Masih Adakah Cinta Untuknya

235 16 0
                                    


Aku tidak mencintamu lagi

Apa aku terlihat sedang berbohong?

Ya, aku tahu. Aku memang seorang pembohong. Sekalipun aku jujur, pasti akan terkesan berbohong di matamu.


***


"Aku tidak mau menikah dengan siapa pun. Aku masih berstatus isrti orang.”

“Maksud kamu apa, Lit? Kapan kamu nikah?” Ning Bella yang baru datang dari warung langsung syok, sambil menggendong anaknya sekaligus menenteng satu keresek berukuran besar. Yang bisa dipastikan isinya snack milik anaknya.

Duh! Sepasang suami-istri ini memang selalu baik kepadanya. Ning Bella selalu perhatian terhadap anaknya. Dan, gus Rasyid yang terlampau baiknya sampai ingin menikahkannya dengan pria lain.

Sungguh baik sekali hati mereka.

Kini dia sudah mendapatkan tatapan intimidasi dari sepasang suami-istri di depannya. Sungguh mengerikan. Seakan tatapan mereka mampu menguliti kulitnya hidup-hidup.

Selanjutnya mengalirlah cerita yang selama ini dia pendam. Tentang rasa kecewanya kepada keluarga pun yang selalu dia pikul sendiri, dicurahkan tanpa dilebih-lebihkan. Mungkin memang sudah saatnya dia menceritakan semuanya, tentang masa lalu yang dia coba kubur dalam-dalam.

“Orang tuaku, termasuk orang tua yang gila kerja. Mereka tidak punya waktu untukku. Keseharianku hanya bersama pembantu. Hal itu yang menjadi awal aku mencari kebahagiaan dari dunia luar, karena kasih sayang yang seharusnya aku dapatkan dari keluarga tidak pernah aku rasakan. Aku haus akan kasih sayang. Aku pun menapaki jalan yang salah, demi mencari kesenangan yang aku pikir sumber kebahagiaannku. Membuatku hanyut dalam dosa yang berlandaskan kenikmatan. 

“Hingga pada suatu waktu, aku bosan dengan dunia kelam yang bertahun-tahun menjadi sahabat setiaku. Tepat di usia kehamilanku yang kedua bulan saat belum ada orang yang tahu, orang tua menjodohkanku dan berselang sebulan aku menikah. Aku pikir semua akan aman seiring berjalannya waktu. Memalui pernikahan itu aku jadikan alat untuk terhindar dari ancaman-ancaman mantan pacarku yang semakin gencar menekanku. Namun, hanya bisa bertahan satu bulan. Benteng yang mulai aku susun hancur berantakan. Semuanya sirna dalam sehari.

“Kehamilanku menjadi bomerang untuk diriku sendiri. Usahaku yang ingin berubah berakhir sia-sia. Dan, berakhir seperti ini. Aku tersisihkan, dibuang, dan dianggap tiada. Mungkin diriku hanyalah tinggal nama, yang meninggalkan kesan buruk di akhir kematiannya.” Air mata yang sudah tidak pernah dia tunjukkan di depan orang lain, kini mengalir tak terbendung lagi.

“Astagfirullah! Lit, kenapa beban sebesar ini kamu simpan sendiri? Aku tahu, perbuatanmu itu memalukan. Tapi tidak ada salahnya berbagi agar kamu bisa menemukan jalan keluar. Jangan lari dengan cara seperti ini. Mereka pasti mengkhawatirkanmu.”

“Tidak, Ning.” Lita tersenyum miris. “Kedua orang tuaku justru bahagia setelah aku pergi. Mereka tak akan malu lagi dengan aib yang aku buat.”

"Kurangnya kasih sayang dari orang tua seharusnya bukan menjadi alasan untuk seorang anak melakukan hal yang buruk. Itu semua tergantung pendirian masing-masing orang. Sekalipun ada seorang anak yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat yang mayoritas suka mabuk, kalau anak itu pendiriannya kuat. Aku yakin dia tidak akan terjerumus dengan hal-hal demikian."

"Aku tahu, Gus. Sedari awal itu memang salahku. Karena waktu itu aku berpikir, hanya dengan cara itu aku bisa mendapatkan perhatian mereka."

"Iya, tapi kan nggak harus dengan cara yang negatif. Ada cara positif yang pastinya bikin hidup kamu lebih berguna."

Gus Rasyid membuang nafas secara kasar.

Tiba-tiba atmosfer di ruangan itu seketika berubah memanas. Gus Rasyid tersulut emosi menanggapi cerita Lita. Tanpa Lita tahu, sebenarnya gus Rasyid sangat menyayangkan sikap Lita yang sangat mirip dengannya dulu. Dia dulu sama seperti Lita, selalu menganggap kedua orang tuanya tak pernah menyanyanginya. Namun, tingkat keparahannya Litalah yang lebih parah. Senakal-nakalnya dia tak pernah sampai menghamili anak orang.

Malu sebenarnya, rasa kesal yang diperlihatkan kepada Lita sejatinya dia tujukan kepada diri sendiri. Karena dia telah merasakan bagaimana pedihnya rasa penyesalan. Yang mungkin sekarang juga dirasakan oleh Lita.

Perlu diketahui, dia begini karena dia peduli. Dia kasihan melihat Lita di usianya yang masih muda harus menjadi orang tua tunggal.

“Apa suamimu juga tidak mengkhawatirkanmu?” tanya ning Bella menyudahi suasana hening yang sempat terjadi.

Lita mengendikan bahu. Selama ini memang dia tidak pernah sekalipun mencari informasi bagaimana kehidupan suaminya setelah dia pergi. Terlalu sakit untuk sekedar mendengar ataupun melihat, tanpa mampu tangan ini menggenggam keberadaannya.

Lagi pula, tak ada hak untuk dirinya masih berharap lagi, meski sekedar hanya mendengar kabar.

“Pasti udah nikah lagi," celetuk gus Rasyid dengan entengnya, tetapi bagi Lita seperti bongkahan batu besar yang menghantam kepalanya.

Anehnya, malah hatinya yang terasa perih.

Plak!

Gus Rasyid meringis kesakitan, tangannya sibuk mengelus pahanya yang menjadi sasaran empuk sang istri.

“Kenapa sih, Sayang?” tanya gus Rasyid sambil tertawa, ning Bella hanya mendelik kesal menatap suaminya.

Perkataan gus Rasyid ada benarnya juga. Suaminya eh, lebih tepatnya mantan suaminya. Jika benar dia sudah menikah lagi. Tak akan mungkin menunggunya untuk kembali. Sangat mustahil dia sedang merindukan hadirnya, seperti dirinya yang selalu merindukan senyumannya. 

Tak ada alasan untuk menunggu seseorang yang pernah membuat kecewa. Hati mantan suaminya terlalu berharga untuk masih berharap padanya. 

Mantan suaminya pun berhak bahagia bersama orang lain. Orang yang tak akan mungkin mengecewakannya, seperti yang pernah dia lakukan.

“Apa kamu masih mencintainya, Lit?”

Lita bergeming, sulit baginya untuk mengakui rasa yang tengah dia simpan. Terlalu rendah dirinya untuk menyatakan rasa kepada seseorang yang telah dia kecewakan.

Bersambung ...

Insecure TerinfrastrukturWhere stories live. Discover now