XVIII.1

183 107 0
                                    

"Ini semakin sulit," gumam Scar selagi mengunyah. Dua hari setelah mengunjungi saudari Ryan West, kami masih belum menemukan tambahan petunjuk apa pun. Dari mana Pembawa Pesan tahu soal kasus perselingkuhan itu sebelum ada orang lain yang mengetahuinya?

"Memang," sahutku. Ada satu hal yang mengganggu pikiranku. Dalam suratnya, Pembawa Pesan menyebutkan soal Hotel Blossomwhite. Kenapa nama hotel itu terdengar familier bagiku? Aku merasa seakan pernah melihat atau mendengar nama itu, tapi aku tidak ingat kapan atau di mana.

"Berarti pelaku memiliki dendam terhadap wanita itu, serta para perundung di SMA Gateaway." Scar menyandarkan punggung di kursi kafe yang keras lalu menghela napas panjang. "Astaga. Siapa sih dia sebenarnya?"

Pintu kafe tiba-tiba didorong terbuka dan tiga perempuan melangkah masuk sambil mengobrol dengan berisik. Aku yang sudah membuka mulut untuk menyahuti Scar pun sontak mengurungkan niat begitu menyadari mereka adalah teman-teman Gemma Brown. Aku hanya ingat nama salah satu di antara mereka; Brandy.

Setelah memesan minuman, Brandy langsung duduk di salah satu meja yang terletak tidak jauh dari kami. Kedua temannya mengikuti. Sepertinya mereka tidak (atau belum) menyadari kehadiran kami, sebab jika iya, pasti mereka sudah sibuk menggunjingkan kami secara terang-terangan. Ya, mereka memang segila itu. Mereka takkan segan-segan membicarakan seseorang di depan yang bersangkutan.

"Kemarin aku bertemu Nick," kata Brandy. Dari tempatku duduk, aku dapat mendengar suaranya dengan jelas. "Dia sudah punya pacar baru. Padahal dulu dia selalu bilang mencintai Gemma sampai mati."

"Cowok-cowok memang pada dasarnya bajingan. Mereka hanya mencintaimu saat semua baik-baik saja. Tapi begitu situasi memburuk... mereka dengan senang hati melihatmu pergi ke neraka," kata temannya yang berambut pendek dan dicat merah. Aku lupa siapa namanya. "Jangan-jangan dia malah senang Gemma bunuh diri."

"Aku tak bakal kaget kalau ternyata dia yang mengirim surat-surat itu. Kalian ingat kan, mereka bertengkar kira-kira dua hari sebelum Gemma mendapat surat pertama?" tukas perempuan ketiga, yang bulu matanya terlihat sangat tebal sampai-sampai hampir menutupi matanya.

Surat? Aku sontak bertukar pandang dengan Scar. Sebelum aku sempat menghentikannya, gadis itu melompat bangkit dan menghampiri meja Brandy dengan langkah-langkah lebar.

"Surat apa yang kalian bicarakan?" tanyanya blakblakan.

Di kursinya, Brandy berjengit. Gadis bertubuh mungil itu mendongak, menatap Scar lama, kemudian menoleh ke teman-temannya. "Kukira siapa. Ternyata si anak baru." Dia kembali berpaling ke Scar. Matanya mengamati gadis itu dari ujung kepala hingga ujung kaki. "Kalau tidak salah... Scarlett. Benar, kan?"

"Jawab pertanyaanku," kata Scar, mengabaikan ucapan Brandy.

Brandy melepas dengusan mencemooh. Dalam banyak hal, gadis itu sama brengseknya dengan Gemma. Ada alasannya kenapa mereka bisa menjadi teman. "Bukan begini caranya meminta seseorang memberimu apa yang kau mau. Pertama-tama, kau harus--"

Sebelum Brandy selesai berbicara, tangan Scar terulur, menjambak rambut ikal Brandy kuat-kuat hingga kepala gadis itu tertarik ke belakang, mengakibatkan Brandy menjerit kesakitan. Kedua temannya langsung menjerit kaget, sedangkan pemuda di balik konter segera berdiri. Aku ikut berdiri dan memberinya aba-aba bahwa semua baik-baik saja, tapi dia masih berdiri di tempatnya, sebelah tangan memegang ponsel dengan raut wajah penuh kewaspadaan. Jika ini berlangsung lebih lama, Scar bisa mendapat masalah.

"Jangan membuatku mengulangi kata-kataku," kata Scar, menggunakan nada mengintimidasi yang sama dengan yang dulu dia gunakan pada Ian Davis.

"B-baik! Baiklah! Aku akan menuruti permintaanmu!" seru Brandy, mengernyit kesakitan. Dia menyerah sama cepatnya dengan Ian Davis.

Scar melepas jambakannya, kemudian berjalan memutari meja dan duduk di satu-satunya kursi kosong yang tersisa. Aku segera menarik kursiku ke sebelah gadis itu. Seolah tidak terjadi apa-apa barusan, dia menyunggingkan seulas senyum. "Baiklah... kurasa kita sudah mencapai kata sepakat. Sekarang, jelaskan."

Dengan wajah memucat, Brandy berdeham. "Yah, itu surat yang aneh. Isinya sangat... bagaimana ya, menjelaskannya?"

"Penuh dengan kebencian," tukas si gadis berambut pendek.

Brandy menjentikkan jari. "Benar! Siapa pun pengirimnya, orang itu pasti sangat membenci Gemma."

"Berarti kalian tak tahu siapa pengirimnya?" tanya Scar.

"Dia menggunakan nama yang aneh," kata si gadis berbulu mata tebal. Dia menoleh ke gadis berambut pendek. "Selena, kau masih ingat apa itu?"

Selena bersedekap di kursinya sambil memejamkan mata. "Hmm.... Pembawa... apa, ya?"

"Pembawa Pesan?" tanyaku.

Selena dan gadis berbulu mata tebal menjentikkan jari bersama-sama. "Benar! Itu namanya," ujar Selena, sama sekali tidak curiga kenapa aku dapat menebaknya dengan benar. "Nama yang aneh, kan?"

"Apa kalian tahu di mana surat-surat itu?" tanyaku lagi.

"Aku meminta Gemma merobek semuanya," sahut gadis berbulu mata tebal. "Maksudku, untuk apa menyimpan surat-surat mengerikan seperti itu?"

"Berarti kalian ikut membaca seluruh surat itu?" tanya Scar.

Brandy mengangguk. Tubuhnya mendadak bergidik. "Aku masih ngeri setiap kali mengingat isi suratnya. Memang sih, aku tidak lagi mengingat persis bagaimana isinya, tapi di surat pertama yang dikirimnya, orang itu berulang kali menyebutkan kalau Gemma tidak pantas hidup. Dia mengata-ngatai Gemma sampah dan menyuruh Gemma mati. Dia bilang, sampah tidak pantas tetap hidup."

"Kemudian, apa isi surat berikutnya?" tanyaku. Karena Gemma mendapatkan lebih dari satu surat, berarti dia tidak bunuh diri setelah mendapatkan surat pertama.

"Dia mempertanyakan kenapa Gemma masih hidup," jawab Selena. "Dia bilang, semua orang berharap Gemma mati."

"Itu konyol, mengerikan, dan sangat berlebihan," tukas gadis berbulu mata tebal, memeluk dirinya sendiri erat. Sorot matanya memancarkan ketakutan bercampur kesedihan. "Tentu saja itu hanya kebohongan yang diucapkan oleh orang gila. Tapi, Gemma tidak dapat melupakannya begitu saja dan lambat laun dia mulai memercayainya. Kalian tahu kan, Gemma itu seperti apa. Kondisi mentalnya sering kali tidak stabil. Jadi mendapatkan surat-surat itu malah memperburuk kondisinya."

"Kemudian dia mendapatkan surat ketiga?" tebak Scar.

The MessengerWhere stories live. Discover now