap diolok-olok Sean. Dan ini fakta," tambahnya, seolah tahu apa yang kupikirkan. Aku memang selalu menginginkan bukti nyata sebelum menganggap sesuatu sebagai kebenaran. "Teman-teman Sean saksinya. Mereka ada bersamanya saat kejadian. Mereka bilang Michael menembak Sean lima kali sebelum kabur."

Ini gila. Dari mana Michael bahkan bisa mendapatkan pistol? Senjata api bukan barang yang mudah diperoleh di kota kami. Selain harganya yang mahal, berbagai persyaratan administrasi yang harus diurus juga merepotkan. Atau, bisa saja itu milik ayahnya. Yah, itu kemungkinan paling besar. Atau barangkali dia membelinya secara ilegal. Tapi biasanya harganya bahkan jauh lebih mahal lagi--bisa berkali-kali lipat harga aslinya. Dan aku tak yakin Michael memiliki uang sebanyak itu, mengingat dia juga bekerja paruh waktu di supermarket.

Namun, tidak ada yang mempertanyakan itu.

Mereka sibuk membicarakan kronologis kematian Sean. Menurut informasi yang menyebar luas di beberapa grup obrolan, Sean memang kerap mendatangi Michael di supermarket tempatnya bekerja paruh waktu. Biasanya, Sean akan mengambil beberapa barang dan memaksa Michael untuk membayarnya. Dan itulah yang persisnya terjadi tadi pagi. Sean mengambil beberapa botol minuman beralkohol dan menyuruh Michael membayarnya. Kemudian... DOR! Michael menembak Sean lima kali, kemudian kabur. Sean sempat dibawa ke rumah sakit--setelah salah satu temannya cukup 'sadar' untuk menelepon ambulans--tapi nyawanya tak dapat diselamatkan akibat kehilangan terlalu banyak darah.

Itu jugalah yang dibicarakan orang-orang di sepanjang koridor yang kami lewati. Dan, sesungguhnya aku tak yakin mana yang lebih menggemparkan; kematian Sean atau fakta bahwa Michael adalah pelakunya. Setelah menyimak pembicaran orang-orang, aku menyimpulkan kalau mereka belum tahu Michael Ahn bunuh diri. Meskipun, kini aku dapat menebak apa kira-kira motif bunuh dirinya. Besar kemungkinan karena dia merasa bersalah atas perbuatannya. Atau barangkali dia tidak ingin membebani ayahnya dengan status sebagai ayah seorang pembunuh.

Hal lain yang lebih membuatku bertanya-tanya adalah, kenapa Michael memutuskan untuk membunuh Sean?

The MessengerWhere stories live. Discover now