"Kau ingin Naya curiga? Baiklah, kalau memang tak masalah dengan itu. Tetapi aku perlu konsistensi waktu. Kita akan melaksanakannya di waktu yang sama setiap hari. Kau bisa menentukan waktunya."

Ken membuang pandangan ke tembok ruangan, ekspresinya terlihat berpikir.

"Jam sebelas."

"Morning?"

"Night."

Jam sebelas malam adalah waktu yang sama dengan jam biasa Elsie melapor.

"Bukannya sa—"

Elsie menyepak kaki dr. Brown di bawah meja untuk membungkam kebodohan pria itu.

"Baiklah, sudah diputuskan, kita akan bertemu setiap jam sebelas malam."

"Sudah tahu metode apa yang akan kau gunakan untukku?" Ken menyeringai. "Asal tahu saja, aku bahkan pernah mencoba elektrokonvulsif. And guess what? It doesn't work on me."

Elektrokonvulsif dielu-elukan sebagai metode terapi paling efektif untuk meredakan gangguan mental yang cukup berat. Prosedurnya dimulai dengan memberi anestesi untuk melemaskan otot, kemudian arus listrik akan dikirimkan melalui elektroda yang sudah ditempel pada kulit kepala. Ken sudah menjalani terapi itu selama dua bulan dan tak menemui kemajuan apapun.

Pengalaman itu membuatnya menyimpulkan bahwa dia lebih membutuhkan jasa paranormal yang sanggup mengurus arwah penasaran ibunya ketimbang seorang ahli gangguan mental.

Mungkin, memang terdengar bodoh dan menggelikan.

Pada awalnya, Ken pun tak percaya. Mana mungkin orang yang sudah mati bergentayangan. Tetapi, kegilaan-kegilaan itu begitu kuat menyerangnya, ia sadar ada hal-hal yang benar-benar terjadi diluar nalar manusia.

Mimpinya bukan sekedar mimpi buruk biasa. Ken bahkan mulai meyakini, sang ibu kini tak hanya mengunjunginya dalam bentuk bunga tidur.

Dalam kesendiriannya, ia kerap merasa seolah ada yang mengawasinya. Lalu keheningan di sekelilingnya mendadak berubah mencekam. Terkadang Ia juga melihat sekelebatan bayangan sang ibu di sekitar hingga desis-desis aneh di telinganya.

Bunuh! Bunuh gadis itu!

Tak jarang, bisikan-bisikan seperti itu mengumandang dalam kepalanya.

Tidak satu orang pun ia percaya bisa menghentikan semua itu. Dia sendiri tidak! Apalagi orang lain!

Ken memergoki dr. Brown yang mendadak tampak tidak yakin dan refleks melemparkan tatapan penuh artinya pada Elsie, yang bila ditafsirkan kira-kira begini maknanya; Terapi secanggih itu bahkan tidak bekerja pada Ken, haruskah kita menyerah?

Tetapi, Elsie tidak tampak gentar sedikit pun. Dan itu membuat Ken agak kecewa.

"Jadi apa rencanamu?" Ken berusaha menyudutkan gadis itu, disamping merasa penasaran.

"Tunggu saja nanti malam."

Pada malam harinya Ken sengaja tiba lima belas menit lebih terlambat dari yang sudah dijadwalkan. Dia sengaja berulah untuk memantik kemarahan Elsie, tetapi gadis itu tampak tidak terpengaruh.

"Kau terlambat." Kata gadis itu datar.

"Ya. Ada pekerjaan."

Selama ini, ruang terapi yang Ken jejaki identik dengan alunan musiknya—Tipikal musik yang banyak dipakai dalam meditasi modern. Saat ini kondisinya mungkin sedikit berbeda. Ken sebagai pengguna jasa terapi lah yang harus menyediakan salah satu ruangan di rumahnya sebagai ruang khusus sesi terapi. Setidaknya jika Elsie mengajukan permintaan untuk beberapa peralatan pendukung, Ken pasti akan memenuhinya. Sepertinya, Elsie bahkan tak tahu esensi dasar seperti itu untuk membangun atmosfir yang menenangkan. Itu membuatnya tampak kian remeh di mata Ken. Benar-benar amatir.

KANAYAWhere stories live. Discover now