Jangan Ingat dan Lupakan

257 17 0
                                    

Semakin aku berusaha melupakanmu, 

semakin pula aku rindu hadirmu.


***

Dua tahun lebih berlalu, masih di tempat yang sama. Di kursi taman yang tak jauh dari rumah Azlan. Di bawah cahaya lampu penerangan jalan, dirinya duduk seorang diri. Hampir menjadi rutinitas di setiap malam minggunya. Menghabiskan malam di tempat keramaian yang baginya terasa sunyi.

Di sana tempat lukanya, kenangan manis saat berjalan bersama seorang wanita yang sulit dia lupakan senyumannya. 

Terjawab sudah arti dari tatapan Aina yang selalu sulit dia artikan dulu. Sorot mata Aina penuh dengan beban yang dia pendam, hidupnya tertekan, dan tidak ada ketenangan.

Betapa sulitnya selama Aina hidup bersamanya yang selalu ditemani ancaman dari Rendy. Dia sudah tahu semuanya, Sofia yang menceritakan kepadanya.

Sungguh tidak mudah menjadi Aina, dia berusaha tegar meski dia rapuh. Berusaha baik-baik saja meski dia sedang ketakutan. Membuatnya semakin kagum dengan wanita yang hadir hanya sebulan dalam hidupnya.

Mencintaimu itu anugerah bagiku, Mas. Aku tak berharap kau membalas cintaku, cukup berada di sampingmu, dan menua bersama. Aku malu dengan diriku yang pendosa ini. Sangat tidak pantas jika aku masih mengharapkan cinta darimu.

Jangan pernah sesali apa yang telah terjadi. Lupakan diriku yang hadir hanya sekedar untuk menyapamu. Cukup aku saja yang merindumu, agar hanya aku yang tersiksa dengan perihnya merindu, sampai di akhir nafasku.

Jangan ingat aku lagi, lupakanlah aku.

“Aku nggak bisa, Ay,” lirihnya.

Bagaimana mungkin Azlan akan melupakan Aina, wanita yang baru hadir di hidupnya dan berhasil memorak-porandakan hatinya. Sulit. Bagai menguras air laut, usahanya akan sia-sia. Karena semakin dia berusaha melupakan, semakin pula rindu itu menggerogoti hatinya. 

Secarik kertas yang dia temukan dalam tas selempang milik Aina yang tertinggal di jembatan. Masih tersimpan rapi di dalam dompetnya. Dia akan membawa kertas itu ke mana pun dia pergi, sangat tidak rela rasanya jika dia meninggalkan benda itu.

Barang sebentar pun rasanya berat.

Mayat yang ditemukan tergantung di jembatan bukanlah mayat Aina. Polisi menduga jika Aina telah melompat ke bawah jembatan. Sungai yang begitu luas dan panjang menyulitkan polisi menemukan mayat Aina.

Namun, jauh di lubuk hatinya, dia masih meyakini jika Aina yang masih berstatus istrinya itu masih hidup.

“Benar dugaanku, Mas Azlan pasti di sini.”

Seorang wanita datang menghampirinya, tersenyum dan duduk di bangku yang sama dengannya. Satu meter menjadi jarak pemisahnya.

Azlan hanya tersenyum tipis nyaris tak terlihat, menyambut kedatangan wanita itu.

“Tadi Jessy telpon aku, dia nanyain keberadaan, Mas Azlan. Katanya udah capek nyari Mas Azlan yang suka menghilang.” Wanita itu tertawa sebelum menyadari bagaimana raut wajah Azlan, tersadar tawanya langsung berganti dengan ekspresi kasihan.

“Jangan kasihani aku, Sof.” Tebak Azlan yang tepat sasaran membuat wanita yang tak lain adalah Sofia langsung tergagap. 

Sahabat mendiang istrinya pasti sudah tahu bagaimana kondisi hatinya sekarang.

“Mas, kangen sama dia?”

Azlan mengangguk membenarkan.

“Sebenarnya aku juga punya andil yang besar sebelum dia pergi.”

Perkataan Sofia langsung menarik perhatian Azlan. Hingga pemandangan langit tanpa bintang yang sebelumnya begitu menarik di matanya berubah tak menarik lagi. Kini matanya menatap tajam Sofia yang masih diam.

“Aku menjauh dan ninggalin dia sendiri,” ucapnya memecahkan suasana hening yang sebelumnya tercipta.

“Awalnya aku nggak nyangka kalau Aina akan berbuat sampai sejauh itu. Aku yang sahabatnya juga harus menanggung malu. Jadi bahan pembullyan teman di kampus, karena memiliki sahabat yang udah bunting duluan. Sampai mereka berpikir, aku pun melakukan jejak yang sama kayak Aina.

“Aku marah sama Aina, aku kecewa dengannya yang tidak mau dengerin omonganku. Sampai suatu ketika dia datang ke rumahku, sehari sebelum dia menghilang. Dia menangis, wajahnya sudah tak secantik biasanya. Pucat, lingkar mata terlihat begitu jelas, matanya juga bengkak, dan yang semakin membuatku merasa bersalah padanya--” Sofia menjeda, menghapus air mata yang sudah membasahi pipinya.

“Dia minta tolong ke aku, tangannya gemetar, nada bicaranya juga mulai melemah. Seperti dia sedang menahan lapar. Tapi aku tidak bisa membantunya, keluargaku melarang keras untuk kembali memiliki hubungan dengannya.”

Tangis Sofia pecah, membuatnya sulit untuk melanjutkan bicara.

“Sudah lupakan. Semua telah berlalu," ucap Azlan mencoba menenangkan, meski dirinya sendiri juga merasa sulit.

“Tidak, Mas. Aku menyesal jika tahu akhirnya Aina akan memilih jalan seperti itu. Seharusnya aku menolongnya malam itu. Membantunya mencari kos-kosan atau memberinya makan sebelum pergi. Padahal aku bisa diam-diam membantunya, tanpa sepengetahuan orang tuaku. Tapi aku lebih memilih menutup telinga, meski dia sudah memohon.

“Aina malam itu masih mau berjuang untuk hidup. Dia berniat ingin meminjam uang untuk bekal mencari pekerjaan. Tapi lagi-lagi aku mematahkan semangatnya. Aku tetap menolak membantunya.”

Azlan diam tidak menyanggah ataupun menimpali perkataan Sofia. Hatinya pun sibuk dipenuhi dengan penyesalan. 

Jika malam itu dia tidak mengantarkan Aina ke rumah orang tuanya, pasti wanita manis itu tak akan pergi dengan cara demikian. Meski akhirnya tak akan bersama lagi dengannya, setidaknya melihat Aina masih hidup dia akan senang.

Walaupun wanita manis itu akan berakhir hidup bersama pria lain.

Bersambung ...


Ada yang belum tidur nggak, nih?


Jam segini nanyain orang belum tidur kayaknya mustahil, ya?


🤣🤣🤣


Udah ah!

Jangan lupa tinggalkan jejak!


Love, Komentar, Subscribe, dan Follow akunku

Terima kasih.

Insecure TerinfrastrukturWhere stories live. Discover now