Sarangheo Oppa

163 12 0
                                    

Dipaksakan berhenti pun terasa sulit

Bukankah lebih baik dilanjutkan?

Jika itu sama-sama menyulitkan

Meski dengan cara yang berbeda


🍁🍁🍁

“Mas Azlan ke mana, sih?”

Entah untuk yang ke berapa kalinya pertanyaan itu Jessy lontarkan kepada kakaknya yang tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Seperti orang bodoh, Jessy sampai memperhatikan satu-persatu orang yang keluar dari gedung tempat adanya event. Sayangnya tak ada orang yang dia cari.

Waktu yang hampir mendekati enam puluh menit, hanya dia habiskan untuk berdiri di undakan teras Mall. Padahal dengan waktu selama itu bisa dia habiskan untuk mengisi penuh keranjang belanjaan, atau memilih dua pasang baju plus sepatu sekaligus. Atau, bisa dia gunakan untuk menghabiskan tiga mangkok bakso tenis langganannya di kota asalnya.

Namun sekarang, waktu selama itu hanya dia habiskan untuk berdiri seperti orang linglung yang tidak punya tujuan.

Oh, ayolah! Perutnya juga sudah berteriak protes minta diisi semenjak kericuhan di dalam gedung itu terjadi. Tak bisakah kakaknya itu menyelesaikan urusannya secepat mungkin? Punya ponsel juga tak ada gunanya. Salahnya sendiri juga yang lupa tidak membawa power bank. Alhasil, dia susah sendiri karena keteledorannya.

Di antara kerumunan orang, tiba-tiba ada pria berlari dan tanpa sengaja menabrak tubuh Jessy. Kaki kanan Jessy berusaha menopang tubuhnya agar tidak tumbang. Sayangnya dia melupakan di mana tempatnya berdiri. Kakinya tidak berhasil berpijak di undakan tangga di bawahnya. Seperti gerakan slowmotion, tubuhnya perlahan tumbang dan berakhir dalam pelukan pria itu. Untunglah pria itu bisa bertanggung jawab dengan perbuatannya. Menangkap tubuhnya sebelum terjatuh di atas undakan.

“Maaf, kamu tidak apa-apa, kan?” tanya pria itu.

Astaga, suara lembutnya mengalun merdu di telinga Jessy, mengalirkan sebuah energi yang mampu membuat tubuhnya kehilangan kendali seketika. Bahkan umpatan yang ingin dia lontarkan sebelumnya lenyap bersamaan tetesan keringat yang mengalir dari dahi pria itu dan berakhir di pipinya.

Bisa dibayangkan sedekat apa dirinya sekarang. Jangankan bau parfum, deru nafasnya saja sampai terasa hangat menerpa wajahnya. Bau mint. Ah, mungkin pria yang menjadi penolongnya saat ini sudah makan permen mint sebelumnya. Aromanya benar-benar menyegarkan otaknya yang sempat semrawut.

“Mbak! Mbak! Kamu nggak apa-apa, kan?” tanya pria itu sedikit heran, melihat wanita yang berada dalam rengkuhannya tersenyum aneh.

Plak-plak-plak!

Sepertinya tamparan pelan tak cukup untuk mengembalikan kewarasan wanita itu. Haruskah dengan tamparan keras atau pukulan sekaligus?

“Mbak! Jika kamu tetap seperti ini, kita berdua bisa terjatuh dan kepala kita akan membentur undakan. Bisa dipastikan kita berdua akan langsung diantar ke—“

“KUA,” jawab Jessy cepat.

“Bukan. Pemakaman!”

“Astaga!”

Jessy terkejut dan langsung berusaha bangkit, meski sayangnya tubuhnya masih tidak sinkron. Lagi-lagi, pria di sampingnya berhasil memegangi lengannya sebelum tubuhnya berhasil terjerembap di atas undakan.

Insecure TerinfrastrukturWhere stories live. Discover now