47

11.3K 743 13
                                    

Typo? Tandai !👌

Sudah tiga hari ini Zayn masih merasa mual di pagi hari, walaupun tubuhnya sudah pulih. Entahlah, ia juga tidak tahu mengapa bisa terjadi. Ia berusaha mengabaikannya dan menahan rasa lemas setelah mengeluarkan isi perutnya yang hanya cairan seperti ludah saja. Selama itu juga ia tetap memaksa untuk berangkat ke kantornya karena dokumennya sudah menumpuk di meja kerjanya dan butuh ia tangani dengan segera.

Selama Helen di negara kelahirannya ini, ia juga selalu memantau keluarga Smith, Amanda, dan Nicholas. Helen benar-benar menempatkan mereka semua di Rumah Sakit Jiwa. Bukankah mereka akan ikut gila secara perlahan-lahan? Bahkan Amanda sempat beberapa kali mencoba untuk bunuh diri, namun selalu digagalkan oleh perawat yang bertugas. Orang sehat saja tidak akan tahan jika harus hidup berdampingan dengan banyaknya orang tidak waras atau orang gila di sekitarnya. Ia hanya tinggal menunggu cara mereka bertahan, atau mereka memilih mengakhiri hidup mereka? Ia hanya bisa menantikannya.

Hari ini ia berada di pusat perbelanjaan ditemani oleh Ethan, sekaligus mengajaknya berkeliling mengenal lingkungan sekitarnya. Sebenarnya mansionnya jauh dari pusat kota, tetapi apartemen yang ditempati oleh Ethan berada di pusat kota.

Tenang saja, tadi Helen sudah izin pada Zayn, walaupun sangat sulit untuk mendapatkannya. Bayangkan saja jika ia tidak izin, apa yang akan terjadi pada Ethan?

Mungkin ini memang hari yang sial bagi Helen. Hak heelsnya sempat patah tadi, dan sekarang? Ia kembali menabrak orang. Untungnya hanya Ethan yang melihat kejadian memalukan itu. Sialan memang.

"Maafkan saya, Tuan" Ucap Helen.

"Hmm. Lain kali berhati-hatilah"

Xander segera pergi meninggalkan pusat perbelanjaan itu. Dirinya bisa berada di sana karena hanya ingin mengecek bagaimana perkembangan pusat perbelanjaan miliknya ini. Berhubung ia sedang senggang, jadi ia sendiri yang turun tangan.

Ini adalah pertemuan kedua Xavier dengan Helen.

Orang bilang, jika ada pertemuan ketiga tanpa diketahui, itu tandanya mereka berjodoh. Tetapi Xavier menyangkal hal bodoh tersebut. Dalam hatinya masih terpatri satu nama yang sama, Selena. Namanya masih terukir indah di dalam hatinya. Tidak pernah sekali pun ia mencari pengganti Selena dalam hatinya. Menurutnya, hanya Selena yang pantas menempati posisi tertinggi dalam hatinya. Hanya Selena yang pantas bersanding dengannya. Namun sayang, ia lagi-lagi kalah dengan Zayn. Dalam hal materi saja ia sudah kalah, apalagi perihal hati.

Sedari awal, ia tidak ada niatan untuk mencari wanita lain. Menurutnya, hanya Selena yang pentas bersanding dengannya. Namun, semua itu pupus. Selena lebih memilih dengan rivalnya. Dan Selena telah pergi meninggalkan dunia ini.

Walaupun Selena sudah tiada, ia tetap mendambakannya. Tidak pernah terbesit sekali pun untuk mencintai wanita lain selain Selena. Ia jadi membandingkan rasa cinta yang ia miliki terhadap Selena dengan rasa cinta yang Zayn miliki terhadap Selena.

Xavier menyimpulkan bahwa Zayn sangat cepat berpindah hati pada wanita lain dan menikahinya. Ia menyimpulkan bahwa rasa cinta yang ia miliki pada Selena lebih besar. Kesetiaannya tidak perlu diragukan lagi.

Padahal bukan seperti itu kenyataannya. Xavier hanya tidak mengetahui fakta yang sebenarnya terjadi.

***

Sedangkan Helen sedang merutuki dirinya sendiri karena beberapa kali ini kewaspadaannya sedikit menurun. Moodnya juga kadang berubah-ubah dan naik tutun tanpa bisa ia kendalikan. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya sendiri, apalagi ia tengah pusing memikirkan bagaimana keadaan Zayn.

"Ethan, kita pulang saja!"

"Baik"

Berhubung mood Helen sudah buruk, ia mengajak Ethan pulang saja. Bahaya jika ia masih terus berada di luar dengan moodnya yang buruk. Ia butuh Zayn sekarang. Hanya Zayn yang bisa memperbaiki moodnya yang buruk ini.

Dalam perjalanan pulang pun hanya ada keheningan yang mengisi mobil. Ethan yang sibuk melihat-lihat ke luar jendela mobil, Helen yang sibuk dengan pikirannya, dan seorang bodyguard yang sedang menjalankan tugasnya sebagai seorang supir.

Setelah mengantar Ethan dengan selama sampai apartemen, akhirnya Helen sampai juga di depan kantor milik Zayn. Langsung saja ia masuk. Semua pegawai yang melihatnya langsung memberinya hormat. Ia hanya tersenyum kecil dan melanjutkan perjalanannya menuju lantai teratas kantor, tempat di mana Zayn berada.

Sudah berada di depan ruangan Zayn, ia segera memasukinya. Bisa ia lihat Zayn tengah sibuk mengurusi dokumen-dokumen yang menumpuk. Entah di mana asisten dan sekretarisnya, ia tidak melihat keberadaan mereka.

Helen menghampiri Zayn dan duduk di pangkuannya. Awalnya Zayn penasaran dan ingin marah, siapa yang dengan tidak sopannya berani memasuki ruangannya tanpa permisi. Namun setelah tahu bahwa yang masuk adalah istrinya, ia tidak jadi marah. Ia akan dengan senang hati menyambutnya.

"Ada apa, hm?" Tanya Zayn.

Helen tidak menjawab. Ia hanya sibuk mencari kenyamanan dalam pelukan suaminya. Mencari ketenangan dengan mencium aroma parfum yang candu untuknya. Menikmati segala kedekatan yang ia ciptakan bersama suaminya. Ia tidak butuh kata-kata penenang dari Zayn. Ia hanya inhin Zayn ada di sisinya dan menemaninya. Hanya itu yang ia butuhkan saat ini, bukan yang lainnya.

Tahu istrinya sedang dalam mood yang tidak baik, Zayn hanya ikut memeluk Helen dan mengusap punggungnya dengan sayang. Ia begitu mencintai dan menyayangi wanita yang berada dalam pelukannya ini melebihi nyawanya sendiri, walaupun raga wanitanya berbeda. Jika waktu bisa diputar ulang, ia ingin cepat-cepat menyelamatkannya. Jika pun bisa, biarkan saja ia yang pergi, jangan wanitanya.



Holla guys, aku balik lagi nih.

Maafkan aku yang beberapa bulan ini tidak update dan tidak ada kabar sama sekali 😭

Sejujurnya aku gamau ngilang gitu aja, tapi ada aja urusan yang bikin aku ngga buka wattpad sama sekali saking sibuknya.

Aku udah update, tapi dikit banget 😭

Aku usahain bakal update dalam waktu dekat.

See you, makasih yang masih bertahan baca ceritaku ini 🤩😚

Second Life Of SelenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang