Hantu yang Bernyawa

343 15 0
                                    

Setiap waktu yang bergulir akan terasa sangat berarti, 

Jika kamu menghargai

***


"Astaga!” teriak Aina sambil memegangi dadanya yang terasa sesak karena terkejut.

Sedangkan gadis yang berdiri di depannya hanya menyengir tanpa merasa berdosa, karena hampir membuat orang lain jantungan.

“Kaget ya, Kak?” tanya sosok itu yang ternyata Jessy--adik iparnya.

“Iyalah, pakek nanyak lagi!”

“Emang, Kakak mau ke mana malam-malam?”

“Ak-ku.” Aina kebingungan mencari alasan.

Sial! Dia melupakan tujuannya yang sebelumnya, gara-gara adik iparnya yang menakut-nakuti. Sekarang dirinya berubah dirundung rasa khawatir. Karena membuat orang yang mengiriminya pesan ancaman barusan, harus menunggu lebih lama lagi.

Dia hafal dengan tabiat buruk pria itu, hingga selalu membuatnya hati-hati dan waspada untuk berinteraksi dengannya lagi. Meski sayangnya, dia masih sering kecolongan. Memang terlalu pintar pria itu mengambil kesempatan.

“Ak-aku mau ambil air minum. Aku haus,” alibinya.

“Oh, ya sudah aku antar. Ayo Kak!”

“Aduh Jessy, nggak usah repot-repot. Aku berani kok, ke dapur sendirian,” elaknya bukan karena merasa tak enak, tetapi dirinya takut jika sampai ketahuan.

“Yakin, Kak?” tanya Jessy meyakinkan.

Aina mengangguk mantap.

“Nanti kalau ada yang manggil jangan dijawab ya, Kak,” ucap Jessy sebelum beranjak, membuat kaki Aina langsung membeku di tempat.

“Jessy,” panggil Aina dengan suara memelas.

Akhirnya, Aina mengubah haluannya dan harus diantar oleh Jessy.

Sekarang dia harus makan kepura-puraannya, sebetulnya dia tidak haus, tetapi terpaksa meminum air agar Jessy tidak mencurigainya.

Sandiwaranya masih berlanjut hingga Jessy mengantarnya kembali ke kamar. Sebelum pergi adik iparnya juga berpesan, agar dia selalu meminta antar kepada Azlan—suaminya jika ingin keluar kamar pada malam hari.

Hal itu semakin membuatnya takut, jika sampai dia melihat hantu yang sebelumnya dibicarakan Jessy. Hantu yang telah lama menunggu rumah ini. Meski sebenarnya ada yang lebih menakutkan dari hantu itu, yaitu hantu bernyawa yang mungkin masih menunggunya di luar.

Siap tidak siap, dia harus bertemu esok.

***

Waktu terus berlalu, Aina sudah tak lagi mendapatkan ancaman-ancaman yang selalu menjadi pengantar tidur tak nyenyaknya. Kini dia sudah bisa bernafas lebih lega tanpa ada bayang-bayang hantu yang bernyawa itu.

Kehidupan baru, di rumah baru, di suasana pagi yang baru, dan kembalinya hidup yang normal. Dia berharap ini menjadi awal yang baik untuk kehidupan selanjutnya.

Seperti pagi ini, rasanya sangat ... sangat apalah pokoknya. Karena setelah melakukan rutinitasnya di pagi hari--bukan rutinitas sebagai seorang istri, melainkan anak gadis yang hanya duduk manis mempercantik diri—dia sudah duduk manis di meja makan. Menunggu seorang juru masak yang ahli dibidangnya, untuk menghidangkan sarapan untuknya.

Entah itu ahli dibidang mengacaukan cita rasa masakan, ataupun memang benar bisa memasak. Dia baru bisa memastikan, jika hasil kreasi makanan dari suaminya sudah masuk ke dalam mulutnya.

“Ini untukmu,” ucap Azlan dingin, tetapi Aina menerimanya dengan tersenyum lebar.

Rasanya oke punya, perpaduan antara bumbu-bumbu dapur sangat pas. Dan, patut diacungi jempol.

“Lain kali belajar masak Ay, kalau nggak bisa nanti aku ajarin.”

Aina cukup terkejut dengan panggilan untuknya dari sang suami, yang berbeda dari orang lain. Sedikit terdengar aneh di telinganya, tetapi tak apalah cuma panggilan saja.

“Siap, Uncle.”

Dan, seperti biasa suaminya langsung menatapnya dengan tatapan yang mengintimidasi.

"Ay!"

***

Aina melangkahkan kaki dengan semangat saat memasuki kawasan kampusnya, yang sudah setahun setengah menjadi tempatnya menuntut ilmu. Langkahnya semakin ringan, karena dia yakin jika pria yang suka mengancamnya sudah lelah untuk terus menerornya.

“Aina, apa kabar?” teriak Sofia—sahabatnya dari jaman SMA, berlari menghampirinya dan langsung memeluk tubuhnya. Efek hampir tiga minggu tak bertemu.

“Baik-baik, kamu sendiri gimana?”

Wajah Sofia langsung berubah pias. “Gawat, Aina. Ada bahaya. Mode darurat.”

“Gawat gimana? Apanya yang bahaya.”

“Itu peliharaan kamu, suka ngamuk sekarang. Tiap hari kerjaannya cuma mabuk.”

“Hush! Siapa yang pelihara dia? Aku udah end kali, sama dia,” jawab Aina menyangkal pernyataan Sofia, karena memang kenyataannya dia sudah lama putus menjalin hubungan dengan pria yang dimaksud oleh sahabatnya barusan. Yang tak lain pria yang suka menerornya.

“Iya, tapi kan kamu pawangnya.”

Sahabatnya yang satu ini memang super unik, jadi harap dimaklumi jika dia selalu memperlakukan orang yang tidak dia sukai selayaknya hewan. Seperti kepada Rendy—mantan pacarnya misal, Sofia selalu menjadi orang pertama yang akan terus mempengaruhi otaknya agar membenci Rendy.

Menurut Sofia, Rendy itu pembawa pengaruh buruk dalam kehidupan Aina. Aina tak menyangkal, karena itu memang benar adanya. Semenjak Aina berpacaran dengan Rendy, sikapnya semakin brutal dan sulit dikendalikan. Aina tidak melakukan kekerasan, akan tetapi dia merusak hidupnya sendiri dengan sengaja. 

Dan, itu semua karena hasutan Rendy.

Jika menceritakan tentang pengaruh Rendy terhadap Aina, Sofia tidak akan selesai jika hanya menuliskannya dalam satu buku. Entah harus menghabiskan berapa jilid baru kisahnya akan tamat dan itu sangat melelahkan.

Bersambung ...


Terima kasih yang masih membersamai hingga sejauh ini 🙏

Jangan lupa tinggalkan jejak!

Insecure TerinfrastrukturWhere stories live. Discover now