VIII.2

232 112 1
                                    

Kehidupan sebagai korban perundungan, aku membatin.

Kekerasan fisik memang dilarang, tapi hanya di dalam area sekolah. Jadi, selain kekerasan verbal serta berbagai jenis 'keisengan' yang merajalela, kekerasan fisik tetap terjadi di luar gedung SMA kami. Hanya saja, para pelaku perundungan itu benar-benar pintar menyembunyikan aksinya, sehingga sampai sekarang belum ada saksi mata yang pernah menyaksikan mereka melakukan kekerasan fisik.

Aku sendiri bisa tahu lantaran pernah secara tidak sengaja melihat Michael berjalan bersama geng Sean sepulang sekolah. Tentu saja, dia bukan orang yang akan nongkrong bersama geng Sean secara sukarela, jadi aku sudah curiga kalau pasti ada sesuatu yang tidak beres. Namun, memeriksanya hanya akan membuatku juga berada dalam masalah, apalagi aku juga termasuk target Sean sehari-hari. Jadi aku pun melakukan hal yang normalnya akan dilakukan oleh semua orang yang masih waras; mengabaikannya. Kecurigaanku terbukti benar sewaktu keesokan harinya melihat Michael di sekolah dengan lebam kebiruan di sekitar matanya--pasti itu ulah Sean. Akan tetapi, tidak ada yang menanyakan apa sebabnya, dan karena itu bukan terjadi di sekolah, para guru juga tidak ada yang peduli.

Sekolah kami benar-benar tempat yang menyedihkan.

Ironisnya, inilah satu-satunya tempat yang dapat memberimu ijazah SMA, yang kau perlukan untuk pergi ke ibu kota demi kehidupan yang lebih baik.

"Barangkali kau perlu mengubah metode penyelidikanmu," kataku, dan Scar sontak memberiku tatapan tajam. Masih jenis tatapan mengintimidasi yang sama seperti yang dia berikan ke seantero kelas pada hari pertama dia masuk. Bedanya, sekarang aku sudah terbiasa. "Kau ingin menemukan Pembawa Pesan, kan? Menurutku, percuma saja kalau kau ingin mencarinya dengan menelusuri jejak Michael. Faktanya, saudaramu tidak punya teman sama sekali, jadi aku ragu ada yang bisa memberimu informasi yang berguna."

"Langsung saja ke intinya," tukasnya dengan nada tidak sabar.

"Kita perlu bertanya kepada orang yang pernah berkomunikasi dengan Pembawa Pesan. Orang yang masih hidup," tambahku.

Mata hazel-nya memicing. Tidak perlu waktu lama baginya untuk memahami ke mana arah pembicaraanku. "Maksudmu, Ian Davis?"

Aku mengangguk. "Yeah. Tidak ada gunanya menyelidiki kehidupan Michael jika yang kau cari adalah Pembawa Pesan. Lebih baik kita langsung mencari tahu dari Ian Davis apa yang dia ketahui soal Pembawa Pesan."

"Tunggu," ujarnya, mengetuk-ngetukkan jemari di atas meja. Aku menyadari kalau dia cukup sering melakukan itu. "Kau tadi bilang kita. Sengaja atau bukan?"

Entah kenapa, aku sudah tahu dia akan bertanya. "Sengaja," jawabku, mempertahankan kontak mata dengannya. "Aku sedang mengajakmu bekerja sama untuk menemukan Pembawa Pesan."

Gadis itu tidak langsung mengiakan. "Dan kenapa aku harus bekerja sama denganmu?" Sorot matanya yang menemui tatapanku diselimuti oleh kecurigaan yang tidak ditutup-tutupi--sama halnya dengan nada bicaranya, dan itu wajar. Dia anak baru di sini, tidak mengenal seorang pun, jadi dia pasti heran kenapa tiba-tiba ada orang yang menawarkan untuk membantunya.

"Aku tidak punya maksud terselubung, kalau itu yang kau pikirkan. Alasanku mengajakmu bekerja sama adalah karena kita memiliki tujuan yang sama, yaitu menemukan Pembawa Pesan. Aku juga sangat ingin menemukan siapa dia sesungguhnya, sebab aku tidak bisa hanya duduk diam tanpa melakukan apa-apa, sementara temanku sekarat akibat ulahnya."

Scar bersandar di kursinya, bersedekap sembari merapatkan bibir dengan alis berkerut. Seakan tengah menganalisa untung-ruginya kalau kami bekerja sama. Atau mungkin juga dia sedang memikirkan apakah dia bisa memercayaiku. Bagiku pribadi, tidak ada ruginya jika dia menolak tawaranku. Aku selalu bisa bekerja sendiri. Hanya saja, kupikir bekerja sama akan lebih menguntungkan. Bukankah dua kepala selalu lebih baik daripada satu kepala?

Setelah beberapa menit, Scar mengangguk. Mata hazel-nya berkilat-kilat. "Baiklah. Mari temukan Pembawa Pesan sialan itu bersama-sama."

The MessengerWhere stories live. Discover now