Kuatlah Demi Anak Kita

399 13 0
                                    

Kesalahpahaman yang membuat perasaan tak bisa langsung tersalurkan. Sayangnya, waktu yang sedari awal tak memberi kesempatan untuk menjelaskan.

🍁🍁🍁

Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam, tetapi Azlan belum juga pulang ke rumah. Aina semakin khawatir setelah mengetahui semuanya dari Jessy. Ditambah pembenaran dari Mamanya. Sebab, malam itu dia juga kabur dari rumah dan memilih menghabiskan malam bersama Rendy.

Sekalian menyelam sambil minum air. Menghindari kedatangan tamu yang kata kedua orang tuanya dulu ingin melamarnya, sekaligus merayakan ulang tahun Rendy. Dia kira dulu sempat gagal karena dirinya yang kabur. Namun, ternyata ....

Ada kejadian yang lebih dari itu.

Dia menjadi tambah galau. Ingin menelepon, tetapi kepada siapa? Tiba-tiba terbesit sebuah ide.

“Halo, Assalamualaikum Lin.”

“Mas Azlan masih lembur, ya?”

“Hah, udah pulang? Kapan dia pulang.”

“Loh, udah lama ya. Tapi kok nggak nyampek-nyampek ke rumah?”

Nihil, dia tidak mendapatkan informasi apa pun dari Linda. Justru dirinya semakin dibuat khawatir, bagaimana jika kekhawatiran mama mertuanya benar-benar terjadi.

***

Jika saja di dunia ini ada mesin waktu. Pasti Azlan akan membelinya. Semahal apa pun itu, sekali pun dia jatuh miskin setelahnya. Dia rela.

Asalkan masa itu kembali.

Andai malam itu dia tidak kabur dan menuruti perintah orang tuanya, untuk ikut ke rumah Aina dengan tujuan melamar wanita itu. Pasti papanya masih hidup di dunia. Pasti Aina tidak akan hamil duluan, sehingga wanita itu tak perlu dipermalukan di depan orang banyak. Dzakka puntak tak akan dicap sebagai anak haram.

Andai itu terjadi. Pasti dirinya tak akan semenyesal seperti sekarang.

Mungkin ini karma atas perlakuannya kepada Dewi dulu. Dia pergi saat wanita itu membutuhkannya.

Maaf. Entah untuk siapa lebih tepatnya. Jika perlu dia akan bersujud kepada mereka yang telah tak bernyawa, agar mau memaafkan kesalahannya.

Dia termenung cukup lama di pantai yang sepi dan gelap tanpa cahaya sedikit pun. Gonggongan anjing yang berseliweran tidak membuat keberaniannya luntur. Dia ingin tenang untuk hari ini saja. Dengan situasi seperti sekarang, dia seakan tengah menyatu dengan alam yang tak pernah mengecewakannya. Sepi selalu menjadi teman setia yang tak akan meninggalkannya.

Waktu semakin malam, tiba-tiba pendengarannya menangkap sebuah suara yang memanggilnya.

“Ayah!”

Lalu terbesit wajah panik Dzakka yang selalu bingung mencari keberadaannya. Membuatnya merasa bersalah setelah beberapa hari mengabaikan anak itu.

Dengan langkah gontai dia berjalan ke mobil. Dia butuh tidur untuk bisa kembali ke sifatnya yang semula. Seorang ayah yang penuh kasih sayang kepada putranya, bukan seorang Azlan yang selalu hidup dengan penyesalan. Putranya tidak bersalah. Tidak harus dia diabaikan seperti ini.

Insecure TerinfrastrukturWhere stories live. Discover now