Jatuh Tempo Hidup yang Bebas

284 15 0
                                    

Menghancurkan atau dihancurkan

Namun, sayangnya diri ini sedari awal sudah menghancurkan diri sendiri.

🍁🍁🍁

Kelas pertama sudah selesai dan berjalan dengan lancar barusan. Tanpa teman-temannya tidak ada yang tahu, bahwa dirinya sudah tak lagi berstatus single. Statusnya kini telah berubah, menjadi istri orang. Cuti selama tiga minggu, hanya dibuat alasan untuk liburan semata olehnya. Bahkan Sofia pun tidak tahu kabar tentang dirinya.

Sebagai sahabat bukan karena dirinya kejam, hingga tega tidak memberi kabar kebahagiaan itu kepada sahabatnya sendiri. Namun, ini memang sulit bagi Aina sendiri. Dan, pernikahan ini hanya dia jadikan alat untuk bisa lepas dari jeratan Rendy. Sedari awal dia memang tak menginginkan pernikahan ini terjadi.

Menunggu jam kedua dimulai, Aina dan Sofia memilih beristirat di kantin. Suasana di kantin siang ini terlihat sedikit lenggang, mereka berdua pun dengan mudah mendapatkan tempat duduk.

"Gimana kabarnya doi? Masih suka ngejar kamu? Tumben aku belum lihat batang hidungnya."

"Apaan sih, kamu Na. Bicarain dia bikin aku nggak nafsu makan. Kesel deh, kalau terus-terusan bahas orang kudet itu."

"Lucu deh, Sof. Rambutnya belah tengah. Jadi bisa dipastikan dia punya sifat yang adil. Cocok dijadiin suami sama kamu yang selalu minta keadilan."

"Iya, kali. Kenapa nggak diambil sama situ aja."

"Nanti kamu marah, nangis, terus aku dimarahi sama Tante."

"Yaelah dikira anak kecil apa?"

Mereka bercerita dan tertawa seperti tak pernah ada beban yang dipikul, seperti hari-hari sebelumnya. Namun, tawa itu langsung terkubur dalam kesunyian saat tiga pria duduk di kursi kosong yang masih satu meja dengan mereka.

Aina ingin beranjak, tetapi tangannya ditahan hingga membuatnya terpaksa duduk kembali.

“Apa kabar?” tanya pria di depannya dengan senyum lebar.

“Baik,” jawab Aina dengan cepat dan datar. Matanya tidak sedikit pun menatap pria di depannya.

Asam lambungnya tiba-tiba terasa naik saat mengetahui pria itu sudah menangkupkan wajahnya di atas meja dengan mata yang tak pernah beralih darinya. Jangan lupakan senyumnya yang memuakkan.

“Mau apa kau ke sini?” tanya Aina penuh penekanan.

Pria di depannya tertawa. Matanya memerah menandakan dia selesai meneguk minuman haram yang menjadi kebiasaannya.

Dahulu Aina sama sepertinya, berada dalam lubang kenistaan hingga akhirnya dia memilih untuk menyudahi kegilaannya. Dia sudah bosan dengan bau menyengat yang menari di indra penciumannya setiap hari. Atau, benda putih kecil yang sengaja dia jauhi agar tak sampai membuatnya semakin jauh terkubur dalam kecanduan.

Dia sudah puas dengan kehidupan kelamnya yang dia anggap sebagai kebebasan. Kini dirinya akan berjuang untuk hidup bebas lagi tanpa barang-barang haram yang menjadi teman setianya dulu.

Namun, ada yang lebih penting dari itu. Sumber penyebabnya yang membuat dia kapok dan ingin keluar dari lingkaran kelam itu, adalah pria yang duduk di depannya sekarang. Dia yang telah mengambil hal yang paling berharga dalam hidupnya. Karena dia pula, dirinya hidup dalam ancaman dan ketakutan.

Insecure TerinfrastrukturTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang