VIII.1

263 110 0
                                    

Si anak baru ternyata saudari kembar Michael Ahn.

Fakta gila macam apa itu?

Aku paham kalau memang ada saja saudara kembar--terutama yang berbeda jenis kelamin--yang wajahnya tidak mirip sama sekali. Namun, Scar bahkan tidak memiliki karakteristik wajah khas keturunan Asia seperti halnya Michael. Matanya bulat besar, hidungnya mancung, dan warna kulitnya putih kemerahan seperti sebagian besar dari kami. Gadis itu juga tidak memiliki sedikit pun logat Korea ketika dia berbicara. Itulah sebabnya sulit untuk memercayai kalau mereka bersaudara.

Sempat terpikir olehku kemungkinan kalau dia berbohong--termasuk soal sekumpulan surat yang diterima Michael. Mudah saja untuk merekayasanya. Tapi untuk apa? Tidak ada untungnya, apalagi dia juga tidak menceritakan perihal surat itu ke mana-mana (jika iya, pasti hal tersebut sudah menjadi trending topic di grup obrolan). Jadi untuk sementara aku memutuskan untuk memercayai semua ucapannya.

Gadis itu tidak menjelaskan banyak hal pada pembicaraan terakhir kami. Dia hanya mengatakan kalau awalnya dia datang untuk menyelidiki penyebab Michael bunuh diri. Namun, dia malah menemukan surat yang dikirimkan oleh Pembawa Pesan, jadi sekarang tujuannya berubah menjadi mencari tahu siapa dalang di balik aksi pembunuhan yang dilakukan Michael.

Saudaraku bukan pembunuh. Scar menatap mataku lurus-lurus sewaktu mengatakan itu. Dan dia tidak akan pernah menjadi pembunuh. Kecuali ada seseorang yang mempengaruhinya.

Aku bukan ahli membaca kebohongan orang lain. Tapi, intuisiku mengatakan kalau gadis itu serius. Dia tidak sedang berbohong. Dia tidak sedang mencoba mengerjaiku atau apa. Dia benar-benar datang ke sini dengan tujuan mendapatkan keadilan atas kematian saudaranya yang berakhir sebagai pembunuh.

Anehnya, aku dapat bersimpati dengannya.

Aku mengerti betapa tidak adilnya itu--meskipun aku tidak dekat sama sekali dengan Michael. Aku memahami sakit hati yang dirasakan Scar, meski boleh dibilang aku tidak kenal dengannya. Yah, barangkali aku tidak akan merasakan semua itu jika tadinya Cassie baik-baik saja.

Karena Cassie turut menjadi korban, itu membuat banyak perbedaan. Banyak. Sekali.

Aku mengamati Scar yang duduk di kursi paling depan. Lebih tepatnya, dia menduduki posisi favorit Cassie. Tanpa sahabatku, aku lebih memilih untuk duduk di kursi paling belakang. Barisan terdepan cenderung menjadi pusat perhatian guru lebih daripada seharusnya. Padahal, untuk sementara waktu, aku tidak yakin dapat berkonsentrasi pada pelajaran sekolah, jadi duduk di posisiku sekarang terasa lebih nyaman.

Sejak hari itu, aku dan Scar belum berbicara lagi. Dia masih sibuk berkeliling dengan buku catatan di tangannya. Entahlah apakah dia mendapatkan informasi berharga atau tidak. Tapi kurasa lebih besar kemungkinan tidak. Bahkan jika dia bertanya kepada Darcy--yang merupakan salah satu sumber gosip terbesar di sekolah kami. Darcy mungkin tahu banyak gosip, tapi jelas kalau dia tidak tahu apa-apa tentang Pembawa Pesan. Sebab jika iya, pasti dia sudah membicarakannya ke mana-mana.

Yah, sosok misterius Pembawa Pesan yang sudah mengakibatkan dua orang menjadi pembunuh pasti akan menjadi gosip yang sangat empuk.

Bel jam istirahat berbunyi. Aku bergegas menyambar ransel, bangkit dari kursi, kemudian berderap menyusul Scar yang sudah berjalan ke pintu. "Hei," panggilku, dan gadis itu menoleh. Mata hazel-nya menatapku dengan sebelah alis terangkat. "Mau makan siang bersama?"

Scar mengangkat bahu, anehnya tidak tampak terkejut sama sekali dengan ajakanku. Atau barangkali dia hanya tidak peduli. "Boleh. Kenapa tidak?"

Kami membeli roti lapis dan soda di kafe seberang sekolah, lalu membawanya ke meja kosong di sudut. Tiga hari setelah kasus penembakan yang dilakukan Ian Davis, suasana sekolah dengan cepat kembali normal, tapi tidak halnya dengan Cassie. Kondisi sahabatku itu masih kritis dan dia belum sadarkan diri. Sementara itu, aksi penembakan yang dilakukan Ian masih hangat dibicarakan di berbagai grup obrolan, menggantikan pembahasan tentang Scar si anak baru yang misterius. Sebagian besar menyebut Ian sebagai sosok yang 'memang-terlihat-sebagai-calon-pembuat-masalah'.

Lucu rasanya melihat betapa mudahnya manusia menilai sesuatu atau seseorang berdasarkan apa yang sudah terjadi. Sebelum kejadian itu, tidak ada seorang pun yang berpikir kalau Ian Davis akan pernah memiliki keberanian untuk sekadar membantah murid-murid senior yang merundungnya. Mereka semua memperlakukan pemuda itu seenaknya lantaran tahu pasti kalau Ian tidak akan berani melawan mereka.

Maksudku, kalau mereka punya pikiran sedikit saja bahwa Ian sanggup melakukan hal mengerikan semacam itu, berani taruhan mereka tidak akan berani macam-macam dengannya.

Scar menggigit roti lapisnya dengan gigitan besar. Aku menyadari kalau dia selalu makan sendirian. Kelihatannya dia tidak berniat mencari teman di sini, mengingat dia tak mau repot-repot beramah-tamah dengan siapa pun. Mau tak mau aku jadi penasaran apa dia akan langsung kembali ke ibu kota begitu misinya di sini selesai.

"Jadi, bagaimana hasil penyelidikanmu?" aku memulai pembicaraan setelah kami menyelesaikan makan.

Raut wajahnya yang semula tak berekspresi berubah murung. "Seperti yang barangkali sudah dapat kau tebak, aku tidak mendapatkan apa-apa. Aku sengaja tidak menyebutkan apa-apa tentang Pembawa Pesan dan hanya mencari informasi tentang Michael. Namun tidak ada seorang pun yang dapat memberiku informasi tentang Michael--di luar dari apa yang sudah kuketahui." Scar berdecak kesal dan meremas gelas kosong yang tadinya berisi soda di tangannya. "Sebenarnya kehidupan seperti apa yang dia jalani selama ini?"

The MessengerOnde histórias criam vida. Descubra agora