Andai Dulu tak Berulah

146 14 0
                                    

Kenapa dulu itu bisa indah?

Seandainya dulu tidak berulah

Pastinya aku tak akan patah

Namun, sayangnya semua punah ...

Sebelum aku berbenah


🍁🍁🍁


“Terima kasih, masakanmu enak sekali. Lain kali aku yang akan memasakkan makanan untukmu, sebagai tanda terima kasihku.”


Lita tersenyum getir membaca pesan yang terselipkan di bawah piring kotor, yang sengaja Azlan taruh di meja yang tersedia di teras kecil rumah kontrakannya.


Malam ini dia sendiri di rumah. Dzakka diminta untuk menginap di pesantren oleh Bella. Tentu saja anak itu sangat bersemangat jika ingin menginap di pesantren. Katanya di sana dia punya kakek dan nenek, tentu saja yang Dzakka maksud kedua orang tua Rasyid yang tak lain pengasuh pesantren At-Taqwa. 


Entah takdir baik seakan masih berpihak kepada Lita. Masa lalunya yang kelam lantas tak membuat mereka mencemooh atau menjaga jarak dengannya. Justru mereka merangkul dan menuntun Lita untuk kembali ke jalan-Nya. Jalan yang sempat Lita tinggalkan, demi menapaki jalan kesesatan yang menjanjikan surga dunia.


Lita sungguh menyesal dulu telah menyia-nyiakan waktunya untuk hal yang sia-sia, yang jelas-jelas merugikan hidupnya.


Di tengah lamunannya terdengar suara pintu yang di buka lalu di tutup kembali. Kondisi rumah yang tanpa langit-langit membuat suara yang tercipta di rumah sebelah langsung terdengar jelas ke rumahnya. Apalagi malam yang sudah larut, suasana sunyi semakin membuat suara kecil terdengar lebih jelas.


“Assalamualaikum, Lit.”


Lita terkejut dan langsung menegakkan tubuhnya dari posisi duduk. Dia bingung dengan suara yang menyapanya berasal dari mana.


“Aku lihat bayanganmu dari luar. Lampu teras kamu mati, kamu punya lampu cadangan?” Seakan mengerti dengan kebingungan Lita.


Anehnya itu tepat sasaran.


Lita sedikit tenang mendengar suara itu kembali, yang ternyata berasal dari balik tembok sebelah. Dia kira pria itu akan bertamu malam-malam ke tempatnya. Syukurlah pria itu masih bisa berpikir logis, untuk tak menemuinya di malam hari.


Azlan mendesah tak mendapatkan jawaban dari Lita, padahal yang dia katakan itu tulus. Dan, yang dia tanyakan tentang lampu, dia memang ingin membantu. Namun, dia tak patah semangat, sekalipun Lita tetap bersikap dingin kepadanya.


“Terima kasih, untuk tadi pagi. Dan, pisang goreng buatanmu tadi enak Lit, aku suka.”

Insecure TerinfrastrukturWhere stories live. Discover now