Menjual rumah demi siapa?

192 12 0
                                    

Aku mengikatmu dengan alasan konyol, "Menjadi asisten rumah tanggaku, sebagai caramu membalas budiku."

Yang kenyataannya, aku sedang berusaha membiasakanmu agar terbiasa melayaniku.


Hingga pada akhirnya, kamu akan merasa nyaman dengan peranmu yang sebenarnya.

"Menjadi pendamping hidupku"

Selamanya ...

🍁🍁🍁

"Seneng ya, Mbak. Lihat mereka kompak banget kayak gitu. Pak Bos kelihatan banget jiwa seorang ayahnya.”

Aina menoleh, menatap wanita yang duduk di sampingnya. Ujung hijab wanita itu melambai-lambai diterpa angin. Hanya senyum tipis yang Aina berikan sebagai jawaban. Matanya kembali fokus melihat dua pria beda usia yang sedang membuat istana pasir, yang tak jauh dari tempatnya duduk.

Entah kenapa akhir-akhir ini Azlan sering kali mengajaknya ke pantai. Dalam seminggu ini saja, sudah terhitung tiga kali pria itu mengajaknya. Padahal pekerjaan pria itu sekarang sedang padat, tetapi selalu menyempatkan waktu untuk mengajak Dzakka bermain.

“Kamu, udah lama kerja sama Mas Azlan?” tanyanya mengalihkan topik pembicaraan.

“Hampir setahun, Mbak. Setelah aku lulus kuliah D3, awalnya aku magang di kantor Pak Bos yang di Jawa. Nggak nyangka juga sih, Pak Bos bisa buka kantor cabang secepat ini. Di Bali lagi. Pak Bos itu keren loh Mbak, kalau dalam mode serius. Pas kerja pasti berhasil mencuri perhatian banyak wanita. Biasanya tuh, pas pakek kemeja putihnya, terus lengannya di gulung. Atau pas lagi di tempat proyek, kan sering tuh pakek kaos putih. Wah damagenya kelihatan banget. Untungnya imanku kuat, jadi bisa tahan godaan.” Di akhiri tawa malu-malu.

“Aku nggak yakin sama omonganmu," cibir Aina menanggapi omongan wanita itu yang selalu antusias, apalagi jika menyangkut suaminya.

Wanita itu malah tertawa keras sampai wajahnya memerah. Dia sampai tidak habis pikir, ada ya wanita seperti Linda ini, yang tidak jaim meski bersama dengan istri dari pria yang sedari tadi dia bicarakan. Kuat mental mungkin, atau sifat malunya ketinggalan.

“Mbak Aina ini ternyata bisa baca pikiran orang, ya!”

“Eh, serius kamu?” Kini malah dirinya yang dibuat syok dengan pernyataan itu. Jadi benar, wanita ini diam-diam mengagumi Azlan. Yang masih berstatus suaminya.

“Nggak lah, Mbak. Bercanda aku. Hahaha ... Mbak Aina kelihatan banget kalau lagi cemburu. Sesayang itu ya Mbak sama Pak Bos. Kayak nggak rela kalau ada wanita lain yang ngomongin dia.”

“Bisa aja kamu.”

Dia memalingkan wajah, demi menyembunyikan wajahnya yang mulai terasa memanas.

“Tunangan aku yang baju biru itu, Mbak. Udah tiga bulan kita tunangan.” Linda menunjuk salah satu pria dari tiga pria yang sedang mandi di laut. “Sebenarnya kita juga udah sah, sih. Soalnya langsung dinikahkan siri saat acara lamaran. Mangkanya aku mau ikut ke sini bareng dia. Kan udah halal, jadi aman.”

Aina mengangguk membenarkan. Meski direlung hatinya, harga dirinya tengah menjerit malu.

“Kok, nggak langsung nikah ke KUA. Biar sekalian sah di mata negara.”

Insecure TerinfrastrukturWhere stories live. Discover now